Jawaban umum mengapa dolar AS terus menguat, dapat ditelusuri dari kebijakan moneter bank sentral AS alias The Fed. Kendati demikian ada sejumlah faktor lain yang harus diperhatikan. Memahami cara kerja dolar AS sangat membantu para investor saham dan kripto untuk menentukan keputusan jual dan beli.
Nilai tukar dolar yang kuat tentu dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral AS, yaitu The Fed.
Jika terjadi perubahan pada suku bunga antar bank AS maka dolar AS akan terkena imbasnya.
Biasanya, saat The Fed meningkatkan suku bunga antar bank (Fed Rate), maka suku bunga pinjaman juga akan meningkat di perekonomian secara menyeluruh, termasuk naiknya imbalan surat utang negara alias obligasi.
Semakin tinggi nilai suku bunganya, maka akan menarik minat investasi dari luar negeri ke AS. Investor ini ingin memperoleh untung lebih besar dari pembelian obligasi atau hasil memberikan pinjaman yang berbasiskan pada besaran bunga tersebut.
Investor global tentu akan menukarkan mata uang asal negaranya ke dalam dolar AS sebagai bagian dari perjanjian investasi, dikutip dari Investopedia.
Pada ujungnya itu berakibat pada melonjaknya nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara lain, khususnya mitra dagang AS, seperti Uni Eropa, Jepang Inggris dan lain sebagainya. Mengapa nilai tukarnya naik, karena permintaan (pembelian) terhadap dolar AS meningkat di pasar global.
Seperti yang umum terjadi pada hukum ekonomi. Semakin tinggi permintaan akan sejumlah barang yang tetap akan meningkatkan nilainya.
Memahami Suku Bunga Antar Bank The Fed
Suku bunga antar bank diberlakukan bagi sesama bank yang ingin meminjamkan uangnya ke bank lain. Mengapa? Karena bank juga ada yang kekurangan uang dan ada yang memiliki uang lebih.
Suku bunga antar bank ini diatur oleh The Fed dan menjadi basis utama bagi setiap bank yang ingin meminjamkan dana yang ada ke sesama bank.
Namun, suku bunga antar bank ternyata memberikan dampak yang lebih besar kepada ekonomi secara menyeluruh.
Suku bunga ini menjadi acuan utama untuk menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga inilah yang akan dibebankan kepada nasabah yang akan meminjam uang ke bank dan besaran bunga imbal hasil produk perbankan, seperti deposito.
Tidak hanya itu, tingkat pinjaman, bunga pinjaman, deposito, hipotek rumah dan lainnya juga akan kena pengaruh dari suku bunga antar bank tersebut.
The Fed melalui FOMC (Federal Open Market Committee) akan mengatur suku bunga tersebut bergantung pada situasi ekonomi yang terjadi secara berkala. Biasanya sebulan sekali selama 10 kali pertemuan dalam setahun.
Jika FOMC meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi, maka besar kemungkinan inflasi atau naiknya harga-harga akan terjadi. Akibatnya, FOMC akan meningkatkan suku bunga untuk meredam inflasi.
Begitu juga sebaliknya, ketika FOMC yakin pertumbuhan ekonomi melambat, maka resesi bisa terjadi. Kemudian, FOMC akan mengurangi tingkat bunga.
Umumnya, suku bunga yang tinggi akan mengurangi jumlah orang yang meminjam ke bank dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menjadi melambat.
Namun ketika suku bunga menurun maka jumlah orang yang mengambil kredit alias pinjaman uang akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat, dikutip dari Investopedia.
Mandat The Fed ini diberlakukan dalam kebijakan moneter yang bertujuan untuk mencapai tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi dan kestabilan harga.
Saat ini krisis keuangan pada 2008 dan resesi berat, The Fed mengatur tingkat suku bunga antar bank mendekati 0 persen ke 0,25 persen.
Pada tahun berikutnya, The Fed meningkatkan suku bunga ketika ekonomi membaik.
Inflasi, Suku Bunga The Fed, dan Dolar
Salah satu cara The Fed untuk mencapai tingkat penyerapan tenaga kerja dan kestabilan harga adalah dengan mengatur target inflasi di 2 persen.
Pada 2011, The Fed secara resmi mengadopsi kenaikan 2 persen per tahun dalam indeks harga untuk pengeluaran konsumsi pribadi sebagai targetnya.
Dengan kata lain, saat komponen inflasi meningkat, ini akan memberikan sinyal bahwa harga barang-barang akan naik dalam ekonomi.
Jika harga naik, namun penghasilan tidak ikut menyertainya maka daya beli orang-orang akan berkurang.
Inflasi juga berdampak kepada para investor. Contohnya, jika investor memegang obligasi dengan bunga tetap dengan besaran 3 persen dan inflasi naik ke 2 persen maka investor hanya mendapatkan 1 persen saja.
Saat perekonomian melemah, inflasi akan jatuh karena permintaan akan barang yang harganya naik akan berkurang.
Sebaliknya, ketika ekonomi kuat, maka kemampuan beli masyarakat naik karena pendapatan meningkat, akibatnya harga akan ikut naik.
The Fed menjaga tingkat inflasi dengan tingkat pertumbuhan 2 persen akan membantu perekonomian tumbuh dengan stabil dan membuat pendapatan naik secara alami.
Penyesuaian pada tingkat suku bunga antarbank juga akan mempengaruhi inflasi di AS.
Ketika AS meningkatkan suku bunga maka ini akan mendorong masyarakat untuk mengeluarkan uang lebih sedikit dan lebih memilih untuk menabung dan tekanan inflasi akan berkurang.
Namun, saat resesi ekonomi terjadi atau pertumbuhan melambat, maka The Fed akan mengurangi suku bunga dan ini akan menstimulasi pengeluaran masyarakat yang akhirnya akan mengarah pada inflasi.
Bagaimana Nilai Dolar Membantu The FED Mengatur Inflasi
Terdapat banyak hal yang mempengaruhi inflasi selain The Fed. Contohnya saja nilai tukar dolar AS juga ikut berperan dalam inflasi. Hal ini bisa menjawab pertanyaan mengapa dolar AS menguat secara singkat, padat dan jelas.
Saat nilai tukar dolar AS menguat maka orang asing akan membayar lebih banyak dari seharusnya dan ini akan mengurangi penjualan ke luar negeri atau ekspor berkurang.
Sebaliknya, saat dolar AS melemah maka ekspor akan meningkat dan perdagangan internasional AS menguat.
Jika dilihat dari sisi berbeda, dolar AS yang menguat akan memudahkan impor karena harganya lebih murah.
Impor yang murah akan menjaga tingkat inflasi karena perusahaan AS harus bersaing dengan produk luar yang murah namun tetap berkualitas.
Seperti yang dibayangkan, The Fed akan mengawasi inflasi dengan seksama beserta dengan nilai tukar dolar sebelum membuat keputusan akan suku bunga.
Mengapa Dolar AS Menguat Terkait Suku Bunga Acuan
Pada daftar di bawah ini, Anda akan melihat bagaimana The Fed mengatur suku bunganya dari tahun ke tahun.
- Pertengahan 1990, suku bunga meningkat dari 3 persen dan melebihi 6 persen.
- 2001 suku bunga diturunkan ke 1 persen dari yang sebelumnya 6 persen.
- Pertengahan 2000, The Fed menaikkan suku bunga yang diikuti dengan pertumbuhan ekonomi.
- 2008, suku bunga diturunkan kembali yang sebelumnya melewati 5 persen mendekati 0 dan bertahan untuk beberapa tahun.
- Ketika resesi berat mulai pulih, The Fed secara bertahap menaikkan suku bunga hingga 2018.
- Saat pandemi COVID-19 terjadi, The Fed mengurangi suku bunga untuk menjaga perekonomian tetap aktif.
- Perekonomian mulai pulih dari pandemi COVID-19 karena vaksinasi yang meluas. Namun, inflasi meroket sebesat 8,5 persen dalam 12 bulan. Akibatnya, The Fed meningkatkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2018 lalu.
Saat suku bunga AS naik, maka perekonomian secara menyeluruh akan ikut naik. Jika mata uang luar mengalir ke aset yang menggunakan dolar dengan tujuan mencari perolehan dari bunga lebih tinggi, maka dolar akan menguat.
Grafik di bawah menggambarkan bagaimana pergerakan dolar AS pada periode yang sama saat suku bunga meningkat ketika dibandingkan pada grafik sebelumnya.
- Pertengahan 1990, suku bunga naik, dolar AS naik ketika diukur dengan nilai tukarnya.
- 2002, saat The Fed mengurangi suku bunga, dolar melemah secara drastis. Ini yang diikuti pembelian besar-besaran di pasar saham termasuk mendorong naiknya harga Bitcoin, ETH dan sejumlah kripto lainnya.
- Korelasi antara dolar dengan suku bunga tidak berlaku pada pertengahan 2000. Saat ekonomi membaik dan suku bunga naik justru dollar melemah.
- Dollar mulai menguat dan turun kembali pada 2008 dan 2009.
- Ketika perekonomian mulai pulih dari resesi berat, nilai tukar dolar AS mengalami fluktuasi.
- Jatuhnya perekonomian dan suku bunga naik, dolar pun naik lagi pada 2014-2017, dan stabil hingga musim semi 2020.
- Dolar melonjak pada 2020 di tengah-tengah pandemi COVID-19 karena investor mencari stabilitas. Dunia mengalami masalah ekonomi karena pandemi, dan dolar pun secara perlahan melemah dari posisi puncaknya.
- Pada 2021 dan 2022, dolar mulai meningkat lagi ke rekor tinggi di tengah naiknya suku bunga oleh The Fed dan membuat pasar saham dan kripto jadi panas dingin. Gejala ini sudah muncul pada November 2022, ketika The Fed melemparkan wacana akan menaikkan suku bunga dan mengurangi jumlah dolar AS dari ekonomi.
Catatan Penting
Secara umum dan berada pada kondisi ekonomi yang normal, peningkatan suku bunga antar bank akan mengangkat suku bunga produk di seluruh AS dan berakhir dengan naiknya nilai dolar AS (USD).
Tentu, korelasi antara suku bunga dan dolar bisa rusak. Tentu terdapat cara lain yang bisa membuat dolar menguat ataupun melemah.
Contohnya, permintaan akan obligasi AS sebagai investasi teraman pada masa-masa pandemi atau sulit akan menguatkan nilai dolar secara independen tanpa memperhatikan suku bunga yang ditetapkan The Fed.
Melalui pembahasan di atas sekarang Anda akan mengetahui mengapa dolar AS menguat. Hal ini bisa dipengaruhi banyak hal namun peran The Fed cukup besar dalam mempengaruhi kekuatan nilai tukar dolar AS tersebut. [az]