Mengenal Blockchain Venom, Sejarah dan Perkembangannya

Banner IUX

Mari kita mengenal blockchain Venom, mulai dari arsitektur teknologinya, sejarah, dan kinerja kriptonya, VENOM, yang masih melempem.

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi distributed ledger semakin meluas, dengan banyak blockchain baru yang mencoba menghadirkan solusi atas keterbatasan blockchain generasi sebelumnya.

Salah satu proyek yang cukup menarik perhatian akhir-akhir ini adalah Venom, sebuah blockchain yang berfokus pada skalabilitas, keamanan, dan interoperabilitas.

Mengenal blockchain Venom berarti memahami latar belakang pembentukannya, visi pengembangannya, serta bagaimana posisinya di antara ekosistem aset digital global, termasuk menyoroti kinerja kriptonya, VENOM, yang terbilang sangat melempem.

Mengenal Blockchain Venom

Blockchain Venom adalah satu dari sekian banyak blockchain yang di luar yang sana yang secara teknologi cukup mumpuni, karena memang terhitung efisien dari segi kecepatan transaksi dan biayanya. Hanya saja blockchain Venom mengalami perkembangan sangat lamban dibandingkan pesaingnya.

Sejarah Berdirinya Venom Foundation

Di balik blockchain Venom ada Venom Foundation yang didirikan pada tahun 2022 di Abu Dhabi Global Market (ADGM), Uni Emirat Arab, sebagai organisasi nirlaba dengan tujuan membangun infrastruktur blockchain yang sesuai regulasi.

Keputusan untuk mendirikan Venom di Abu Dhabi tidak terlepas dari iklim regulasi yang relatif ramah terhadap inovasi aset digital di wilayah tersebut. Dengan adanya pengawasan dari ADGM, Venom menekankan kepatuhan hukum sebagai bagian dari operasionalnya.

Jika ditelusuri lebih jauh, sejarah Venom memiliki keterkaitan dengan pengembangan teknologi yang berasal dari komunitas blockchain sebelumnya, khususnya pengalaman teknis dari pengembang yang pernah terlibat dalam jaringan The Open Network (TON) Cointelegraph, 2023. Beberapa prinsip desain TON, seperti penggunaan arsitektur multi-threaded dan sharding, juga menjadi inspirasi bagi Venom dalam membangun jaringannya. Namun, Venom berdiri sebagai entitas independen, dengan fokus pada kebutuhan infrastruktur finansial dan aplikasi skala besar yang membutuhkan efisiensi transaksi tinggi.

Dengan kata lain, mengenal blockchain Venom berarti melihatnya sebagai proyek yang mencoba memadukan pengalaman teknis generasi sebelumnya dengan struktur hukum yang lebih mapan.

Pendiri Blockchain Venom

Venom Foundation didirikan oleh dua sosok utama, Christopher Louis Tsu dan Dr. Kai-Uwe Steck. Keduanya mulai merancang visi proyek ini sejak 2018, ketika melihat peluang untuk menghadirkan blockchain generasi baru yang mampu mengatasi masalah klasik seperti skalabilitas dan efisiensi transaksi.

Christopher Louis Tsu dikenal sebagai figur dengan latar belakang teknologi dan strategi bisnis global, sementara Dr. Kai-Uwe Steck membawa pendekatan akademis, regulasi dan teknis dalam pengembangan arsitektur jaringan. Kombinasi visi bisnis dan keahlian teknis ini menjadi fondasi lahirnya Venom.

BACA JUGA:  Validator BNB Ajukan Penurunan Gas Fee, Tantang Solana & Base

Pada 2022, bersama tim inti mereka, Tsu dan Steck secara resmi membentuk Venom Foundation di Abu Dhabi Global Market. Langkah ini memperlihatkan fokus mereka pada regulasi dan keberlanjutan, menjadikan Venom berbeda dari banyak proyek blockchain lain.

Arsitektur dan Prinsip Kerja

Secara teknis teknologi, blockchain Venom mengadopsi model asynchronous blockchain dengan kemampuan dynamic sharding. Sistem ini memungkinkan jaringan untuk membagi beban transaksi ke berbagai shard, sehingga kapasitas pemrosesan dapat ditingkatkan secara horizontal. Prinsip ini berbeda dengan beberapa blockchain tradisional yang sering mengalami keterbatasan kapasitas saat jumlah pengguna meningkat drastis.

Selain itu, Venom menerapkan mekanisme konsensus Proof-of-Stake (PoS) yang dianggap lebih hemat energi dibandingkan Proof-of-Work. Dengan demikian, blockchain ini mencoba menjawab tantangan skalabilitas sekaligus keberlanjutan. Infrastruktur ini dirancang agar bisa diadopsi oleh lembaga keuangan maupun pengembang aplikasi terdesentralisasi (dApps).

Perbandingan dengan Blockchain Lain

Untuk memahami posisi Venom, perlu melihat bagaimana ia berbeda dengan jaringan blockchain besar lainnya. Bitcoin, misalnya, masih menggunakan Proof-of-Work yang relatif lambat dengan kapasitas pemrosesan terbatas, tetapi unggul dari sisi keamanan dan desentralisasi yang terbukti selama lebih dari satu dekade.

Ethereum, di sisi lain, kini telah beralih ke Proof-of-Stake dan memiliki ekosistem aplikasi yang sangat luas, tetapi masih menghadapi tantangan biaya transaksi yang tinggi di masa-masa padat penggunaan.

Dibandingkan dengan TON, Venom menawarkan pendekatan yang mirip dalam hal arsitektur sharding, namun Venom lebih menekankan pada kepatuhan regulasi melalui basis hukumnya di Abu Dhabi.

Sementara TON lebih berkembang sebagai proyek komunitas dengan orientasi terbuka dan integrasi ke ekosistem messaging seperti Telegram, Venom mencoba memosisikan diri sebagai infrastruktur keuangan yang lebih formal dan sesuai standar lembaga global.

Dengan kata lain, mengenal blockchain Venom juga berarti menilai apakah strategi regulasi yang lebih ketat ini dapat menjadi nilai tambah dibanding blockchain lain yang lebih bebas.

Venom menempatkan diri sebagai blockchain dengan kapasitas tinggi, di mana pengujian menunjukkan throughput 15.000 transaction per second (TPS) dalam kondisi saat ini dan hingga 150.000 TPS dalam stress test tertutup, dengan finalisasi transaksi kurang dari tiga detik.

Biaya transaksinya juga tergolong sangat rendah, sekitar US$0,0002 per transaksi dengan harga gas yang tetap stabil, tidak bergantung pada tingkat permintaan jaringan.

Angka ini secara teknis menempatkan Venom di atas rata-rata blockchain lain, meski masih perlu pembuktian lebih lanjut ketika diuji penuh dalam transaksi super banyak.

BACA JUGA:  Begini Cara Michael Saylor Beli Bitcoin Cuma Modal Dengkul!

Sebagai perbandingan, Solana mampu mencapai rata-rata sekitar 3.900 TPS dan teoritis hingga 64.000 TPS, dengan biaya transaksi sekitar US$0,00025, sementara Algorand memiliki kapasitas sekitar 1.000 TPS dengan biaya kurang dari satu sen. Perbedaan ini menunjukkan bahwa Venom secara teknis menawarkan solusi lebih efisien, meski validasi di transaksi sungguhan tetap menjadi faktor penting.

Hubungan dengan Tiongkok

Pada tahun 2023 (kini telah dihapus), beberapa laporan media, termasuk Toutiao, menyebut bahwa sejumlah perusahaan teknologi finansial besar asal Tiongkok tertarik untuk menggunakan solusi blockchain dari Venom sebagai bagian dari strategi modernisasi digital Toutiao, 2023. Pada 2025 belum lama ini, kabar serupa muncul kembali.

Jika kesepakatan itu terealisasi, maka Venom berpotensi memainkan peran penting dalam ekosistem keuangan digital Tiongkok. Meski demikian, hingga saat ini informasi yang beredar masih sebatas negosiasi, dan belum ada konfirmasi resmi tentang implementasi berskala luas.

Oleh karena itu, mengenal blockchain Venom juga berarti memahami konteks geopolitik dan regulasi, karena adopsinya mungkin dipengaruhi oleh hubungan antara Abu Dhabi, Tiongkok, dan pasar global.

Kinerja Kripto VENOM Melempem

Dari sisi kinerja aset digital, token VENOM sendiri masih relatif baru sehingga likuiditas dan kapitalisasi pasarnya belum sebesar proyek-proyek mapan seperti Bitcoin, Ethereum, Solana, ataupun Sui.

Beberapa laporan industri menunjukkan bahwa pengembang Venom masih fokus membangun ekosistem aplikasi dan kemitraan strategis. Dengan kata lain, kinerja kripto Venom lebih banyak dipengaruhi oleh tahap pengembangan jaringan, bukan sekadar pergerakan harga token di bursa.

Dalam setahun terakhir, kinerja kripto VENOM menunjukkan dinamika yang cukup tajam. Per Selasa (9/9/2025), harga VENOM diperdagangkan di kisaran US$0,1514, mencatat kenaikan hanya sekitar 20,61 persen dalam periode satu tahun terakhir.

Kinerja kripto VENOM dalam setahun terakhir yang masih kalah jauh dengan kripto lain.
Kinerja kripto VENOM dalam setahun terakhir yang masih kalah jauh dengan kripto lain. Sumber: Coinmarketcap.

Namun, jika ditarik lebih jauh ke belakang, harga VENOM pernah mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada 25 Maret 2024 di level US$0,7955, sebelum anjlok lebih dari 80 persen dari posisi tersebut.

Sebaliknya, titik terendah justru terjadi pada 3 Februari 2025 ketika VENOM sempat turun hingga US$0,03464. Dari level itu, token ini berhasil bangkit signifikan dengan kenaikan lebih dari 337 persen, menandakan adanya daya tarik kembali dari pasar. Tetapi harganya enggan kembali ke level tinggi itu sampai pada detik ini.

Dalam sebulan terakhir, VENOM mencatat penurunan sekitar 14,54 persen, sebuah capaian yang terbilang melempem namun masih jauh di bawah kinerja sejumlah kripto besar lain yang mengalami reli lebih signifikan pada periode yang sama.

BACA JUGA:  Blockchain Monero "Diserang", 18 Block Terdampak
kinerja melempem kripto VENOM
Kinerja melempem kripto VENOM dari level tertingginya, lalu sempat melonjak tinggi, lalu melemah kembali hingga saat ini.

Grafik di atas memperlihatkan perjalanan harga kripto VENOM terhadap USDT di bursa Poloniex sejak peluncurannya hingga September 2025. Secara visual, pergerakan harga VENOM menunjukkan pola ekstrem yang khas dari aset digital baru, yaitu penurunan tajam setelah rilis, diikuti fase akumulasi panjang, lalu ledakan kenaikan harga yang signifikan, namun kembali terkoreksi cukup dalam.

Pada fase awal setelah diluncurkan, VENOM langsung mengalami tekanan jual masif hingga kehilangan sekitar 95,75 persen dari nilai puncaknya. Kondisi ini mencerminkan tipikal pasar kripto baru, di mana euforia awal peluncuran cepat bergeser menjadi aksi ambil untung besar-besaran. Setelah periode itu, harga VENOM bergerak datar dalam waktu yang cukup lama, seolah kehilangan minat dari pelaku pasar.

Namun, memasuki awal 2025, VENOM kembali menunjukkan potensi daya tariknya. Dari titik terendah, harga sempat melonjak hingga 788 persen, menandakan adanya gelombang masuk modal spekulatif yang mendorong reli singkat. Akan tetapi, reli tersebut belum mampu bertahan lama. Setelah mencapai puncaknya, VENOM kembali terkoreksi dalam, bahkan turun hingga 97,65 persen dari level tertinggi lokalnya.

Kini, per September 2025, VENOM diperdagangkan di kisaran US$0,1574. Level ini berada jauh di bawah harga puncak historisnya, namun tetap lebih tinggi dibanding titik terendahnya. Gambaran ini menunjukkan bahwa meskipun VENOM masih memiliki daya tarik sesaat di kalangan trader jangka pendek, secara keseluruhan kinerjanya masih tergolong melempem dibandingkan kripto besar lainnya.

Pola pergerakan ekstrem ini mencerminkan tingginya volatilitas VENOM, sebuah karakteristik umum pada banyak aset kripto yang masih berada di fase awal pengembangan ekosistemnya.

Ringkasnya, mengenal blockchain Venom memberikan gambaran bagaimana sebuah jaringan baru mencoba menawarkan solusi atas masalah klasik dunia blockchain, yaitu skalabilitas, regulasi, dan interoperabilitas.

Dengan basis di Abu Dhabi dan potensi kerja sama dengan perusahaan besar di Tiongkok, Venom berada pada posisi unik yang bisa mendorong adopsi lebih luas, meskipun tantangan masih cukup besar. Kinerja kriptonya, VENOM yang jelas-jelas melempem mencerminkan apresiasi kecil terhadapnya.

Dibandingkan dengan blockchain lain, Venom mencoba menonjol dengan kombinasi teknologi sharding dan kepatuhan regulasi. Namun, seberapa jauh strategi ini bisa berhasil masih akan bergantung pada adopsi pasar, perkembangan ekosistem, serta dinamika industri kripto secara keseluruhan. [ps]


Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.

Terkini

Warta Korporat

Terkait