Mengenal Elemen Kekuatan Web3: Metaverse, AI, Crypto dan Blockchain

Metaverse, kecerdasan buatan (AI), crypto, dan blockchain dapat menyatu dalam Web3 guna membentuk masa depan pengalaman digital dan ekonomi. Demikian diulas media finansial Nasdaq.

Nasdaq merujuk pada gagasan bos perusahaan platform metaverse XR pertama Transmira, Robert Rice pada Konferensi Blockchain London 2023, untuk konvergensi metaverse dengan AI dan blockchain.

“Menurut Rice, ketiga teknologi ini dapat memberikan hasil yang menjanjikan ketika digabungkan, yang mempercepat perkembangan dan meningkatkan keamanan,” demikian dilansir dalam artikel yang ditulis David Cotriss.

Masih dalam gagasan tersebut, konvergensi AI dan metaverse di Web3 memungkinkan interoperabilitas, dengan aplikasi terdesentralisasi (dApps) berperan sentral.

“Aplikasi terdesentralisasi (dApps) ini diharapkan menjadi bagian inti dari solusi Web3 untuk mengimplementasikan fungsionalitas yang menggunakan pembelajaran mesin.”

Dalam tinjauan Nasdaq, aplikasi ini dapat diamati dalam NFT (Non-Fungible Token), di mana NFT masa depan diharapkan berubah dari gambar statis menjadi artefak dinamis yang menampilkan perilaku cerdas.

Kendala yang kemudian muncul adalah metaverse tidak bersifat open source seperti laiknya Web3.

“Metaverse mandiri dibangun oleh berbagai perusahaan dan organisasi, seperti metaverse milik Facebook, Decentraland, dan The Sandbox,” terang Cotriss, seraya menekankan bahwa agar bisa metaverse dapat diakses semua orang, banyak hal yang perlu diperbaiki, terutama dalam hal infrastruktur.

Melansir hasil kajian Citibank, hanya 25 persen dari populasi global yang akan memiliki akses ke jaringan 5G pada tahun 2025.

“Untuk semua orang dapat mengakses metaverse, kondisi infrastruktur saat ini belum mencukupi.”

Selain itu, mata uang yang digunakan dalam metaverse saat ini terutama adalah crypto, khususnya Ethereum.

Namun, metaverse masa depan dapat menggabungkan bentuk pembayaran lain seperti mata uang digital bank sentral (CBDC) dan bahkan bentuk pembayaran tradisional.

Cotriss juga menyinggung aplikasi nyata dari konvergensi ini, seperti AI meningkatkan integritas data pada blockchain, merevolusi industri kesehatan, farmasi, dan manajemen rantai pasokan.

“Blockchain memiliki banyak potensi dalam metaverse. Ini dapat meningkatkan segala hal yang berhubungan dengan data, termasuk pengumpulan data, penyimpanan data, dan interoperabilitas data di berbagai platform. Dengan catatan transaksi terdesentralisasi yang tidak dapat diubah, blockchain dapat membuat semua transaksi kripto menjadi transparan dalam metaverse,” tulisnya.

Dia merujuk contoh bahwa IBM memimpin dalam membangun infrastruktur blockchain kuat untuk manajemen rantai pasokan, sementara Roblox menguji AI generatif untuk memungkinkan pengguna menciptakan konten unik. Selain itu, crypto AI seperti The Graph dan Fetch.ai juga semakin menarik perhatian.

Terlepas dari sejumlah potensi besar metaverse, AI, Crypto dan Blockchain sebagai elemen Web3, Cotriss tetap mengingatkan risiko yang terlibat dalam berinvestasi di lanskap ini, karena peraturan dan musim dingin kripto terus menimbulkan tantangan.

“Musim dingin kripto belum berakhir dan sebagian besar koin berjuang untuk bertahan. Sampai metaverse dan crypto diatur, tantangan seperti ini akan terus berlanjut. ”

Namun, menurut Cotriss, dalam hal terdesentralisasi, perusahaan-perusahaan yang terus mengimplementasikan elemen kekuatan Web3, seperti: AI, crypto, metaverse dan blockchain akan mendapatkan imbalan di akhir jalan. [ab]

Terkini

Warta Korporat

Terkait