Sejak Juni 2019 harga Bitcoin boleh “tertebas”, tapi semangat menambang Bitcoin masa kini terkesan masih tanpa batas. Ini dapat terlihat dari hash rate Bitcoin yang cenderung naik sejak tahun 2009. Produsen ASIC miner pun tak berhenti melahirkan produk-produk baru yang spesifikasinya lebih gahar tetapi hemat listrik. Ini pula yang memunculkan peluang baru soal cloud mining di Mining City.
Sejak tahun 2009, menambang Bitcoin masih terus dipercaya berpeluang untuk mendapatkan Bitcoin dalam jumlah banyak dalam jangka panjang, terlepas dari harga naik ataupun turun.
Kepercayaan itu tercermin dari tingkat hash rate Bitcoin yang meningkat, terlebih-lebih sejak Desember 2018 yang melejitkan Bitcoin dari US$3.100 menjadi US$13.800 pada Juni 2019.
Penambangan Bitcoin, dengan metode cloud mining, misalnya serupa dengan bisnis konvensional yang dilakukan orang-orang berpengalaman di bidangnya. Dengan harga Bitcoin saat ini, dalam waktu sampai 3 tahun, pengguna cloud mining bisa balik modal. Tapi, itu sangat bergantung pada kekuatan penambangan yang dipilih.
Dalam situs web-nya, Mining City menawarkan sejumlah paket cloud mining dengan biaya yang sangat terjangkau. Paket termurah mulai dari US$500, dengan komputasi penambangan hingga 5 TH/detik. Paket itu berjangka waktu hingga 1400 hari lamanya.
“Dengan jangka waktu yang sama, ada pula paket Gold, di mana kekuatan penambangannya mencapai 35 TH/detik,” kata Tedy Sutanto, salah seorang pengguna cloud mining di Mining City asal Indonesia.
Konferensi Pertambangan Bitcoin di Bali
Terkait dengan peluang cloud mining itu, perusahaan penambang Bitcoin “Mining City” akan hadir di Bali pada 10 Desember 2019 mendatang. Dalam konferensi bertaraf internasional itu, selain memaparkan sejumlah peluang berinvestasi melalui cara “Cloud Mining”, CEO Mining City, Greg Rogowski, juga akan menjawab pertanyaan dari ratusan peserta tentang peluang dan tantang pertambangan Bitcoin di masa depan. [Red]