Menjelang Natal, Bitcoin (BTC) malah menguat pada 18 Desember. Setelah menukik jauh ke US$6.559, Raja Aset Kripto itu melonjak pada malam hari ke US$7.337, hingga melampaui level pada 14 Desember 2019.
Spekulasi memang cenderung menguat sesaat hingga pagi hari 19 Desember lalu. Setelah itu BTC kembali jeblok ke US$7.034, lalu bergerak relatif sideway di US$7.187. Tercatat volume tertinggi di wilayah tren naik itu pada 19 Desember malam, lalu menurun menjelang sideway.
Penguatan itu seolah-olah menampik kekhawatiran sejumlah pihak, bahwa BTC bisa ambyar hingga US$6.000. Namun, penguatan baru itu justru masih menyimpan potensi penurunan kuat ke level psikologis itu.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Robby, Pendiri Rekeningku.com beberapa waktu lalu, secara historis, ketika hari Natal tiba, harga Bitcoin cenderung menurun, karena sejumlah banyak pemilik Bitcoin melakukan sell off.
“Saya berpendapat, jikalau harga mampu menembus di bawah price channel dan support level, yakni US$6.000, maka harga Bitcoin berpotensi turun terus. Saya setuju, bahwa trader harus memperhatikan level psikologis di US$6.000. Pun secara historis, ketika Desember, menjelang Perayaan Hari Natal, banyak investor yang melakukan cash out. Jadi, Bitcoin berpotensi turun terus setidaknya Rp90 juta-85 juta per BTC,” kata Robby.
Sebelumnya, Peter Brandt analis teknikal asal Amerika Serikat menyebutkan, bahwa Bitcoin berpotensi turun hingga US$4500 pada Juli 2020 mendatang. Itu bertepatan dengan moment Bitcoin Reward Halving.
Menurut Peter, siklus dua tahunan pada gerak parabolik benar adanya berdasarkan data historis. Brandt malah berkeyakinan, bahwa kelak Bitcoin bisa mencapai US$100.000, jika aset kripto itu masih mengikuti gerak parabolik tersebut. [vins]