Celah duplikasi file NFT (Non-Fungible Token) sejatinya sudah jadi rahasia umum, khususnya bagi yang memahami aspek teknologinya. Ini pun bukan perkara sulit, karena semudah “copy and paste“.
Di sebuah toko NFT karya anak bangsa, terbitlah NFT berjudul Proklamasi by Damn! I Love Indonesia.
NFT itu mewakili (representing) satu file video berformat MP4 dengan still image tokoh proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno dan Hatta, sebagian bagian dari gambar itu.
Video juga memiliki suara, perpaduan antara lagu Indonesia Raya dan suara Soekarno membaca naskah proklamasi.
“Damn! I Love Indonesia” pada judul NFT itu merujuk pada Damniloveindonesia.com (PT Dinamika Anak Muda Nasional), perusahaan yang didirikan oleh aktor Indonesia, Daniel Mananta.
Identitas smart contract NFT itu adalah ini, diterbitkan di Binance Smart Chain (BSC): 0xb3A203eaadDA84c06891974cc0Dd992c627BCd5A.
Sedangkan address sang pembuat NFT itu adalah ini:
0x40b9e561f515f1bdad448927f9c857a42fdd661b.
Khusus di bagian smart contract, ini adalah identitas unik yang terekam di blockchain, tertaut dengan file video MP4 itu.
Artinya, itu sebagai penanda sahih, bahwa memang benar sudah diterbitkan dan bisa diverifikasi langsung di blockchain.
Duplikasi File NFT, Di Manakah Celahnya?
Sebagai catatan di sini, file digital dan smart contract pada prinsipnya disimpan di server yang berbeda.
Smart contract (berupa beberapa baris kode program), benar disimpan di blockchain dan datanya didistribusikan ke semua node (simpul) jaringan. Sehingga semua simpul menyimpan data yang serupa.
Sedangkan file digital-nya, atau dalam ini adalah file video MP4 di laman toko NFT itu, dapat dengan mudah disalin.
Caranya, cukup klik kanan dan pilih “Save Video As...”. Video pun terunduh ke komputer atau ponsel Anda.
Di sinilah letak titik krusial duplikasi-nya, karena file video itu bisa diterbitkan (minted) NFT-nya di toko lain dan siap dilelang.
Nah, bagi Anda yang memahami bahwa file itu disimpan di jaringan peer-to-peer Interplanetary File Systems (IPFS), sehingga file serupa bisa “ditolak” karena sudah tersimpan sebelumnya, ini juga masih ada celah.
Triknya adalah, file video itu disunting terlebih dahulu, sehingga data “pixel“-nya berubah. Ini yang menjadikan data “binary-nya” itu berbeda dengan file semula.
Masalahnya, tidak semua toko NFT memanfaatkan penyimpanan file menggunakan IPFS, sehingga file apapun dari toko NFT lain, bisa dijual di toko NFT lain.
Duplikasi File NFT Proklamasi
Inilah yang terjadi pada NFT Proklamasi by Damn! I Love Indonesia itu. Selain di toko NFT semula, file serupa ditemukan pula di toko NFT lain. Silahkan klik tautan ini untuk melihatnya.
Tentu saja lewat laman itu Anda bisa juga meng-“copas” file video-nya secara mudah. Namun, setelah terunduh, Anda wajib me-rename jenis ekstensi file-nya dari format FILE menjadi format MP4.
Kabar “duplikasi file” ini kami peroleh dari beberapa pembaca Blockchainmedia.id beberapa hari yang lalu.
Kami setuju dengan pendapat pembaca itu, bahwa satu-satunya NFT perdana memang hanya ada di toko NFT semula, sesuai klaim si pengelola toko, walaupun di situs Damniloveindonesia.com tidak ada keterangan resmi soal penerbitan NFT itu.
Duplikat tak identik NFT proklamasi itu, ketika artikel ini ditulis, masih tercantum “not for sell” alias “tidak untuk dijual”. Namun, status itu bisa saja diubah sebaliknya, atau file dihapus selamanya.
Nilai NFT Jadi Tereduksi
Narasi unik yang dilekatkan pada NFT pada hakikatnya tidak 100 persen benar. Benar ia unik dalam hal identitas berdasarkan smart contract dan terekam di blockchain dan kode-nya merujuk pada data file di server yang berbeda.
Ia tak unik, karena file yang direpresentasikannya mudah disalin dan diterbitkan NFT-nya di toko lain dengan identitas smart contract yang berbeda pula.
Dengan kata lain, celah duplikasi file yang terkait NFT, sejatinya mengurangi nilai dari NFT yang diklaim diterbitkan kali pertama.
Jikalau NFT di toko itu dijajakan seharga Rp5 juta, maka dengan celah ini, nilai sudah tereduksi, setidaknya secara teknikal.
Pekerjaan Rumah Pembela NFT
Dalam hal ini, perlu otoritas kelembagaan yang benar-benar mensahkan, mana yang “orisinal”, karena itu kali pertama NFT-nya diterbitkan. Inilah pekerjaan rumah pada pembela NFT di luar sana.
Kelembagaan ini pula, tentu saja bukanlah si empunya toko NFT, melainkan pihak lain yang relatif independen dan bisa dipercaya.
Contoh terbaik dalam skenario “otoritas kelembagaan” seperti ini adalah, rumah lelang Sotheby’s dan Christie’s yang beberapa bulan lalu sebagai perantara lelang NFT Everydays: The First 5000 Days karya “Beeple” (Mike Winkelmann).
Satu file JPG yang mengandung 5 ribu gambar itu terjual lewat proses lelang, US$69 juta (Rp993,8 milyar dengan kurs saat ini).
Namun, di kekinian NFT, karena ia masih baru dan berhasil menyelamatkan kantong ratusan seniman, penyanyi dan aktor-aktris ternama dari seretnya pemasukan selama pandemi, celah seperti ini “diterima” saja dulu.
Atau dengan cara berpikir yang agak “ganjil”, sebenarnya tidak perlu “membeli NFT” di toko awal itu, karena Anda bisa mendapatkannya secara “gratis” berupa file video MP4-nya. [ps]