Perdebatan soal Bitcoin, apakah tetap menggunakan Proof-of-Work (PoW) atau beralih menggunakan Proof-of-Stake (PoS) memuncak, ketika beberapa hari lalu Greenpeace Amerika Serikat dan Ripple Labs bekerjasama untuk mulai “merayu” ekosistem Bitcoin agar bisa beralih ke PoS demi menyelamatkan bumi. “Change the Code, Not the Climate“, nama gerakan itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Greenpeace harus lebih getol melawan “kelompok garis keras” pembela Bitcoin?
OLEH: Dimaz Ankaa Wijaya, Ph.D
Peneliti Teknologi Blockchain di Universitas Deakin, Australia
Algoritma konsensus blockchain berjenis Proof-of-Stake (PoS) semakin berkibar di tengah maraknya isu pemanasan global. Sistem konsensus ini dicetuskan pertama kali oleh Sunny King dan Scott Nadal melalui whitepaper Peercoin pada 19 Agustus 2012, atau sepuluh tahun yang lalu.
Kemunculan Peercoin ini, pada masanya, tidak terlalu menarik perhatian, karena euforia Proof-of-Work (PoW) yang tersemat pada Bitcoin sedang tinggi-tingginya. Kala itu, para penambang sedang mencari cara paling cepat dan mudah untuk menambang Bitcoin melalui penciptaan alat penambangan baru maupun pencarian lokasi dengan sumber energi paling murah.
Sedekade kemudian, baru kita sadari bahwa kreasi Sunny King ini sangat penting. Peercoin, sayangnya, muncul terlalu cepat sehingga tidak mendapatkan sorotan sebanyak yang seharusnya. Para stakeholder kripto belum menyadari bahwa operasi aset kripto akan menghabiskan energi listrik sebesar sekarang ini.
Bitcoin misalnya, membutuhkan total listrik sebesar 91 TWH setiap tahun. Konsumsi listrik sebesar ini setara dengan Finlandia, negara dengan 5,5 juta penduduk. Jumlah konsumsi ini bisa jadi akan semakin membesar apabila muncul penambang baru, atau jika penambang lama memperbesar kapasitas operasional mereka. Skenario ini bukanlah mustahil, karena banyak pengamat memprakirakan bahwa harga Bitcoin akan meningkat dari tahun ke tahun.
Greenpeace dan Kode Bitcoin Itu
Para pegiat dan aktivis lingkungan dan mereka yang mulai menyadari dampak pemanasan global mencoba untuk mempertanyakan justifikasi dari penggunaan energi sebanyak itu hanya untuk menambang Bitcoin.
Gerakan global untuk memerangi perubahan iklim seakan menjadi oposan keras bagi para pegiat aset kripto terutama Bitcoin yang punya nilai aset terbesar. Greenpeace beberapa hari lalu misalnya, semakin mencoba melakukan lobi-lobi dan kampanye untuk mendorong perubahan industri aset kripto menjadi lebih ramah lingkungan.
Di saat Ethereum sedang bersiap untuk mengganti sistem konsensus mereka dari PoW ke PoS, tidak ada inisiatif serupa di Bitcoin untuk melakukan hal yang sama. Ethereum telah menyusun sebuah rencana jangka panjang untuk mengadopsi PoS di dalam fase yang mereka sebut sebagai Serenity atau Ethereum 2.0.
Perangkat penambangan Ethereum berupa kartu grafis (GPU) pun sudah mengalami penurunan harga yang sangat signifikan. Di tahun ini, kita melihat diskon kartu grafis kecepatan tinggi setidaknya sebesar 20 persen. Penurunan harga ini disinyalir karena sistem Ethereum semakin mendekat pada fase “merge” atau adopsi total sistem PoS yang baru dan meninggalkan PoW sama sekali.
Di lain sisi, Bitcoin telah menjelma menjadi bidang industri raksasa. Hal ini tercermin dari total valuasi pasar di kisaran angka US$900 miliar dengan total dominasi pasar 41,6 persen. Tidak hanya itu, para penambang Bitcoin umumnya telah berinvestasi besar-besaran untuk membangun infrastruktur penambangan yang umumnya tidak kecil. Sebagai contoh, Bootstrap Energy telah mempersiapkan investasi sebesar US$1,3 miliar untuk membangun infrastruktur pendukung penambangan Bitcoin di Corpus Christi, Texas.
Tren penambangan ini berbeda dengan yang terjadi di Ethereum yang umumnya merupakan penambang-penambang kecil kelas rumahan dengan tak lebih dari 10 perangkat GPU. Investor yang telah mengeluarkan investasi raksasa tentunya tak mau uang investasinya menguap. Dengan kata lain, pekerjaan untuk mengajak para penambang untuk hijrah dari PoW ke PoS pastinya akan sangat sulit di ekosistem Bitcoin. Apalagi bila para investor besar tersebut belum cuan!
Tidak hanya soal jumlah investasi saja hambatan di Bitcoin. Ekosistem Bitcoin terkenal cukup alergi dengan perubahan yang signifikan. Tengok saja sejarah perdebatan Bitcoin soal solusi skalabilitas yang disebut The Great Bitcoin Scaling Debate.
Pertarungan Ubah Skalabilitas Bitcoin
Pertarungan ide skalabilitas ini memakan waktu bertahun-tahun, yang pada akhirnya berujung pada hard fork Bitcoin dan Bitcoin Cash. Apalagi soal migrasi PoW ke PoS, pastinya akan memancing debat panjang dan sengit. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh karakteristik kepemimpinan (leadership) di ekosistem Bitcoin. Ethereum memiliki Ethereum Foundation (EF) yang memimpin hampir semua inovasi terkait Ethereum.
EF dikenal royal memberikan sponsor dalam bentuk dukungan resmi maupun bantuan dana kepada pihak-pihak yang mengembangkan teknologi berbasis Ethereum. Berbeda halnya dengan Bitcoin Foundation yang cukup pasif. Dua pendekatan berbeda ini, bisa jadi, karena perbedaan ketebalan kantong di antara dua foundation ini.
Sudah jadi rahasia umum bahwa EF dan Vitalik Buterin kaya raya dari tingginya harga Ether di pasaran. Sementara, “Satoshi Nakamoto yang seharusnya mensponsori pengembangan sistem”, tak pernah sekalipun mencairkan BTC-nya untuk mendanai research and development di Bitcoin. Akibatnya, terjadi stagnasi di teknologi Bitcoin, yang hanya mengandalkan donasi perusahaan-perusahaan mapan seperti Blockstream.
Menyadari hambatan besar di Bitcoin, Greenpeace dan para pecinta lingkungan harus lebih giat lagi dalam menekan para pelaku industri Bitcoin, terutama dari kalangan penambang, agar rela bermigrasi ke sistem PoS yang lebih ramah lingkungan.
Tak hanya itu, pendanaan riset dan pengembangan PoS Bitcoin juga harus disiapkan, bila tak ingin rencana ini berhenti sia-sia. [ps]