Metaverse Tiongkok disebut oleh Morgan Stanley bisa bernilai US$8 triliun, berkat keterlibatan perusahaan Tencent, Alibaba hingga ByteDance.
Sementara itu, perusahaan di Amerika Serikat (AS) seperti induk Facebook (Meta) dan Microsoft menerapkan konsep metaverse, perusahaan Tiongkok mengambil pendekatan yang lebih hati-hati di tengah regulasi yang lebih ketat.
Morgan Stanley mengatakan, bahwa metaverse Tiongkok dapat terlihat sangat berbeda dengan negara-negara lain di dunia karena sensor pemerintah, aturan ketat pada sektor teknologi, dan tindakan keras Beijing terhadap kripto.
Ini kuat relasinya dengan kebijakan Tiongkok tahun lalu, yang melarang penambangan dan transaksi kripto di dalam negeri. Tapi akhirnya justru mendukung pengayaan metaverse dan NFT (non-fungible token), yang punya irisan tipis dengan dunia kripto.
Proyeksi oleh perusahaan Morgan Stanley soal metaverse Tiongkok, mencerminkan seberapa besar investasi dari negara itu di komponen baru bisnis masa depan ini. Sekadar mengingatkan bahwa Tiongkok adalah negara bernilai ekonomi terbesar kedua setelah AS.
Raksasa teknologi Tiongko mulai berinvestasi di metaverse, dunia realitas virtual, tempat orang beraktivitas selayaknya dunia nyata. Ia bertumpu pada kekuatan game 3 dimensi interaktif, sebagaimana yang tertuang jelas di Decentraland.
Semuanya berawal dari perusahaan Facebook (menjadi Meta sejak akhir Oktober 2021) menggaungkan bahwa metaverse akan jadi tumpuan masa depan Internet. Meta sudah mempersiapkan segalanya, mulai dari platform hingga alatnya, Oculus.
Microsoft dan Apple pun memainkan nada serupa. Bulan lalu Microsoft membeli perusahaan pembuat game besar, Blizzard Activision dengan nilai lebih dari Rp900 triliun. Bos Microsoft memastikan, bahwa metaverse jadi tumpuan utama pengembangan.
Bagaimana dengan Tiongkok, termasuk lewat Hong Kong, yang pada tahun lalu, sukses memberangus bisnis tambang kripto dan melarang segala bentuk transaksi kripto di negerinya?
Sepintas itu seperti larangan total, tetapi tidak dengan hal lain yang masih beririsan, tetapi menguntungkan dan bisa dikendalikan secara terpusat. Itulah NFT dan metaverse sebagai mediumnya.
Bernilai Triliunan Dolar
Morgan Stanley, berdasarkan catatan mereka pada bulan lalu, menyebutkan bahwa bisnis metaverse Tiongkok bisa mencapai 52 triliun yuan, atau sekitar US$8 triliun.
Perusahaan seperti Tencent, NetEase (pemilik TikTok ByteDance dan Alibaba) bisa menjadi yang terdepan dalam bidang ini di antara perusahaan Internet di Tiongkok.
Hal senada disampaikan Winston Ma, Managing Partner di CloudTree Ventures. Menurutnya metaverse adalah masa depan jejaring sosial. Semua raksasa teknologi Tiongkok harus merangkulnya untuk menemukan cara baru untuk melibatkan generasi termuda dari pengguna Internet.
Demi Metaverse, Microsoft Beli Activision Blizzard, Setara Rp986,46 Triliun
“Langkah itu yang sangatlah penting mengingat model model bisnis mereka saat ini mengandalkan matangnya penggunaan smartphone dan Internet selular,” katanya.
Pada November 2021, CEO Tencent Pony Ma mengatakan metaverse akan menjadi peluang untuk menambah pertumbuhan ke industri yang ada seperti game. Tencent adalah perusahaan game terbesar di dunia dengan portofolio game PC dan selular yang kuat.
Tencent juga memiliki WeChat, layanan perpesanan cepat dengan lebih dari satu miliar pengguna yang memiliki aspek media sosial.
Ma mengatakan pihaknya memiliki banyak teknologi dan struktur keahlian untuk mengeksplorasi dan mengembangkan metaverse.
Sementara itu, ByteDance telah melakukan ekspansi agresif ke dalam game selama setahun terakhir.
Pada Agustus 2021, perusahaan mengakuisisi pembuat headset realitas virtual Pico.
ByteDance juga memiliki TikTok, aplikasi video pendek dan Douyin di Tingkok. Perusahaan yang berkantor pusat di Beijing ini telah meletakkan dasar metaverse: yakni realitas virtual, media sosial dan game.
Raksasa Alibaba Masuk Metaverse
Alibaba secara senyap-senyap, berencana untuk meluncurkan kacamata augmented reality untuk pertemuan virtual. Augmented reality mengacu pada gambar virtual yang dihamparkan di dunia nyata.
Sekali lagi, ini bisa menjadi permainan di metaverse. Raksasa e-commerce meluncurkan “influencer virtual” bernama Dong Dong untuk Olimpiade Musim Dingin di Beijing.
Avatar digital dapat ditemukan di aplikasi belanja Taobao Alibaba dan memberikan fakta tentang Olimpiade dan juga mempromosikan barang-barang yang terkait dengan Olimpiade.
NetEase, salah satu raksasa game Tiongkok lainnya, telah mendirikan markas baru di Provinsi Hainan yang berfokus pada pengembangan aplikasi metaverse, menurut media lokal belum lama ini.
Ada pula Baidu, meluncurkan aplikasi metaverse tahun lalu yang disebut XiRang, semacam dunia virtual yang dapat menampung hingga 100.000 orang sekaligus. Eksekutif Baidu mengatakan itu bisa memakan waktu enam tahun lagi sampai peluncuran penuh.
Peraturan Ketat yang Mendukung
Peraturan yang ketat di pasar teknologi oleh Beijing, pada dasarnya tetap akan mendukung besarnya bisnis metaverse dan produk-produk terkait. Analis mengatakan undang-undang yang ada ini kemungkinan akan digunakan untuk mengatur metaverse juga, bahkan ketika yang baru sedang dikembangkan.
“Tiongkok sangat pintar dalam hal ini. Ia tahu kapan dan di mana ia harus cukup dekat sehingga dapat mengawasi dengan cermat lalu mengendalikan,” kata Hanyu Liu, analis pasar China di Daxue Consulting, kepada CNBC.
Hal lain, mengingat di metaverse pada umumnya mengandalkan kripto untuk membeli tanah virtual ataupun digital item di dalamnya dengan “kripto biasa” seperti USDT ataupun ETH, di metaverse Tiongkok, hal ini sangat tidak memungkinkan.
Hal paling mungkin adalah metaverse itu dibangun di proyek Blockchain Service Network (BSN) dengan alat transaksinya adalah yuan digital. Uang digital bank sentral ini dikebut sejak 2014 dan diujicoba kali pertama mulai tahun 2020. [ps]