James Howells, yang kehilangan dompet Bitcoin berisi 7.500 Bitcoin (sekarang setara Rp3,6 triliun) pada tahun 2013, ternyata belum menyerah. Belum lama ini dia meluncurkan misi baru, selama 365 hari mencari harta itu di antara tumpukan sampah di sebuah TPA di Kota Newport, Inggris. Perusahaan kaya raya mendanai misi itu.
Pada tahun 2013, Howells secara tak sengaja membuang sebuah hard disk ke tong sampah di kantornya.
Teknisi teknologi informasi itu mengaku membuangnya karena punya 2 unit yang penampakannya serupa.
Nah, karena dianggap sudah usang dan mungkin tak dapat dipakai lagi, jadilah dia membuang 1 unit.
Masalahnya isi hard disk itu tak sembarangan. Di dalamnya tersimpan private key dan kata sandi untuk mengakses Bitcoin. Secara teknis, hard disk itu adalah dompet Bitcoin. Total, ada sekitar 7.500 BTC milik Howells yang dikumpulkannya sejak tahun 2009.
Masalahnya lagi, setelah berbulan-bulan ia baru sadar hard disk penting itu tak ia temukan di manapun.
Setelah ingat pernah membuangnya di tong sampah, ia pun berkesimpulan, dompet Bitcoin itu sudah berada di sebuah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di kota itu.
Hingga pada tahun 2014, kabar kehilangan harta bernilai itu baru mencuat ke media dan sempat menjadi buah bibir netizen.
Sejak tahun itu pula Howells sudah meminta izin kepada dewan kota dan sejumlah pejabat agar mengizinkannya mencari hard disk itu.
Namun malang nian nasib Howells, semua “orang penting” di kota itu menolak hasrat Howells.
Alasannya, menurut Howells, dewan kota enggan mengeluarkan anggaran daerah untuk urusan semacam itu.
Pasalnya, selain tidak mudah dan biayanya tidak murah, juga bisa mengganggu lingkungan. Hal lain, kecil kemungkinan bisa ditemukan.
Padahal Howell sudah menjanjikan bagi hasil sebanyak seperempat, jika Bitcoin-nya kembali dengan selamat.
Misi Baru 365 Hari: Lobi-lobi dan Mengorek Sampah
8 Juli 2021 lalu, kepada Sun, Howells mengatakan terus melanjutkan upaya pencarian. Ia tak pantang menyerah dan meluncurkan misi 365 hari untuk mengorek gunungan sampah di TPA seluas 200 meter persegi itu.
Pasalnya, satu perusahaan kaya raya sudah menyiapkan dana milyaran rupiah untuk membantunya.
Duit itu akan digunakan untuk menyewa alat-alat pendeteksi, seperti radar khusus ber-X-ray berteknologi kecerdasan buatan senilai 500 ribu pound (Rp10 milyar), termasuk alat pembersih polusi yang bisa menelan biaya setidaknya 100 ribu pound.
“Setelah saya memantau dari udara, saya perkirakan hard disk itu berada di antara 300 ribu sampai 400 ribu ton sampah dengan kedalaman bisa mencapai 15 meter. Cara yang saya tawarkan ini aman bagi lingkungan, setelah saya berdiskusi dengan banyak ahli,” kata Howells.
Bagi Howells itulah peluang satu-satunya dan mungkin terakhir. Itu pun jika dewan dan pejabat kota mengizinkan masuk TPA. Artinya, 365 hari itu adalah termasuk aksi lobi-lobi lanjutan.
Hingga kemarin, Jumat, 9 Juli 2021, dewan kota lewat juru bicaranya masih kukuh dengan keputusannya, tidak akan membantu Howells, berapapun duit yang disiapkan.
“Biaya menggali tempat pembuangan sampah, menyimpan dan mengolah limbah bisa mencapai jutaan pound. Lagipula tak ada jaminan untuk menemukan hard disk itu atau masih berfungsi,” kata juru bicara itu.
Doa Serupa Sejagat
Perjuangan bapak beranak dua ini memang patut dipuji, walaupun usaha ambisius ini ibarat mencari jarum di tumpukan jerami.
Kesannya memang mustahil, tetapi siapa tahu jika Howells beruntung setelah melobi Ratu Inggris, maka itu akan tercatat dalam sejarah “per-bitcoin-an” planet ini.
Di atas itu semua, jika itu terjadi, Bitcoiner sejagat punya doa serupa: “Ya, Tuhan dan atas nama Satoshi, Howells jangan sampai menjual BTC-nya sekaligus!” [red]