Investor institusi semakin dalam terlibat di Bitcoin dan uang kripto lain, sementara jumlah investor ritel tetap stagnan. Hal tersebut dinyatakan laporan terbaru dari Morgan Stanley, Coin Desk melansir, Kamis (1/11).
Dalam pembaruan terhadap laporan “Deskripsi Bitcoin: Pelajaran Singkat dan Implikasi,” divisi riset bank global tersebut menyelami Bitcoin selama enam bulan terakhir dan menyoroti beragam tren. Laporan itu dirilis pada tanggal 31 Oktober.
Hal yang penting dicatat, laporan Morgan Stanley menekankan pandangan penulisnya soal tesis pasar yang berubah pesat, di mana Bitcoin sebelumnya didefinisikan sebagai uang digital yang dipercaya secara penuh oleh investor. Definisi tersebut kemudian diperbarui menjadi Bitcoin untuk solusi isu di sistem keuangan, sistem pembayaran baru dan kini sebagai kelas investasi institusi baru.
Berbagai isu dan penemuan tentang ekosistem Bitcoin membuat tesis tersebut terus berubah. Laporan itu membahas soal pembukuan tetap yang merekam semua transaksi, sejumlah peretasan, hard fork, teknologi-teknologi baru yang lebih murah dibanding Bitcoin, volatilitas pasar dan lainnya.
Oleh karena itu, penulis Morgan Stanley menjelaskan tesis pasar saat ini melihat Bitcoin sebagai “kelas investasi institusi baru,” dan sudah demikian selama hampir satu tahun. Jumlah aset kripto yang berada di bawah manajemen pihak ketiga meningkat sejak Januari 2016, dimana US$7,11 miliar sedang disimpan oleh hedge fund, perusahaan modal ventura dan firma ekuitas privat.
Laporan tersebut melanjutkan, fakta bahwa institusi keuangan besar semakin terlibat di industri Bitcoin mendukung tesis ini. Contoh keterlibatan institusi adalah divisi layanan kripto baru Fidelity, investasi di Seed CX, BitGo dan Binance, persetujuan regulasi serta putaran penggalangan investasi Coinbase.
Kendati demikian, laporan Morgan Stanley menyebut ada tiga isu yang menghambat investasi di uang kripto: ketidakjelasan regulasi, kurangnya solusi kustodian teregulasi dan kurangnya jumlah institusi keuangan besar di sektor ini.
Laporan tersebut juga menjelajahi topik populer seperti stablecoin, jenis kripto yang ingin membuat stabilitas harga.
Perdagangan Bitcoin terhadap stablecoin USD-Tether (USDT) semakin meningkat, laporan tersebut menulis, merujuk kepada token kontroversial yang didukung dolar dan dioperasikan oleh Tether. Setengah semua perdagangan Bitcoin saat ini dilakukan terhadap aset digital lain, sebuah tren yang berawal dari tahun lalu.
Penulis laporan itu menjelaskan bertambahnya perdagangan BTC-USDT disebabkan banyak bursa kripto tidak menerima uang fiat.
“USDT mengambil porsi volume perdagangan Bitcoin seiring harga kripto yang menurun. Hal ini terjadi karena banyak bursa hanya memperdagangkan kripto ke kripto dan bukan kripto ke fiat. Perdagangan kripto ke fiat membutuhkan sektor perbankan yang menagih biaya lebih tinggi. Setelah harga Bitcoin jatuh, jatuh juga harga kripto lain, sehingga bila pemilik ingin menguangkan Bitcoinnya, mereka harus menggunakan aset lain yang mendekati valuasi Dolar AS,” jelas laporan tersebut.
Startup-startup kripto kini mengikuti tren tersebut, dimana bursa dan perusahaan lain membuat stablecoin mereka sendiri sebagai bagian dari gelombang perkembangan berikutnya.
Kendati demikian, periset Morgan Stanley berpendapat tidak semua stablecoin akan berhasil. Hanya stablecoin dengan biaya transaksi terendah, likuiditas tertinggi dan struktur regulasi jelas yang akan diadopsi secara luas. [ed]