Nasib Dolar AS Setelah Prancis dan Iran Serukan Batasi Penggunaan Greenback

Dedolarisasi kini menjadi kata yang tidak begitu asing, setelah adanya langkah untuk mengubah nasib dolar AS, melemahkan dominasi globalnya.

Sebelumnya, aliansi BRICS telah mengumumkan untuk menggunakan mata uang sendiri dalam transaksi internasional, menghilangkan keterlibatan dolar AS di dalamnya.

Langkah ini menginspirasi beberapa negara berkembang, karena dapat meminimalisir biaya konversi, sekaligus menghilangkan dominasi mata uang AS di dalam transaksi yang sejatinya tidak membutuhkannya.

Nasib Dolar AS Kian Merana

Berdasarkan laporan Reuters, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa Eropa tidak tertarik pada krisis di Taiwan, serta kebijakan dari AS dan Tiongkok.

Menurut Macron, Eropa seharusnya menjadi kubu ketiga antara Tiongkok dan AS, bukannya mempercepat konflik. Pernyataan ini dibuat pasca pertemuan Macron dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping.

“Hal terburuk adalah berpikir bahwa kita orang Eropa harus menjadi pengikut topik ini dan beradaptasi dengan ritme Amerika atau reaksi berlebihan Tiongkok,” tambahnya.

Selain itu, Macron menilai bahwa Eropa harus mendanai industri pertahanannya dengan lebih baik, termasuk mengembangkan sumber energi terbarukan dan nuklir guna mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Tidak hanya Prancis, Iran pun berniat mengurangi dominasi Barat atas ekonomi global, membawa nasib dolar AS ke posisi yang tidak menyenangkan.

CN News English melaporkan, seorang Pejabat Iran mengatakan perlunya mengurangi pengaru dolar AS pada perdagangan regional dan internasional.

Ide tersebut hadir setelah pertemuan Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran (SNSC), Ali Shamkhani, dan Pembantu Presiden Rusia, Igor Levitin, di Teheran, ibu kota Iran.

Ali mengungkapkan bahwa, langkah pengurangan tersebut telah dimulai dan ada banyak negara yang mengikuti langkah tersebut.

Menurutnya, inisiatif antara Iran dan Rusia akan menjadi langkah yang efektif untuk melawan sanksi ilegal Barat sampai ke akarnya.

The Jerusalem Post melaporkan, keduanya juga membahas proyek bersama yang sedang berlangsung, yaitu Koridor Transportasi Utara-Selatan (NSC).

Proyek NSC digambarkan Ali Shamkhani sebagai peran yang menentukan dalam mengubah geometri transit barang di wilayah Iran, Rusia, Azerbaijan dan negara-negara lain di wilayah Asia dan Eropa.

NSC secara khusus dihadirkan untuk menciptakan jaringan baru guna menghindari AS dan Barat, seiring adanya sanksi terhadap Iran. Iran dan Rusia kini berstatus menerima sanksi dari AS.

Tidak hanya itu, Levitin mengatakan bahwa Rusia telah siap untuk melakukan investasi di berbagai sektor ekonomi Iran, seperti pada industri baja, minyak dan petrokimia. [st]

 

 

Terkini

Warta Korporat

Terkait