IKLAN
Banner IUX

Nasib Dolar di Ujung Tanduk, Ada Peluang Besar Buat Kripto

Banner IUX

Meskipun statusnya sebagai mata uang cadangan utama dunia masih belum tergantikan, nasib dolar AS kini di ujung tanduk, menghadapi tekanan yang makin nyata di tengah dinamika ekonomi global.

Laporan terbaru JPMorgan menyebutkan bahwa pangsa dolar dalam cadangan devisa global saat ini berada di kisaran 58 persen.

Angka tersebut masih jauh di atas mata uang lain seperti euro, yuan, atau yen, namun tren jangka panjang menunjukkan kecenderungan penurunan seiring dengan meningkatnya diversifikasi aset oleh bank-bank sentral ke instrumen seperti emas.

Kredibilitas dolar tetap tinggi karena kekuatan institusional dan kedalaman pasar keuangan AS. Namun, JP Morgan menyoroti bahwa valuasi dolar yang berada pada titik awal yang tinggi membuka ruang untuk pelemahan lebih lanjut.

Fenomena ini pernah terjadi pada periode 2002 hingga 2008, di mana indeks dolar mengalami penurunan signifikan secara bertahap akibat kombinasi dari defisit perdagangan AS, aliran modal keluar, serta perubahan kebijakan suku bunga oleh The Fed.

Selain itu, faktor-faktor yang tengah berkembang saat ini juga mencerminkan situasi serupa.

Nilai tukar dolar kembali menguat selama pandemi dan konflik geopolitik, namun tekanan dari defisit neraca perdagangan yang terus melebar, aliran investasi global yang kian menyebar ke luar AS, serta arah kebijakan moneter yang tidak konsisten menjadi indikator potensi koreksi ke depan.

BACA JUGA:  Ray Dalio Beri Sinyal: Crypto Semakin Menarik

Jika tren ini terus berlanjut, pelemahan multi-tahun terhadap dolar bukan hal yang mustahil terjadi.

Pemecatan Gubernur The Fed Picu Gejolak Tambahan

Nasib dolar semakin diperumit oleh perkembangan politik terbaru. Presiden Donald Trump dilaporkan telah memecat Lisa Cook dari jabatannya sebagai Gubernur The Fed.

Pemecatan ini dilakukan atas dasar tuduhan bahwa Cook telah melakukan kesalahan dalam pelaporan kepemilikan properti yang digunakan untuk pengajuan hipotek pada 2021. Kasus tersebut kini telah dirujuk ke Departemen Kehakiman AS untuk investigasi lebih lanjut.

Langkah Trump menuai sorotan karena dinilai dapat memengaruhi persepsi publik terhadap independensi bank sentral. Pasar merespons pemecatan tersebut dengan reaksi negatif.

Imbal hasil obligasi jangka pendek turun, sementara indeks dolar mengalami tekanan. Ketidakpastian seputar pengganti Cook dan arah kebijakan moneter ke depan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pelaku pasar dan investor global.

Di tengah situasi ini, sinyal ketidakstabilan politik dan arah kebijakan ekonomi AS menjadi faktor penting yang turut berkontribusi terhadap potensi fluktuasi dolar dalam waktu dekat maupun menengah.

Refleksi Sejarah: Krisis 2008 dan Lahirnya Alternatif

Untuk memahami risiko pelemahan dolar, pelajaran dari masa lalu perlu menjadi rujukan. Pada 31 Oktober 2008, dunia berada di puncak krisis keuangan global yang disebabkan oleh runtuhnya pasar perumahan di AS.

BACA JUGA:  Altcoin SOL Jumbo Hampir 1 Triliun Rupiah Masuk ke Crypto Exchange Besar

Ketika itu, bank-bank besar di AS dan Eropa mengalami kerugian besar akibat paparan terhadap aset berbasis subprime mortgage. Pasar saham global merosot tajam, tingkat pengangguran melonjak, dan kepercayaan terhadap sistem keuangan anjlok.

The Fed menurunkan suku bunga secara agresif dan meluncurkan berbagai program penyelamatan untuk menyokong sistem perbankan. Namun, situasi saat itu begitu genting sehingga tidak sedikit investor yang mulai mempertanyakan stabilitas keuangan global berbasis mata uang fiat.

Menariknya, pada hari yang sama, di tanggal 31 Oktober 2008, muncul sebuah dokumen revolusioner. Satoshi Nakamoto merilis whitepaper berjudul “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System.”

Dokumen tersebut memperkenalkan konsep uang digital terdesentralisasi yang tidak bergantung pada perantara seperti bank atau institusi keuangan.

Peluncuran konsep ini menjadi respons langsung terhadap krisis kepercayaan pada sistem moneter tradisional dan menandai lahirnya era baru dalam sistem keuangan global.

Sejak saat itu, Bitcoin dan kripto lainnya terus tumbuh, menjadi alternatif bagi mereka yang mencari sistem keuangan yang lebih terbuka dan tahan terhadap intervensi institusional.

BACA JUGA:  Solana Tembus US$217, Peluang Menuju US$300 Semakin terbuka

Dampak ke Aset Kripto: Momentum Baru hingga 2030

Pelemahan dolar yang berpotensi berlanjut hingga tahun-tahun mendatang dapat menjadi katalis penting bagi pasar kripto. Dalam kondisi ketidakpastian moneter, aset digital seperti Bitcoin kembali diposisikan sebagai pelindung nilai dan sarana diversifikasi.

Seiring dengan menurunnya kepercayaan terhadap kebijakan moneter terpusat, adopsi kripto secara global diperkirakan akan meningkat pesat antara 2025 hingga 2030.

Negara-negara berkembang, yang paling rentan terhadap fluktuasi dolar dan kebijakan The Fed, mulai menjajaki penggunaan stablecoin atau bahkan aset kripto sebagai alternatif dalam perdagangan lintas negara.

Di sisi lain, perusahaan manajemen aset juga menunjukkan minat yang lebih besar terhadap eksposur kripto sebagai bagian dari strategi lindung nilai terhadap gejolak fiat.

Bila tren ini terus berlanjut, pelemahan dolar justru akan mempercepat pergeseran menuju sistem keuangan yang lebih terbuka dan terdesentralisasi, sebuah narasi yang kali pertama ditanamkan oleh Satoshi Nakamoto, tepat di tengah reruntuhan krisis 2008.

Dengan kompleksitas faktor ekonomi, politik dan teknologi yang terus berkembang, masa depan dolar tak lagi bisa dipandang statis. Dominasi dolar mungkin tetap bertahan, tetapi tidak lagi tanpa tantangan. [st]


Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.

Terkini

Warta Korporat

Terkait