Dua pakar keuangan independen dari Washington menduga Korea Utara (Korut) semakin intensif menggunakan kripto untuk menghindari sanksi Amerika Serikat (AS), seperti dilaporkan Asia Times. Pakar itu, Lourdes Miranda dan Ross Delston, berkata Pyongyang membuat kripto sendiri dan juga mungkin menggunakan kripto popular seperti Bitcoin.
“Korut mungkin mendapatkan kemudahan membuat rekening bank secara daring dan menggunakan identitas samaran dari negara lain. Dan tentu saja memanfaatkan jalur komunikasi anonim untuk menyembunyikan lokasi dan pemakaian internetnya,” ujar Miranda.
Delston dan Miranda menekankan Korut sangat mungkin akan membangun blockchain sendiri untuk mengubah catatan transaksi publiknya agar terlihat berasal dari sumber yang sah. Selanjutnya, Korut akan membuat layanan dompet kripto mereka sendiri.
Mereka juga yakin Korut telah cukup lama menambang kripto, khususnya Bitcoin dan dijual di bursa kripto di Eropa. Hasil penjualan tentu saja berupa dolar AS tanpa disertai sanksi yang menyulitkan. Namun demikian, kedua peneliti itu tidak yakin seberapa besar skala operasi kripto Korut.
Di awal tahun ini kepada The Hill, Priscilla Moriuchi, seorang mantan pejabat keamanan siber NSA, mengatakan Korut meraup sekitar US$15-200 juta dari penambangan dan penjualan kripto.
“Korut mencari cara lain untuk mendapatkan kripto, termasuk penambangan Bitcoin dan Monero, pembayaran tebusan dalam bentuk Bitcoin atas serangan virus WannaCry yang terjadi bulan Mei 2017 silam, serta mengajarkan soal kripto kepada para pelajar Korut pada November 2017,” kata Moriuchi.
Seperti dilaporkan CCN awal September, musuh AS, termasuk Iran, Korea Utara, Rusia, dan Venezuela beralih ke kripto untuk melawan tekanan ekonomi dari AS dan sekutunya. Petro besutan Venezuela, yang dipatok harga minyak misalnya, dilarang beredar di AS. Pada Mei 2018, Presiden Trump melarang warga AS membeli, memperdagangkan atau bertransaksi dengan Petro, dikarenakan tindakan pemerintah Maduro itu yang mencoba mengakali sanksi AS menggunakan uang digital.
Selain itu, Iran belum lama ini mengumumkan rencana pembuatan uang kripto nasionalnya sebagai respon terhadap sanksi AS. Kripto nasional Iran tersebut disinyalir dipatok harga rial dan dibangun memakai teknologi Hyperledger Fabric yang dikelola Linux Foundation dan IBM. [ed]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.