Pasar kripto kemarin, Selasa (6/8/2024), yang sempat mengalami sentimen Extreme Fear, dinilai sebagai indikator alias sinyal pembelian. Ketika itu pasar kripto memang ambruk sangat cepat dan kurang dari 24 jam pulih tipis di wilayah hijau.
Pada Selasa (6/8/2024) sinyal Crypto Fear & Greed Index dari Alternative.me menunjukkan bahwa pasar kripto mengalami sentimen Extreme Fear. Pantauan per Rabu petang sentimen sudah menjadi “Fear“.
Dalam konteks kripto itu mengacu pada kondisi pasar di mana ketakutan dan kepanikan sangat tinggi di antara para investor. Ini biasanya terjadi karena berbagai faktor, termasuk penurunan harga yang tajam, penurunan harga yang signifikan dalam waktu singkat, berita negatif atau masalah teknis dengan platform kripto dapat menyebabkan kepanikan, ketidakpastian ekonomi, ataupun penjualan secara massal.
Indikator sentimen ini sering diukur dengan berbagai indeks, seperti Crypto Fear & Greed Index, yang menilai sentimen pasar berdasarkan faktor-faktor seperti volatilitas, volume perdagangan, dan media sosial.
Dalam keadaan Extreme Fear, banyak investor cenderung menjual aset mereka untuk menghindari kerugian lebih lanjut, yang seringkali dapat menyebabkan penurunan harga lebih lanjut dan memperparah situasi. Namun, beberapa investor melihat ini sebagai peluang untuk membeli aset dengan harga lebih rendah, dengan harapan harga akan pulih di masa mendatang atau secara disingkat ditafsirkan sebagai sinyal pembelian.
Strategi Potensial Bagi Investor: Sinyal Pembelian
Indeks Fear & Greed yang mengukur sentimen pasar berdasarkan data volatilitas, market momentum, dan sosial media, menunjukkan area extreme fear di angka 17 yang terakhir kali terjadi pada Juli 2022 lalu.
“Situasi extreme fear menurut indikator ini dapat dikatakan merupakan salah satu waktu terbaik untuk melakukan pembelian aset kripto di pasar. Investor dapat mengoptimalkan kondisi ini untuk membeli Bitcoin di harga yang relatif lebih rendah dari beberapa bulan sebelum penurunan drastis terjadi,” kata Fahmi Muttaqin analis dari Reku dalam keterangannya kepada media belum lama ini.
Jelas Fahmi, investor Bitcoin dari pasar modal AS juga tidak terlihat mengambil reaksi besar atas koreksi yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari angka netflow ETF Spot Bitcoin dan ETF Spot Ethereum yang tidak terlihat mengalami penarikan dana pada level yang tidak biasa. ETF Spot Ethereum bahkan membukukan netflow positif sebesar US$48,8 juta pada perdagangan Senin (4/8/2024) yang juga mengindikasikan sinyal beli pembelian yang cukup.
Per Rabu petang, kapitalisasi pasar kripto hijau kembali sebesar 4 persen dalam 24 jam di US$2,2 triliun. Namun angka itu belum menutupi aroma merah selama sepekan terakhir.
Pasar Kripto Lesu di Tengah Ketidakpastian Ekonomi, Masih Ada Potensi Pemulihan?
Pasar kripto dalam satu pekan terakhir mengalami penurunan harga yang cukup signifikan. Penurunan yang terjadi disinyalir merupakan akibat dari beberapa faktor, di antaranya seperti kekhawatiran resesi di AS pasca rilis data sektor ketenagakerjaan pekan lalu, potensi tekanan jual 17 ribu lebih kreditur MtGox yang telah menerima pengembalian aset kriptonya, kebijakan bank sentral Jepang untuk menaikkan suku bunga dan mengurangi pembelian surat utang, serta masih relatif minimnya pertumbuhan adopsi kripto lebih lanjut dari produk-produk yang ada di ekosistem terdesentralisasi.
Fahmi menerangkan, melansir Coinmarketcap pada Senin (5/8/2024), Bitcoin merosot lebih dari 15 persen dan menyentuh level US$49.700 dari US$59.500. Ethereum terkoreksi lebih dalam ke US$2.200 dari US$2.760. Per Selasa (6/8/2024), pemulihan mulai terlihat dengan Bitcoin kembali ke US$55.800 dan Ethereum ke US$2.500. Pada Rabu (7/8/2024) petang, BTC menghijau lebih dari 4 persen di kisaran di atas US$57 ribu.
Fahmi mengutarakan laju penurunan harga Bitcoin di bawah US$60.000 ini tergolong cepat, sebab dalam kurun waktu sekitar 24 jam, Bitcoin telah turun lebih dari 15 persen dengan level terendah US$49.000 yang terjadi Senin malam sekitar pukul 20:30 WIB (5/8/2024).
“Penurunan pada tingkat tersebut untuk Bitcoin sebagai aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar bukan merupakan sesuatu yang sering terjadi, sehingga menarik untuk dicermati dan dianalisis lebih lanjut,” ungkap Fahmi.
Kinerja Bitcoin Dinilai Bisa Membaik
Optimisme para penambang Bitcoin (miner) pun masih terbilang relatif tinggi di mana hanya terjadi sedikit penurunan hash rate yang merupakan fluktuasi normal dan tidak mensinyalir adanya aksi pemberhentian operasi penambangan oleh para miner.
“Hal ini berbeda dengan penurunan hash rate yang cukup signifikan pada 23 Juni 2024 lalu yang kemudian diikuti penurunan harga lanjutan Bitcoin dari US$64.000 ke US$59.000 pada 25 Juni dan US$54.000 pada 5 Juli. Dengan optimisme tersebut, membaiknya kinerja Bitcoin masih terbuka,” lanjut Fahmi.
Dengan tren bullish yang terlihat mampu bertahan terlepas dari tekanan jual yang ada di pasar, periode Agustus-September mungkin akan menjadi periode akumulasi oleh sebagian investor untuk bersiap menghadapi reli utama pada fase bullish kripto yang berpotensi terjadi pasca perubahan arah kebijakan suku bunga The Fed.
“Namun perlu dicatat bahwa apabila suku bunga diturunkan di saat inflasi AS masih belum cukup berhasil ditekan, terdapat kemungkinan kembali ditahannya suku bunga khususnya apabila inflasi kembali naik. Terjadinya hal itu mungkin akan menghambat reli yang akan berlangsung,” kata Fahmi.
Di tengah kondisi pasar saat ini, Reku terus menghimbau investor untuk mengambil keputusan yang cermat dan tidak tergesa-gesa. [ps]