Gegara kasus penambangan crypto, pengadilan di Tiongkok memvonis hukuman penjara seumur hidup kepada seorang mantan pejabat partai di Negeri Tirai Bambu, Yi Xiao.
Tokenist mengutip keterangan pengadilan, bahwa mantan pejabat Tiongkok tersebut terlibat dalam operasi penambangan crypto ilegal dan penyalahgunaan kekuasaan.
“Secara khusus, pejabat tersebut, Yi Xiao, menerima suap senilai US$17 juta dan terlibat dalam kegiatan pertambangan kripto, yang telah dilarang di China sejak tahun 2021,” demikian dilansir media seputaran kripto, belum lama ini.
Menurut pengumuman dari pengadilan Tiongkok, Yi Xiao merupakan seorang mantan pejabat di provinsi Jiangxi, didakwa dengan penyalahgunaan kekuasaan politiknya untuk memfasilitasi operasi pertambangan kripto.
“Akibatnya, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Xiao dan mencabut semua hak politiknya. Selain itu, semua harta pribadi Xiao disita.”
Keterangan pengadialan merincikan, bahwa antara tahun 2008 dan 2021, Xiao menyalahgunakan posisinya untuk secara ilegal menerima lebih dari 125 juta yuan ($17,1 juta) dalam bentuk suap.
“Di antara peran lainnya, Xiao adalah wakil ketua komite provinsi Jiangxi dari konferensi konsultatif politik rakyat.”
Selain itu, anggota partai ini juga memegang peran sebagai sekretaris partai Kota Fuzhou dari tahun 2017 hingga 2021.
“Selama periode ini, Xiao terlibat dalam kegiatan pertambangan kripto yang menyebabkan kerugian signifikan terhadap properti publik, kepentingan nasional, dan rakyat,” demikian keterangan pengadilan di Tiongkok.
Putusan pengadilan ini tidak mengherankan, mengingat bahwa Tiongkok telah melarang semua perdagangan kripto dan kegiatan pertambangan dua tahun yang lalu.
Pemerintahan Xi Jinping yang otoriter, memberlakukan larangan tersebut secara bertahap, dan pada akhir September 2021, otoritas mengakhiri semua transaksi kripto.
Dalam beberapa bulan, hash rate Bitcoin anjlok dan bursa kripto Tiongkok pindah lokasi, meninggalkan industri kripto negara ini hancur.
Hal yang menarik, Tiongkok masih tetap menjadi salah satu pusat kripto terbesar di Asia, mencakup 15 persen dari angkatan kerja industri ini di benua tersebut, seperti yang diungkapkan oleh penyedia intelijen kripto K33 Research dalam laporan awal tahun ini.
Penambang BTC di Tiongkok sepertinya sudah menemukan cara tetap beroperasi secara diam-diam.
Di mana per Januari 2022, berdasarkan data Cambridge, penambang Bitcoin di negeri Tirai Bambu itu “mulai bangkit” kembali dengan dominasi terhadap hash rate global mencapai 21 persen.
Lebih lanjut, Wall Street Journal melaporkan bahwa Tiongkok menyumbang 20 persen dari volume perdagangan global Binance, meskipun perdagangan kripto telah dilarang selama hampir 3 tahun. [ab]