Pelaku Kriminal Lebih Suka Uang Tunai daripada Kripto

Meskipun ada keyakinan luas bahwa kripto digunakan untuk aktivitas ilegal, laporan baru menunjukkan bahwa para pelaku kriminal masih lebih memilih menggunakan uang tunai.

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Crypto Information Sharing and Analysis Center (CryptoISAC), sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan meningkatkan keamanan dalam kripto dan blockchain, terungkap bahwa meskipun kripto sering dikaitkan dengan kegiatan ilegal seperti perdagangan narkoba dan terorisme, data baru menunjukkan fakta yang berbeda.

Laporan ini hasil kerja sama dengan Merkle Science dan Robert Whitaker (Direktur Urusan Penegakan Hukum di Merkle Science serta mantan agen khusus di Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat). Whitaker menjelaskan bahwa uang tunai (fisik) tetap menjadi pilihan utama bagi para kriminal karena sifat anonimnya yang sesungguhnya.

“Uang tunai akan selalu menjadi raja (cash is the king) karena sifat anonimitasnya yang sejati,” ungkap Whitaker dilansir dari Forbes, Rabu (2/10/2024).

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa crypto exchange di Amerika Serikat diharuskan mengikuti aturan kepatuhan yang ketat, termasuk kebijakan know-your-customer (KYC) dan anti pencucian uang. Aturan ini membuat transaksi di blockchain lebih mudah diidentifikasi dan dilacak, berbeda dengan uang tunai yang jauh lebih sulit, bahkan kadang-kadang mustahil untuk ditelusuri.

Laporan ini, yang berjudul Blockchain’s Role in Mitigating Illicit Finance, menyajikan data yang menunjukkan bahwa hanya sekitar 0,34 persen dari total volume transaksi kripto pada 2023 yang dicurigai terkait dengan kegiatan ilegal. Angka ini mengalami penurunan dari 0,42 persen pada 2022, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Chainalysis, sebuah perusahaan analisis blockchain.

Sebagai perbandingan, sekitar 2 hingga 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) global diperkirakan dicuci melalui sistem keuangan tradisional alias sistem uang tunai biasa yang bersifat fisik setiap tahun, dengan nilai mencapai antara US$800 miliar hingga US$2 triliun, menurut angka dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan yang dikutip dalam laporan tersebut.

Whitaker juga menyoroti bahwa kripto sebenarnya lebih “ramah” bagi penegak hukum daripada uang tunai, karena adanya catatan transaksi yang tidak bisa diubah (immutable ledger) yang bersifat publik, memungkinkan transaksi dapat dilacak dengan lebih transparan. Hal ini berbeda dengan uang tunai yang hampir tidak mungkin dilacak.

“Blockchain sangat ramah terhadap penegakan hukum karena memiliki buku besar yang tidak bisa diubah dan bersifat publik,” jelas Whitaker.

Lebih lanjut, bahkan stablecoin (bentuk digital dari uang tunai) yang sering digunakan oleh pelaku kejahatan kripto untuk melindungi aset mereka dari volatilitas harga, juga jarang digunakan untuk transaksi ilegal. Antara Juli 2021 dan Juni 2024, hanya 0,61 persen dari transaksi yang melibatkan Tether (USDT) dan 0,22 persen transaksi yang melibatkan Circle (USDC) yang dicurigai terkait dengan kegiatan ilegal, menurut data yang dikumpulkan oleh Merkle Science.

Temuan ini diperkuat oleh penilaian risiko pencucian uang yang dilakukan oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat pada 2024. Dalam penilaian tersebut, dinyatakan bahwa penggunaan aset virtual untuk pencucian uang tetap jauh lebih rendah daripada mata uang fiat.

CryptoISAC, yang didirikan pada Mei 2024 oleh para pemimpin industri termasuk Circle, Coinbase, Kraken, Evertas, dan Solana Foundation, juga menekankan pentingnya kolaborasi internasional untuk mengatasi kekhawatiran terkait keamanan nasional.

Sebagian besar aktivitas kripto ilegal terjadi di bursa kripto luar negeri yang tidak tunduk pada aturan ketat seperti di Amerika Serikat. Laporan ini mendesak Departemen Kehakiman Amerika Serikat untuk menindak kasus-kasus ini dan menyusun solusi legislatif yang sesuai dengan sifat unik kripto dalam konteks penggunaan uang tunai.

“Berhenti mencoba memasukkan kripto, yang berbentuk bulat, ke dalam lubang persegi yang disebut regulasi mata uang fiat,” ujar Whitaker.

Selain itu, Whitaker berharap analisisnya dapat mengedukasi kaum skeptis kripto dan mendorong pembuat kebijakan untuk menetapkan regulasi yang jelas dan komprehensif.

“Kami telah melihat masalah keamanan nasional muncul, seperti pendanaan kelompok teroris, pendanaan pemerintah ilegal, dan penghindaran sanksi. Anda tahu, kripto bisa digunakan untuk hal-hal tersebut, dan memang benar adanya. Jadi, semakin lama kita mengabaikan masalah ini, semakin kita membiarkan aktor jahat untuk memanfaatkan ruang ini,”jelas Whitaker. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait