Pihak regulator dari Pemerintah Indonesia mengakui menghadapi dilema ketika berbicara soal blockchain dan kripto. Edi Prio Pambudi, Asisten Deputi Menteri Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator Perekonomian, mengatakan jika negara berusaha mengendalikan ekonomi kripto dalam batas wilayahnya, maka usaha-usaha terkait kripto akan pindah ke wilayah dan negara lain.
“Jika pemerintah membiarkan, fondasi negara bisa diguncang oleh sistem ekonomi disruptif yang tidak bisa dikendalikan negara. Tetapi di sisi lain, jika ekonomi kripto ditekan, hal itu justru menunjukkan negara tidak kompeten dalam bersaing soal teknologi global,” jelas Edi.
Edi menekankan, tidak mudah merancang dan menerapkan bentuk bisnis baru dalam kerangka ekonomi yang sudah ada saat ini. Sistem ekonomi yang sudah terbangun cenderung kaku dan kurang fleksibel, sehingga sulit mengubahnya dalam waktu singkat.
Bappebti Atur
Soal regulasi tentang perdagangan kripto, Dharmayugo Hermansyah, Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, menjelaskan kedudukan kripto sebagai komoditas. Kripto ditentukan sebagai komoditas dan bukan sebagai mata uang, agar dapat diperdagangkan dan diatur oleh Bappebti. Selama dua tahun terakhir, Bappebti telah menjalin komunikasi intensif dengan pelaku industri kripto Indonesia demi membentuk transparansi.
BlockJakarta merupakan konferensi untuk mendidik dan menjajaki peluang serta tantangan dalam penerapan teknologi blockchain, khususnya di Indonesia. Konferensi ini dikelola oleh BlackArrow Conferences bekerjasama dengan Indodax dan didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. Acara serupa, BlockBali, telah digelar sebelumnya di Bali pada Oktober 2018.
BlockJakarta dihadiri berbagai ribuan pelaku industri blockchain dan kripto Indonesia dan mancanegara, terutama oleh peritel komoditi kripto dan juga proyek-proyek kripto lokal seperti Tokenomy, Triv dan Playgame. PLMP Fintech, MyCreditChain dan BlueShare turut serta mendukung acara ini. [ed]