Steve Forbes, Pemimpin Redaksi Forbes Media mengatakan bahwa Bitcoin kelak bisa menjadi store-of-value seperti emas.
“Bitcoin belum bisa menjadi emas baru sebagai pelindung nilai terhadap inflasi. Emas, kendati harganya tertekan dibandingkan harga Bitcoin, tetap mempertahankan nilai intrinsiknya. Emas lebih baik daripada aset lainnya di muka bumi, karena teruji selama 4 ribu tahun. Ketika Anda melihat harga emas dalam dolar berfluktuasi, nilai emas tidak berubah, melainkan nilai dolar itu sendiri. Nilai emas terbilang konstan. Itulah yang tak terjadi pada Bitcoin,” ujar Forbes di Forbes.com, 4 Desember 2020 lalu.
Steve berpendapat, bahwa fluktuasi yang sangat tinggi pada harga Bitcoin, tidak memungkinkan kelas aset baru itu sebagai store-of-value alias menjaga nilai uang di masa depan.
“Bitcoin terlalu volatil sebagai aset store-of-value jangka panjang. Bahkan pasokan terbatas Bitcoin menjadi tantangan tersendiri soal kegunaannya di masa depan. Lihat pasokan emas yang sekitar 2 persen setiap tahun. Itu yang membuatnya langka, tetapi tak terlalu langka. Jadi, belum saatnya Bitcoin sebagai emas baru. Justru emaslah saat ini sebagai aset terbaik untuk melawan inflasi,” ungkapnya.
Berdasarkan pantauan Blockchainmedia.id, faktanya emas memang kurang diapresiasi selama tahun 2020 ini.
Sejak 1 Januari-5 Desember 2020, imbal hasil emas hanya 20,98 persen (US$1835 per oz). Di saat yang sama, Bitcoin naik gila-gilaan hingga 165 persen (US$19.000 per BTC). Indeks dolar AS sendiri tertekan hebat hingga minus 5 persen (90,81).
Pemimpin Redaksi Forbes: Bitcoin Pelindung dari Ketidakpastian Kebijakan Keuangan
Steve Forbes memang terkenal mengapresiasi Bitcoin sebagai kelas aset baru. Pada Juni 2020 misalnya ia mengatakan bahwa Bitcoin dan sejumlah aset kripto lainnya adalah pelindung dari ketidakpastian kebijakan keuangan saat ini.
Steve juga percaya bahwa aset kripto Bitcoin membantu menstabilkan sistem keuangan yang dikendalikan pemerintah dan mendesak pengembangan teknologi blockchain Bitcoin.
Hal itu ia sampaikan pada dalam satu wawancara dengan US Center for Natural dan Artificial Intelligence pada 12 Juni 2002 lalu.
“Aset kripto adalah sebuah respons ketika bank sentral mengeluarkan kebijakan pelonggaran kuantitatif dan pinjaman murah untuk merevitalisasi ekonomi mereka. Namun, kebijakan untuk menambah pasokan uang ke dalam pasar itu justru menyebabkan ketidakstabilan keuangan dalam jangka panjang,” kata Steve.
Steve mencontohkan Jepang. Mereka menjalankan program pelonggaran kuantitatif pada akhir 1980-an, yang mengarah ke “The Lost Decade” dari 1990-2000, sebuah periode penurunan output ekonomi dan inflasi.
Jepang sejatinya masih belum pulih, bahkan tiga puluh tahun setelah program itu. Para kritikus mengatakan, Amerika menuju nasib yang serupa seperti Jepang, jika langkah-langkah penanangan tidak segera dilakukan. [red]