Dalang penambang Bitcoin Cs (aset kripto) ilegal ditangkap di Johor, Malaysia beberapa waktu lalu, setelah kedapatan mencuri listrik senilai lebih dari 2,5 juta ringgit (Rp8,8 miliar). Khusus penambangan Bitcoin, secara global, Malaysia menguasai hash rate hingga 4,3 persen di peringkat ke-5.
Dilansir dari The Star, 1 September 2020, peringkusan itu dilakukan setelah operasi gabungan antara Komisi Energi Malaysia, Perusahaan Listrik Negara (TNB), DPRD Kota Iskandar Puteri dan Badan Pendapatan Daerah di 2 ruko di kawasan bisnis kota itu.
Nazlin Alim Sadikhi, Direktur Regional Komisi Energi Johor mengatakan TNB mengalami kerugian sekitar 80 ribu ringgit (Rp281 juta) per bulan akibat pencurian listrik.
“Kami menemukan kabel listrik dipasang langsung, tanpa menggunakan meteran. Tempat pertama diyakini telah beroperasi selama tiga tahun. Sedangkan tempat kedua selama dua tahun. Tagihan listrik untuk dua tempat itu tidak normal, hanya sekitar 30-60 ringgit per bulan,” sebutnya.
Tim operasi gabungan menemukan sekitar 100 mesin tambang aset kripto ruko pertama dan 48 lainnya di lokasi kedua. Nazlin mengatakan bahwa mesin beroperasi tanpa henti dan mengabiskan energi listrik yang tinggi.
Terkait itu, jika terbukti bersalah pelaku bisa didenda maksimal 1 juta ringgit atau 10 tahun penjara atau keduanya.
Menurut otoritas Malaysia, ada sekitar 288 lokasi tambang aset kripto telah digerebek di Johor sejak tahun 2018, termasuk sekitar 90 lokasi pada tahun ini.
Khusus penambangan aset kripto Bitcoin, Malaysia cukup menonjol, karena menyumbang sekitar 4,33 persen dari total hash rate Bitcoin. Berdasarkan data dari Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index, besaran itu cukup menempatkan Malaysia di peringkat ke-5 dunia setelah Kazakhstan (6,17 persen). Sedangkan di peringkat wahid adalah Tiongkok yang sangat mendominasi, hingga 65,08 persen.
Dalam banyak kasus, pemilik justru tempat bersekongkol dengan pengelola tambang untuk mendapatkan listrik secara ilegal. [red]