Penambangan Sentralisasi dan Desentralisasi, Mana Lebih Baik?

Dimaz Ankaa Wijaya
Peneliti pada Blockchain Research Joint Lab Universitas Monash, Australia


Dalam industri mata uang kripto, penambangan (mining) adalah jenis kegiatan yang cukup ternama. Penambangan amat diminati beberapa tahun yang lalu saat harga mata uang kripto besar seperti Bitcoin dan Ethereum sedang tinggi-tingginya, sehingga banyak orang berduit berani berinvestasi perangkat penambangan seperti mesin-mesin ASIC maupun kartu-kartu grafis termutakhir, demi mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dari aktivitas penambangan ini.

Namun demikian, sejak perusahaan besar seperti Bitmain berhasil mendominasi bidang ini, penambangan tak lagi diminati, karena tingkat persaingan yang terlalu tinggi. Penambangan rumahan hanya membawa buntung, karena investasi awal yang tak kunjung kembali serta ongkos listrik yang terus membengkak. Maka, penambangan Bitcoin kini dilakukan oleh kalangan profesional berskala menengah hingga besar dengan modal hingga jutaan dolar.

Penambangan yang awalnya ditujukan untuk mempermudah proses konsensus melalui one CPU one vote pun kini telah beralih fungsi. Proses voting tak lagi begitu, melainkan “more money, more vote” yang dengan kata lain konsensus dikuasai orang-orang berduit. Visi awal Satoshi dalam konsensus berbasis Proof-of-Work (PoW) yang menggunakan algoritma hash sederhana telah berhasil digagalkan sejak mesin ASIC tercipta.

Meskipun gagal terwujud di Bitcoin, rupanya masih ada mata uang kripto yang tetap berusaha untuk mencegah mesin ASIC berkuasa dan menginginkan distribusi kekuatan konsensus yang lebih merata. Monero contohnya. Pengembang Monero berjibaku dengan pengembang mesin ASIC dalam rangka menghindarkan Monero dari cengkeraman mesin-mesin ASIC yang akan menjungkalkan penambang kelas teri dari peta persaingan penambangan Monero. Pengembang Monero telah melakukan pembaharuan algoritma CryptoNight setidaknya sebanyak dua kali, pertama bernama CryptoNightv2 dan yang terakhir CryptoNight-R.

Jika penambangan Bitcoin dapat disebut dengan penambangan sentralisasi, maka penambangan dalam Monero cenderung lebih terdesentralisasi. Penambangan sentralisasi dikuasai cukong-cukong besar, sementara penambangan desentralisasi lebih mendukung pemerataan kesempatan mendapatkan keuntungan.

Penambangan desentralisasi terlihat lebih adil, karena mereka yang bermodal kecil pun masih punya kesempatan untuk meraup keuntungan. Namun demikian, pilihan untuk mendesentralisasi proses penambangan ini membuat kekuatan penambangan dalam sistem menjadi kecil, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para peretas yang berkecimpung dalam dunia botnet untuk memperoleh keuntungan dengan mencemari komputer milik orang lain dan menjalankan kegiatan penambangan tanpa sepengetahuan si pemilik komputer. Hal ini dibuktikan dengan tenarnya skrip penambangan Monero yang disematkan dalam malware

Dengan menyisipkan skrip penambangan dalam setiap komputer yang terinfeksi, maka akumulasi kekuatan komputasi yang diperoleh sang peretas akan menjadi cukup besar untuk mendapatkan keuntungan yang memadai. Ini adalah salah satu faktor yang banyak dikritisi oleh pesaing Monero, misalnya mereka yang lebih memilih kripto hasil fork Monero seperti Monero Classic yang mendukung penambangan berbasis ASIC.

Kejadian yang dialami oleh Monero tidak terjadi pada Bitcoin. Hal ini disebabkan karena terlalu tingginya kekuatan komputasi dalam jaringan Bitcoin, sehingga meskipun malware berhasil menginfeksi dan menjalankan skrip penambangan pada ribuan komputer, hasil penambangan akan tetap kecil dan tidak ekonomis bagi sang peretas.

Meski penambangan tersentralisasi tampak tidak adil bagi mereka yang cekak dana, ternyata ASIC juga berguna untuk menghindarkan Bitcoin dari cemaran para botnet dan perangkat lunak jahat lainnya.

Jika Anda dapat memilih, setelah memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing model penambangan di atas, mana yang lebih Anda sukai? []

Terkini

Warta Korporat

Terkait