Pengadilan arbitrase di Tiongkok menyatakan aset kripto seperti Bitcoin wajib diperlakukan sebagai properti legal, terlepas dari pelarangan terhadap uang kripto di negara tersebut, CryptoSlate melansir.
Mengutip saluran berita lokal, Pengadilan Arbitrase Internasional Shenzhen memutuskan uang kripto dilindungi secara hukum sebagai properti dengan nilai ekonomis. Keputusan ini menyusul konflik bisnis tentang kepemilikan dan transfer aset kripto muncul di wilayah Tiongkok.
Analisa kasus tersebut dipublikasikan melalui WeChat pada Jum’at (26/10). Terungkap, pihak penggugat menandatangani kontrak dengan terdakwa, yang mengizinkan terdakwa mengelola, memperjualbelikan dan menginvestasikan aset kripto atas nama penggugat. Namun, terdakwa melanggar perjanjian tersebut ketika ia menolak mengembalikan aset kripto penggugat beserta tambahan bunga setelah melewati batas waktu yang ditentukan.
Total nilai aset kripto yang diperdebatkan mencapai US$493 ribu, tersimpan dalam 20,13 Bitcoin, 50 Bitcoin Cash, dan 12,66 Bitcoin Diamond.
Tidak adanya hukum aturan spesifik mengenai aset kripto di Tiongkok berarti pihak berwenang menggarap kasus ini dengan kelonggaran, sehingga menjadi peluang bagi ekosistem kripto untuk mengevaluasi pandangan hukum Tiongkok tentang kelas aset tersebut.
Mengutip pelarangan terhadap perdagangan kripto dan initial coin offering yang diberlakukan bank sentral Tiongkok mulai 2017, pihak terdakwa menyatakan semua transaksi dan pembayaran kripto adalah ilegal di negara tersebut, sehingga membuat kontrak menjadi tidak berlaku. Ia menambahkan tidak adanya bursa kripto legal di wilayah itu berarti mengembalikan aset kripto ke penggugat adalah mustahil.
Pengadilan arbitrase menolak semua argumen terdakwa, sebab pengembalian uang kripto adalah kewajiban kontrak yang tidak diatur oleh kuasa bank sentral. Lebih penting, pengadilan tersebut menyatakan tidak ada hukum Tiongkok yang melarang kepemilikan Bitcoin atau transaksinya antara dua pihak. Selain itu, pengadilan arbitrase mengamati mengirim Bitcoin bukanlah kesulitan teknis selama private key dan alamat wallet tetap dikuasai pemilik.
Pengadilan tersebut menyimpulkan Bitcoin harus dilindungi secara legal oleh Hukum Kontrak Tiongkok, terlepas dari statusnya sebagai mata uang ilegal di Negeri Tirai Bambu itu.
“Bitcoin memiliki sifat-sifat properti, yang dapat dimiliki dan dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu, dan menyediakan nilai serta manfaat ekonomis,” jelas pengadilan arbitrase Shenzhen.
Pengadilan Shenzhen adalah salah satu Komite Arbitrase yang dibentuk di Tiongkok setelah hukum tahun 1995 mengizinkan pemerintah daerah membentuk entitas tersebut demi menyelesaikan sengketa terkait kontrak di sektor bisnis, real estate dan keuangan.
Katherine Wu, kepala Pengembangan Bisnis dan Manajemen Komunitas Messari, sebuah startup kripto berbasis di New York, berkata melalui Twitter bahwa pengadilan arbitrase tidak membuat peraturan. Hasil keputusan Pengadilan Arbitrase Shenzhen tidak bisa dipandang sebagai perubahan hukum resmi yang mengatur aset kripto di Tiongkok. Kendati demikian, Wu berpendapat keputusan arbitrase tersebut tetap penting dan memperlihatkan bahwa Tiongkok bukanlah negara yang anti-Bitcoin. [ed]