Kecedasan buatan (AI) semakin canggih, tapi juga menghadirkan paradoks baru: bagaimana memastikan keputusan penting benar-benar dibuat manusia, bukan mesin?
Di era digital, teknologi telah mengubah hampir semua aspek kehidupan bisnis. Proses kerja lebih cepat, data lebih mudah dianalisis, dan otomatisasi menjadi bagian dari strategi pertumbuhan.
Namun, di balik semua kemudahan itu, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana memastikan bahwa di balik layar benar-benar ada manusia yang membuat keputusan penting?
Fenomena ini memunculkan urgensi baru yang mulai dikenal sebagai Proof-of-Human, sebuah konsep yang menegaskan perlunya verifikasi manusia dalam aktivitas bisnis.
Paradoks Kepercayaan dalam Bisnis Modern
Perusahaan kini memperketat keamanan digital dengan autentikasi berlapis hingga arsitektur zero trust, yang berasumsi tidak ada perangkat atau pengguna yang otomatis bisa dipercaya. Strategi ini penting untuk menghadapi ancaman siber yang terus berkembang.
Namun, konsekuensinya jelas: semakin ketat sistem, semakin terhambat aktivitas bisnis. Tenaga penjualan bisa terkunci dari CRM saat bepergian, sementara mitra menunggu lama hanya untuk akses sederhana. Alih-alih mempercepat, sistem justru memperlambat kinerja.
Di sisi lain, ancaman berbasis AI semakin mengkhawatirkan. Riset yang dipublikasikan oleh Hoxhunt pada Maret lalu mencatat kerugian akibat business email compromise (BEC) berbasis AI mencapai miliaran dolar.
“Serangan siber BEC menyebabkan kerugian yang dilaporkan mencapai sekitar US$2,9 miliar di Amerika Serikat, dengan rata-rata kerugian per insiden sebesar US$137.000,” tulis laporan tersebut.

Teknologi AI tidak hanya mampu meniru suara melalui deepfake, tetapi juga menyusun email phishing yang nyaris sempurna hingga melakukan serangan face-swap pada sistem verifikasi identitas.
Inilah paradoks kepercayaan bisnis modern: keamanan yang semakin canggih belum tentu mampu menjawab pertanyaan paling krusial di era AI — apakah benar ada manusia di balik setiap keputusan penting?
Proof-of-Human sebagai Fondasi Bisnis
Salah satu solusi yang banyak dilirik perusahaan adalah teknologi Proof-of-Human. Berbeda dengan verifikasi identitas tradisional, teknologi ini tidak berfokus pada siapa orang tersebut, melainkan memastikan bahwa ia benar-benar manusia, bukan AI.
Dalam blog yang dirilis Worldcoin pada Rabu (24/09/2025), dijelaskan bahwa Proof-of-Human hadir untuk menjawab tantangan identitas di era digital. Teknologi ini memungkinkan perusahaan menambah lapisan verifikasi penting tanpa memperlambat operasi, cukup melalui satu langkah sederhana.
“Karyawan dan mitra memverifikasi keaslian mereka sekali, kemudian dapat bekerja tanpa perlu autentikasi ulang secara terus-menerus. Tidak ada lagi labirin otentikasi atau penundaan akses,” tulis Worldcoin dalam keterangannya.
Manfaatnya juga terasa di berbagai lini. Iklan dipastikan menjangkau manusia, bukan bot farm. Kampanye promosi lebih aman dari penipuan voucher, sementara penggunaan AI bisa lebih optimal karena manusia tetap memegang kendali di titik-titik krusial.
Dalam konteks zero trust, Proof-of-Human menjadi fondasi penting yang melengkapi model keamanan modern. Dengan begitu, bisnis bisa tetap gesit sekaligus terjamin keamanannya, tanpa terjebak pada prosedur yang memperlambat produktivitas.
Dari Email Hingga Masa Depan Infrastruktur Keamanan
Implementasi awal Proof-of-Human sudah terlihat di dunia bisnis. Salah satunya adalah Outtake Verify for Email, ekstensi Chrome yang memanfaatkan World ID untuk menandatangani email secara kriptografis. Dengan cara ini, penerima dapat memastikan pesan benar-benar dikirim oleh manusia, bukan hasil manipulasi AI.
Langkah ini memberi gambaran tentang arah ke depan. Proof-of-Human berpotensi menjadi lapisan kepercayaan tak kasat mata, sama fundamentalnya dengan sertifikat SSL di web. Alih-alih bergantung pada filter atau gateway, bisnis bisa menambahkan verifikasi manusia di momen krusial seperti pengiriman data sensitif atau persetujuan kontrak.
Teknologi ini juga melengkapi infrastruktur keamanan yang sudah ada. Dengan hadirnya verifikasi manusia, perusahaan dapat lebih percaya diri mengandalkan otomatisasi tanpa kehilangan kendali pada titik-titik yang membutuhkan keputusan manusia.
Pada akhirnya, meski otomatisasi dan AI terus berkembang, peran manusia tetap menjadi inti dalam setiap keputusan penting. Dengan Proof-of-Human, bisnis dapat bergerak lebih cepat, lebih aman, sekaligus memastikan bahwa kendali utama tetap berada di tangan manusia. [dp]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.