Pesona Emas Ketika COVID-19 Bikin Cemas

Emas menunjukkan taringnya sebagai komoditas anti resesi. Akibat pandemik COVID-19 saat ini, roda bisnis global pun melambat, termasuk di Indonesia. Emas diramalkan terus naik hingga 23 persen.

Saat ini, masyarakat cenderung berbondong-bondong bertransaksi emas, dengan harapan kenaikan harga emas di tengah prospek melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar AS.

CEO SehatiGold, Denny Ardhiyanto mengatakan bahwa emas sebagai komoditas anti resesi kembali terbukti di saat ketidakpastian ekonomi yang telah berlangsung sejak medio tahun 2019.

“Ini bukanlah hal yang baru (kenaikan harga emas, Red). Dari masa ke masa, emas selalu dipercaya masyarakat dunia sebagai investasi yang secara konsisten memberikan keuntungan yang luar biasa di saat terjadi gejolak ekonomi,“ kata Denny Ardhiyanto, Senin (13 April 2020) kepada Blockchainmedia.id.

Dia mengatakan, gejolak ekonomi sebenarnya sudah mulai terjadi beberapa bulan sebelum pandemik COVID-19. Beberapa insiden telah memicu sentimen negatif pasar, seperti Perang Dagang antara Amerika Serikat dan Tiongok, termasuk ketegangan Amerika Serikat-Iran.

“COVID-19 sejatinya melengkapi sentimen negatif tersebut sebagai hantaman sempurna terhadap ekonomi dunia,” jelasnya lebih lanjut.

Dia menjelaskan, bahwa setiap kejadian yang menakutkan, pasar dunia semakin mendorong pelaku pasar untuk meninggalkan aset lainnya seperti pasar modal dan pasar uang dan masuk ke dalam pasar emas. Hal inilah yang telah mendorong harga emas naik luar biasa. Harga emas naik sebesar 20 persen pada kuartal pertama tahun 2020 dan jika ditarik lebih lanjut sejak pertengahan tahun 2019, kenaikan harga emas telah mencapai 50 persen.

Sementara itu menurut Douglas Tan Pendiri BullWhales, emas masih relatif jika disebut sebagai safe haven.

Emas dalam volume dan nilai tinggi diperdagangkan sebagai kontrak, di mana uangnya disimpan oleh broker. Kebanyakan broker emas itu punya moral hazard, tidak serve client’s best interest. Hal itu, kata Douglas mengakibatkan skala volume investasi ke emas tidak semasif dolar AS atau UST (US Treasury), ketika tingkat ketidakpastian tinggi.

“Memang benar pasca krisis 2008, emas terapresiasi 20 minggu sebelum pasar saham juga menunjukkan penguatan. Namun, bukan berarti emas sebagai tempat investasi yang baik, bahkan sebagai lindung nilai, emas terlalu volatil,” sebutnya.

Bullish Terus
Ardhiyanto menjelaskan, bahwa emas akan masih berpotensi naik dalam jangka waktu dekat. Pandemik COVID-19 adalah krisis kesehatan dengan skala yang tidak pernah terjadi dalam sejarah kebudayaan manusia modern.

“Pandemik ini mirip dengan Pandemik Flu Spanyol pada tahun 1918 dan itu terjadi seratus tahun yang lalu. Karena skalanya yang luar biasa ini, ahli ekonomi dari seluruh dunia masih belum dapat memperkirakan secara pasti bagaimana dan kapan pandemik ini akan selesai. Ketidakpastian ini yang masih akan mendorong pelaku pasar untuk bertahan di komoditas emas,“ katanya.

Dalam konteks Indonesia, harga emas akan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal April 2020 misalnya, Sri Mulyani dalam perannya sebagai Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), mengungkapkan skenario terburuk dampak pandemik COVID-19.

Skenario itu meliputi: menurunnya prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari -0,4 persen sampai 2,3 persen (skenario terburuk dan terbaik). Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp20.000 sampai Rp17.500 (skenario terburuk dan terbaik).

Dari paparan sederhana dan singkat tersebut, dapat diprediksi bahwa harga emas dalam jangka waktu dekat berpotensi terapresiasi sebesar 8-23 persen. [red]

Terkini

Warta Korporat

Terkait