Mungkin Anda sulit meyakini prediksi seperti itu, sesulit Anda meyakini prediksi sebelumnya, jauh sebelum harga Bitcoin menyentuh hampir US$16 ribu. Lalu Anda mendapati fakta bahwa aset kripto itu sudah tumbuh lebih dari 100 persen, jauh melampaui imbal hasil emas, selama tahun 2020 ini.
PlanB adalah tokoh anonim terkenal di Twitter, perancang model Stock-to-Flow khusus untuk Bitcoin sebagai aset digital berpasokan langka.
Model itu sebenarnya diadopsi dari sektor komoditi, seperti emas, tetapi ia menemukan ampuhnya model itu untuk menganalisis Bitcoin, karena keduanya memiliki karakter yang serupa.
People ask if I still believe in my model. To be clear: I have no doubt whatsoever that #bitcoin S2FX is correct and #bitcoin will tap $100K-288K before Dec2021. In fact I have new data that confirms the supply shortage is real. IMO 2021 will be spectacular. Not financial advice! pic.twitter.com/GNSxLIt7NG
— PlanB (@100trillionUSD) November 8, 2020
Pada 8 November 2020 lalu, bernada sangat yakin, dia mengatakan bahwa berdasarkan data-data terkini yang ia kumpulkan dan didekati dengan model yang ia rancang, ia yakin Bitcoin bisa menyentuh US$100-288 ribu per BTC sebelum Desember tahun 2021. Pernyataan terbaru itu adalah penegasan prediksi lampau di bilangan yang sama.
“Orang-orang bertanya, apakah saya masih percaya dengan model yang saya buat. Untuk memperjelas: Saya tidak ragu sama sekali, karena Bitcoin akan menyentuh US$100-288 ribu sebelum Desember 2021,” katanya, tanpa menyertakan argumen tambahan yang kuat soal itu.
Dalam ranah akademik, model adalah acuan cukup valid untuk menggambarkan sejumlah objek dan peristiwa. Model itu sendiri dapat muncul, karena berdasarkan fakta empiris dan sejumlah penelitian ilmiah lainnya, walaupun bisa bersifat parsial dalam konteks waktu dan tempat.
Karena model cukup valid, maka ia pada prinsipnya mempertegaskan beberapa konsep dan teori untuk menggambarkan objek dan peristiwa yang serupa.
Model juga, agar dapat dirasakan lebih valid, maka perlu menambahkan satu variabel khusus agar bisa menggambarkan objek berbeda lainnya, apalagi untuk objek bernilai seperti komoditi.
Dalam model Stock-to-Flow (StF) Bitcoin rancangan PlanB, ia mendekati Bitcoin atas dasar kesamaan aset itu dengan kelangkaan pasokan emas, yang membuatnya bernilai seiring meningkatnya permintaan.
Menghitung Skor StF
Menghitung skor StF juga relatif sederhana. Cukup dengan membagi total pasokan komoditi/aset yang sekarang beredar saat ini dengan jumlah komoditi yang diproduksi dalam satu tahun.
Emas misalnya, hanya diproduksi sekitar 3000 metrics ton per tahun [inipun hanya prakiraan, karena tidak ada data eksak tentang total pasokan emas yang beredar saat ini]. Jumlah emas tersedia saat ini sekitar 185.000 metrics ton. Jadi, skor StF emas adalah 185.000/3.000 = ~62. Semakin tinggi skor-nya, maka ia semakin dianggap bernilai. Harga emas sendiri, seperti kita ketahui, naik setiap tahun dan telah menembus harga tertinggi sepanjang masa, yakni US$2.067 per troy oz (6 Agustus 2020).
Sedangkan skor StF Bitcoin adalah 27, yang diperoleh dari membagi jumlah Bitcoin yang beredar (circulating supply) saat ini, dengan jumlah Bitcoin yang diproduksi setiap tahun.
Bitcoin yang beredar saat ini adalah sekitar 18.538.193 BTC (terus bertambah sebanyak 6,25 BTC rata-rata setiap 10 menit). Saat ini laju produksi (flow) Bitcoin adalah 6,25 BTC per block (satu hari sekitar 144 block yang terbentuk), atau 900 BTC per hari, maka laju produksi (flow) selama satu tahun adalah 328.500 BTC. Maka skor StF Bitcoin adalah, 18.220.337/657.000 = 56,4. Skor itu akan mendekati skor StF emas berkat Bitcoin Halving setiap 4 tahun sekali.
Prediksi
Stock-to-Flow oleh PlanB dan asumsi sejarah akan berulang (cycle repeat), menggunakan dua acuan harga, masing-masing 10 harian dan 365 harian. Per 16 Februari 2020, pukul 18:58 WIB, acuan harga 10 harian adalah US$10.286 (StF: 27) dan 365 harian adalah US$8.274 (StF: 25,3), di mana harga saat itu adalah US$9.942. Di Digitalik.net, besaran itu diperbarui setiap 15 menit, berdasarkan harga Bitcoin terkini.
Per 9 November 2020, pukul 18:34 WIB, prediksi harga dalam rata-rata 10 harian adalah US$123.224 (StF: 56,6) dan 463 harian adalah US$19.400 (StF: 32,7), di mana harga saat pasar adalah US$15.300 per BTC.
Cycle Repeat memanfaatkan Model Stock-to-Flow menunjukkan bagaimana kelak berdasarkan perubahan harga hari ini, akan mengulang polanya dari siklus sebelumnya. Satu siklus penuh adalah 1458 hari ke depan.
Berdasarkan acuan itu, diperoleh prediksi harga Bitcoin untuk hari-hari berikutnya, berujung pada pembentuan harga tertinggi baru, yakni US$290.238,88 per BTC, pada 23 Oktober 2021.
Bukan Acuan Utama
Model Stock-to-Flow memang terkesan amat ilmiah bagi sebagian orang. Bitcoin pun relatif mudah diprediksi karena tingkat kelangkaannya sudah pasti, sebagai akibat mekanisme baku pada sistem Bitcoin.
Toh, itu tentu dikembalikan lagi pada sentimen pasar di masa mendatang. Jikalau permintaan meningkat tentu ada peningkatan harga. Tetapi, untuk berharap sesuai prediksi itu, tentu ada beragam faktor lainnya di masa depan yang belum kita ketahui.
Lagipula model Stock-to-Flow hanya menggunakan data historis pada dua Halving sebelumnya sebagai sample, yang relatif teramat kecil untuk sebuah pendekatan ilmiah.
Alternatifnya, yang juga tak kalah ilmiah adalah berdasarkan teori “Network Effects” yang banyak dijadikan pendekatan penelitian di bidang sosial dan teknologi sejak beberapa tahun terakhir, khususnya terkati fenomena perusahaan media sosial.
Network Effect adalah teori yang dipopularkan oleh Robert Metcalfe (penemu Ethernet) pada tahun 1980-an di bidang jaringan elektronik.
Kini lazim disebut sebagai Metcalfe’s Law, ia menegaskan perkembangan jaringan komputer atau perangkat lain yang bisa saling terhubung merepresentasikan nilai dari jaringan itu sendiri.
Dampak komunikasi dari jaringan itu, katanya, adalah kuadrat dari jumlah node (simpul) pada jaringan itu sendiri. Misalnya di dalam jaringan elektronik ada 10 simpul (komputer, telepon, mesin faksimili), maka nilai inherennya adalah 100 (10×10).
Internet misalnya adalah contoh terbaik. Pada awalnya kemunculannya pengguna Internet tentulah sangat sedikit, termasuk ketika awal pengembangannya di internal militer Amerika Serikat dan sejumlah kecil peneliti lintas perguruan tinggi.
Tetapi, nilai kecil itu didistribusikan kepada publik, efeknya bisa Anda rasakan sekarang: Facebook, Twitter, eBay dan lain sebagainya, karena semakin banyak orang membuat konten, mengembangkan teknologinya dan lain sebagainya.
Motifnya tunggal: ada manfaat sosial dan bisnis di dalamnya, tetapi ditegaskan oleh efek jaringannya yang tanpa batas lintas benua. Singkatnya Metcalfe’s Law adalah penakar kapasitas, dampak dan nilai sebuah jaringan.
Konsep itu kemudian diadopsi di ranah ekonomi, sehingga mampu menggambarkan fenomena eBay. Situs itu mungkin bukan cara yang keren untuk melakukan lelang, tetapi popularitasnya tak menurun dan menarik bagi banyak orang.
Karena eBay punya resep khusus untuk mempertahankan itu, maka kekuatan jaringan kian memperkokoh eBay untuk menjawab persaingan. Secara singkat Metcalfe’s Law adalah pendekatan atau alat ukur terhadap kapasitas jaringan.
Kajian cukup serius soal Network Effect pada Bitcoin ditulis oleh Timothy Peterson, Pendiri perusahaan Cane Island Alternative Advisors, LLC Â pada tahun 2017 dalam “Metcalfe’s Law as a Model for Bitcoin’s Value“ di jurnal Alternative Investment Analyst Review.
Petersen menyimpulkan bahwa Bitcoin (besaran supply [yang terbatas] dan demand terhadap Bitcoin) sesuai dengan teori Metcalfe’s Law (khususnya sesuai dengan prinsip utamanya, yakni homogeneity of the transactions), di mana semakin banyak partisipan di dalamnya, akan terus meningkatkan nilai Bitcoin.
Penegasan
Kajian soal itu ditegaskan oleh ByteTree dalam kajian terbarunya Oktober 2020 ini. Bagi ByteTree, peningkatan nilai Bitcoin di usia muda ini, bukan karena faktor eksternal, seperti pasokan fiat money yang semakin banyak, imbal hasil obligasi, geopolitik dan inflasi.
Baginya, peningkatan nilai dan harga Bitcoin lebih karena “Network Effect”, di mana pertumbuhan nilainya berbanding lurus sebanyak dua kali lipat dengan ukuran jaringan, yang ditentukan oleh peningkatan jumlah partisipan di dalam jaringan itu.
Dalam hal ini, “inter-transaksi” Bitcoin, berkat keunggulan relatifnya dengan aset bernilai lainnya adalah bentuk “jaringan komunikasi-interaksi” yang aktif.
“Saat jaringan Bitcoin membengkak, maka harganya pun melonjak. Tapi, saat harga jatuh pengaruh eksternal menjadi lebih penting. Pun demikian, kurangnya arus kas (likuiditas) tidak berarti suatu aset tidak dapat bernilai, termasuk itu saham, komoditas ataupun karya seni. Mereka semua memiliki dinamika pasar yang dinamis, yang menunjukkan nilai mereka,” tulis ByteTree.
Lanjutnya, dalam hal Bitcoin, nilainya sebanding dengan ukuran jaringan. Jika orang membeli Bitcoin tetapi tidak pernah menggunakannya, maka jaringan pada akhirnya akan luluh, likuiditas pun mengering, dan investor akan kecewa.
“Namun, selama use case-nya dan penerapannya tumbuh, kedalaman pasar akan tetap kuat, jaringan akan tumbuh, dan harga akan naik. Jadi, Bitcoin menguat karena mencerminkan pertumbuhan dalam ekonomi digital,” sebut ByteTree. [red]