Bill Maurer, Dekan Ilmu Sosial Universitas California yang memelajari budaya dan sejarah uang, menjelaskan, “Dalam riwayatnya, uang adalah proses politis di mana sekelompok penguasa atau negara mengukuhkan kekuasaannya atas publik.”
Bitcoin menghadirkan paradoks yang mengusung filosofi, di mana tidak ada satu orang atau badan yang memegang kendali. Sebab itu, muncul beragam klaim dan berusaha merebut kekuasaan itu.
Sistem moneter berbasis blockchain yang desentralistik memang membatasi pengaruh politik atau korporasi terhadap sistem itu. Tetapi pembatasan tersebut hanya terjadi secara on-chain. Tidak ada cara untuk mencegah permainan politik keuangan yang terjadi off-chain, ketika ada yang ingin melakukan forking atau bersaing untuk menarik pengguna.
Maurer menambahkan, pihak penguasa selalu memaksakan uang versi mereka untuk mendukung kekayaan dan dominasinya. Kemunculan emas dan perak sebagai mata uang di masa lampau terjadi akibat kaum elit yang menimbun simbol status dalam bentuk logam mulia. Seiring kekuasaan mereka bertambah, kaum elit tersebut menjadikan logam mulia sebagai uang standar.
Bitcoin memiliki kaum elitnya sendiri, yaitu perusahaan penambang besar, investor awal dan pengembang inti yang semuanya memiliki kepentingan mendorong penerimaan Bitcoin. Begitu pula dengan kaum elit di aset kripto lain, seperti Ethereum, Bitcoin Cash dan sebagainya.
Kaum elit tersebut memang berperan besar mengembangkan dan mengamankan sistem keuangan baru dalam bentuk Bitcoin. Tidak bisa disamakan antara kaum elit pemerintah dengan kaum elit Bitcoin yang mengusung masyarakat terbuka dan bebas. Tetapi, kaum elit tersebut memiliki kepentingan dan kekuatan untuk mendorong agenda masing-masing.
Hal ini tidak bisa dihindari. Selain mutu intrinsik seperti kelangkaan, fungibilitas dan durabilitas. Jika seorang pakar kriptografi ingin aset kripto rancangannya diterima khalayak ramai, ia harus terlibat dalam faktor-faktor sosial kebudayaan. Harus ada “kisah” di balik aset kripto tersebut agar didukung, diterima dan digunakan oleh banyak orang.
Dalam hal inilah, sistem kepercayaan manusia berperan dalam sistem keuangan Bitcoin. Sosok penemu Bitcoin yang anonim sangat penting dalam mitos penciptaan Bitcoin. Di sisi lain, kaum awam yang mudah percaya dengan mitos itu juga mudah dimanipulasi dan ditipu, seperti yang terjadi dengan kasus BitConnect yang merugikan banyak pihak.
“Kripto adalah tentang kode dan matematika, tetapi tidak semua orang memahami hal-hal itu, sehingga ada yang berusaha memanfaatkannya untuk menjual sesuatu. Orang-orang menginginkan landasan yang kuat bagi sistem kepercayaan mereka, sehingga mudah percaya kepada pihak yang menawarkan hal itu,” tambah Maurer.
Mantra code is law (kode adalah hukum) bermanfaat ketika berbicara sisi teknologi aset kripto yang desentralistik. Tetapi sisi kemanusiaan yang mengelilingi teknologi ini tidak kebal terhadap titik-titik kelemahannya.
Bila komunitas kripto ingin mencegah munculnya “Faketoshi” baru dan penipu-penipu baru serta menghindari drama dan kekacauan, harus ditemukan cara untuk menangani titik-titik lemah sisi kemanusiaan tersebut. [coindesk.com/ed]