Analis dari Stifel mengatakan, bahwa harga Bitcoin berpotensi menjadi US$10 ribu pada tahun 2023. Sementara itu, grafik “Bitcoin Cycle Repeat” memproyeksikan harga kripto itu bisa menjadi US$15 ribu pada November 2022.
Ahli strategi pemasaran Stifel, Barry Bannister memproyeksikan Bitcoin berpotensi terkoreksi ke level terendah US$10.000 pada tahun 2023, terdampak dari tiga faktor makro fundamental, dilansir dari Business Insider, belum lama ini.
Perihal prediksi harga Bitcoin, Bannister menyatakan bahwa harga kripto akan terpengaruh secara negatif oleh rencana pengetatan dan pengurangan neraca alias tapering oleh Bank Sentral AS (The Fed). Tapering pada prinsipnya adalah mengurangi pasokan dolar di pasar, demi menekan laju inflasi yang parah di Negeri Paman Sam. Ini juga yang membuat nilai dolar lebih kinclong dibandingkan sebelumnya, dalam jangka pendek.
Ia mengidentifikasi pasokan uang khusus dolar AS secara global sebagai makro penting pertama yang harus dilihat. Dia mengutip bahwa sejak S&P 500 dan harga Bitcoin bernilai dolar, faktor apa pun di pasar makro akan memengaruhi harga BTC.
Ini menegaskan kembali bahwa korelasi positif antara pasar modal dan pasar kripto semakin tinggi dan berpuncak pada tahun lalu, berdasarkan data dari IMF dan Bloomberg. Pasalnya arus modal, seperti dari perusahaan ventura dan perusahaan publik masuk ke pasar kripto, lewat beragam proyek.
Belum lagi terkait Bitcoin Berjangka ETF yang sudah masuk pasar modal Nasdaq dan Bursa Efek New York sejak tahun lalu.
Bannister menyatakan bahwa jika ukuran uang beredar M2 melambat, kemungkinan akan mengakibatkan pengetatan status keuangan AS. Bannister percaya bahwa aset spekulatif seperti Bitcoin akan masuk di pusaran seperti itu. Khususnya, M2 adalah ukuran suplai uang yang mencakup uang tunai, deposito giro, dan uang yang mudah dikonversi.
Di tempat lain, ia membahas dampak dari imbal hasil surat utang Amerika Serikat 10-tahun yang dapat berdampak pada pengetatan belanja Bank Sentral AS lagi. Menurut Bannister, pengetatan kemungkinan akan menghasilkan lonjakan imbal hasil surat utang itu, yang pada muaranya akan menghentikan pertumbuhan Bitcoin, karena modal beralih ke surat utang yang lebih menarik.
Prediksi Harga Bitcoin: US$10.000 pada Tahun 2023
“Pada tahun 2022, kami melihat kinerja Bitcoin dalam rentang perdagangan yang luas yang dibatasi oleh level intra-hari tahun-ke-hari dengan risiko penurunan yang lebih besar pada tahun 2023. Jika hasil TIPS 10T yang meningkat menarik emas lebih rendah, itu juga menekan Bitcoin. Jika Bitcoin dibagi dengan emas turun ke kisaran terendah (Fed memperketat), Bitcoin bisa turun menjadi US$10.000 pada tahun 2023,” kata Bannister.
Terakhir, analis menyoroti dampak premi risiko ekuitas S&P 500 karena pengetatan Fed. Dia mencatat bahwa itu akan menciptakan premi risiko ekuitas yang lebih rendah yang menguntungkan bagi pertumbuhan Bitcoin. Namun, jika Fed melonggarkan pengetatan, ekuitas risiko kemungkinan akan naik, mengakibatkan koreksi Bitcoin.
Nilai Bitcoin sempat turun hampir 8 persen dalam tujuh hari terakhir diperdagangkan pada US$40,100. Jika proyeksi Bannister benar-benar terjadi, maka harga kelas aset baru itu akan turun 75 persen dari nilai saat ini.
Grafik Bitcoin Cycle Repeat: US$15.000 pada November 2022
Sementara itu, berdasarkan data grafik Bitcoin Cycle Repeat, harga Bitcoin diprediksi bisa menjadi US$15.000 pada November 2022, setelah berada di bawah Moving Average 1458 hari (Oktober 2022). Patokan harga puncak adalah US$67.500 pada November 2021 lalu.
Bos Pantera: Minat Investor Masih Besar ke Kripto
Menariknya, beberapa analis pasar telah memproyeksikan bahwa Bitcoin kemungkinan akan jatuh lebih jauh, tetapi akan mampu rebound ke harga tertinggi baru sepanjang masa.
Seperti dilansir Finbold, Gareth Soloway, Kepala Strategi Pasar di InTheMoneyStocks.com, merevisi harga aset kembali ke US$17.000 dalam waktu dekat. Soloway mempertahankan posisi itu akan berumur pendek. Secara umum, dia yakin proyeksi tersebut didasarkan pada dampak de-leveraging pasar secara luas yang telah mempengaruhi aset digital di pasar berjangka.
Namun, penurunan ke harga terendah US$10.000 tidak akan menjadi yang pertama dalam sejarah aset ini. Misalnya, pada tahun 2018, kripto memasuki musim dingin setelah fase bullish yang memuncak pada BTC yang mencapai level tertinggi US$20.000 pada Desember 2017.
Menariknya, Dan Morehead, CEO Pantera Capital memandang rencana tapering pada Maret 2022 dan wacana meningkatnya suku bunga acuan, justru dilihat sebagai dorongan untuk kinerja Bitcoin dan kripto lain. Menurutnya, justru investor akan menjual saham mereka di pasar modal dan mengalihkannya ke kripto.
Di Indonesia, sejumlah crypto exchange, seperti PINTU dan Triv, masing-masing sudah jauh-jauh meluncurkan program Earn dan Staking untuk mengantisipasi pasar yang gonjang-ganjing. Kedua fitur ini memberikan peluang kepada pengguna untuk mendapatkan imbalan kripto.
Kemarin, Bos Triv menegaskan, bahwa saat ini investor kripto relatif bersikap wait and see, juga terkait kebijakan makro, termasuk situasi krisis di Ukraina.
Di atas itu semua, prediksi harga Bitcoin dan kripto lain, bisa benar bisa pula tidak, mengingat aset ini masih sangat muda dan mencoba mencari bentuk. [ps]