Presiden Prancis: Penahanan Pavel Durov Tidak Bermotif Politik

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menegaskan bahwa penahanan Pavel Durov pada Sabtu lalu tidak bermotif politik sama sekali. Hal itu ia sampaikan merujuk pada sejumlah komentar miring di dunia maya, bahwa penahanan Pendiri dan CEO Telegram itu adalah “titipan” dari negara tertentu dan Prancis dituding menerapkan standar ganda.

Vyacheslav Volodin: Amerika di Balik Penangkapan oleh Prancis

Pada Senin, Washington disebut-sebut berada di balik penangkapan Pavel Durov. Hal itu disampaikan Ketua Duma, majelis rendah parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin, melalui aplikasi pesan Telegram.

Tanpa memberikan bukti, Volodin mengatakan bahwa Amerika Serikat, melalui Prancis, mencoba untuk mengendalikan Telegram.

“Telegram adalah salah satu dari sedikit, dan sekaligus platform Internet terbesar yang tidak dipengaruhi oleh Amerika Serikat. Menjelang pemilihan presiden AS, penting bagi (Presiden Joe) Biden untuk mengambil alih kendali atas Telegram,” kata Volodin dalam sebuah unggahan, dilansir dari Reuters.

“Saya membaca sejumlah informasi tidak benar mengenai Prancis setelah penangkapan Pavel Durov. Prancis sangat berkomitmen pada kebebasan berekspresi, berkomunikasi, inovasi, dan berbisnis. Hal ini akan tetap demikian. Dalam negara hukum, baik di jejaring sosial maupun dalam kehidupan nyata, kebebasan dilaksanakan dalam kerangka yang ditetapkan oleh hukum untuk melindungi warga negara dan menghormati hak-hak dasar mereka. Penegakan hukum bergantung pada sistem peradilan yang sepenuhnya independen. Penangkapan CEO Telegram di wilayah Prancis terjadi sebagai bagian dari penyelidikan yudisial yang sedang berlangsung. Ini sama sekali bukan keputusan politik. Terserah hakim kelak untuk memutuskan,” tegas Macron di akun X-nya, Senin, 26 Agustus 2024 malam hari.

Di hari yang sama, dilansir dari Reuters, pihak kepolisian Prancis akhirnya angkat bicara untuk kali pertama setelah dua hari Durov ditahan.

“CEO Telegram Pavel Durov masih dalam tahanan di Prancis dan sedang diselidiki oleh unit kejahatan siber nasional kata seorang juru bicara kepolisian Prancis pada hari Senin. Durov dituduh bersikap pasif terhadap kejahatan siber dan keuangan yang dilakukan di platform Telegram, ujar juru bicara tersebut. Durov, 39 tahun, ditangkap di bandara Le Bourget di luar Paris tak lama setelah mendarat dengan jet pribadi pada Sabtu malam,” tulis Reuters.

Pavel Durov (juga dikenal sebagai perintis blockchain TON bersama saudaranya Nikolai Durov itu) ditahan pada Sabtu malam lalu, usai mendarat dengan jet pribadi di Paris dari Ajerbaizan. Informasi awal kala itu, menurut sumber anonim Kantor Berita France-Presse (AFP), Durov dituduh gagal membendung penyebaran konten ilegal di Telegram, yang memiliki lebih dari 900 juta pengguna. Durov sendiri memiliki dua kewarganegaraan, yakni Prancis (sejak 2021) dan Uni Emirat Arab (sejak 2017). Telegram sendiri berkantor di negara itu, di kota Dubai.

Sosok Pavel Durov, dari VKontakte, Telegram, hingga Merintis Blockchain TON

Lebih jauh lagi Durov dituduh gagal mengambil tindakan untuk menghentikan tindak kriminal pada platform-nya. Kantor OFMIN Prancis, yang bertugas mencegah kekerasan terhadap anak-anak, mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Durov dalam penyelidikan awal terkait dugaan pelanggaran, termasuk penipuan, perdagangan narkoba, perundungan siber, kejahatan terorganisir, dan promosi terorisme, kata sumber itu kepada AFP.

Sementara itu, juru bicara Kremlin, Peskov, dilansir dari Le Monde mengatakan Moskow belum menerima informasi dari Prancis mengenai alasan penahanan Durov.

“Kami tidak tahu secara konkret apa yang dituduhkan kepada Durov,” sebut Peskov.

Pihak perusahaan Telegram pun telah melayangkan pernyataan terkait itu, bahwa Telegram mematuhi hukum dan undang-undang yang berlaku di Uni Eropa termasuk Prancis. Bahkan tersirat pesan bahwa pemilik platform tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas penyalahgunaan oleh pengguna di dalam platform itu.

“Telegram mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk Digital Services Act perihal moderasi pesan di platform kami sesuai dengan standar industri dan terus disesuaikan. CEO Telegram Pavel Durov pun tidak memiliki apa pun yang disembunyikan dan memang sering bepergian ke Eropa. Mengklaim bahwa sebuah platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut adalah hal yang absurd. Hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia menggunakan Telegram sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi penting. Kami menantikan penyelesaian situasi ini dengan segera. Telegram selalu bersama kalian semua,” sebut Telegram pada Senin dini hari melalui kanal Telegram News.

Penahanan Durov Dianggap sebagai Sikap Standar Ganda

Pejabat Rusia dan komentator media negara dengan cepat menanggapi penahanan Durov untuk menyerang Barat, mengecam “standar ganda” dalam hal kebebasan berbicara.

“Prancis melanjutkan perjuangan mereka untuk ‘kebebasan berbicara’ dan ‘nilai-nilai Eropa,’” tulis anggota parlemen Rusia Andrei Klishas di Telegram, dilansir dari The Washington Post.

Duta Besar Rusia untuk organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov, mengatakan bahwa penahanan Durov adalah contoh dari tren totaliter yang sangat mengkhawatirkan di negara-negara yang dulu menyebut diri mereka demokratis.

pavel durov

“Beberapa orang naif masih belum mengerti bahwa jika mereka memainkan peran yang lebih atau kurang terlihat di ruang informasi internasional, tidak aman bagi mereka untuk mengunjungi negara-negara yang bergerak menuju masyarakat yang jauh lebih totaliter,” tulis Ulyanov di X.

Sementara itu, tokoh media sayap kanan Tucker Carlson, yang pada April 2024 mewawancarai Durov di Dubai mengatakan di X bahwa Pavel Durov meninggalkan Rusia ketika pemerintah mencoba mengendalikan perusahaan media sosialnya, Telegram.

“Tapi pada akhirnya, bukan Putin yang menangkapnya karena mengizinkan publik menggunakan kebebasan berbicara, tetapi negara barat, sekutu pemerintahan Biden, dan anggota NATO yang antusias, yang memenjarakannya,” katanya pada Sabtu lalu. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait