Ketidakjelasan regulasi dan masalah kepercayaan adalah hambatan utama yang membuat berbagai bisnis belum mengadopsi teknologi blockchain, menurut sebuah studi yang dirilis PricewaterhouseCoopers (PwC) pada 27 Agustus 2018, seperti dilansir dari Cointelegraph.com.
Studi yang bertajuk “Blockchain is here. What’s your next move?” itu PwC mensurvei 600 eksekutif dari 15 negara mengenai pengembangan blockchain dan pendapat mereka tentang potensinya. Negara-negara yang berpartisipasi dalam survei tersebut termasuk Amerika, Inggris, Uni Emirat Arab, Swedia, Singapura, Belanda, Jepang, Italia, India, Hong Kong, Jerman, Perancis, Denmark, Cina dan Australia.
Responden survei tersebut menyebutkan ketidakjelasan, rendahnya kepercayaan antara pengguna, dan kemampuan membangun sebuah network sebagai tiga hambatan utama adopsi blockchain. Hambatan lain yang disebutkan para responden termasuk blockchain berbeda yang tidak bisa bekerjasama, ketidakmampuan untuk memperbesar skala, kekhawatiran hak kekayaan intelektual, dan kekhawatiran audit serta ketaatan terhadap peraturan.
“Responden mengatakan kepada kami, bahwa mereka sangat ingin menggunakan blockchain, walau di tahap awal pengembangannya. Namun demikian, kekhawatiran mengenai kepercayaan dan regulasi tetap ada. Blockchain menurut definisinya seharusnya membangun kepercayaan. Tetapi, pada kenyataannya perusahaan-perusahaan menghadapi isu kepercayaan di hampir setiap aspeknya,” kata Steve Davies dari PwC.
Blockchain yang dirancang baik tidak hanya meniadakan perantara, tetapi juga menghemat biaya dan meningkatkan kecepatan, jangkauan, transparansi dan pelacakan untuk berbagai proses bisnis. Manfaat-manfaat blockchain sangat menarik jika organisasi-organisasi mampu memahami apa tujuan akhir mereka menggunakan teknologi ini, dan memadukannya dengan rancangan mereka.
Menurut studi tersebut, empat dari lima eksekutif dari seluruh dunia, yang mewakili 84 persen responden, memiliki program blockchain yang sedang dijalankan. 25 persen di antaranya telah menerapkan blockchain sepenuhnya atau telah meluncurkan proyek percontohan.
46 persen responden sepakat bahwa sektor finansial akan menjadi pemimpin dalam pengembangan blockchain selama tiga sampai lima tahun ke depan. Para responden juga melihat sektor lain memiliki potensi yang meningkat dalam kurun waktu yang sama, yaitu sektor energi dan utilitas (14 persen), kesehatan (14 persen) dan manufaktur industri (12 persen).
Negara Amerika dan Tiongkok disebut oleh para responden sebagai pemimpin pasar untuk pengembangan blockchain, di mana Amerika mendapat hasil polling sebesar 29 persen, dan Tiongkok mendapat 18 persen. Responden juga memrediksi bahwa dalam tiga sampai lima tahun ke depan, pusat pengembangan blockchain akan bergeser dari Amerika (18 persen) ke Cina (30 persen).
Bulan lalu, lembaga penelitian ilmiah di bawah Kementerian Industri dan Teknologi Informasi Tiongkok bekerjasama dengan perusahaan penyedia Internet Tencent Holdings mempublikasikan sebuah laporan mengenai blockchain di industri jasa keuangan. Menurut laporan tersebut, blockchain akan meningkatkan transparansi transaksi keuangan, memperkuat keluwesan sistem operasi, dan mengotomatisasikan proses-proses, sehingga mempengaruhi pencatatan, akuntansi, dan metode penyelesaian pembayaran layanan keuangan. [ed]