Ransomware yang meminta tebusan berupa Bitcoin (BTC) semakin menggila selama beberapa tahun terakhir. Pengguna diwajibkan ekstra waspada.
Menurut Jason Ingalls, Pendiri dan CEO Ingalls Information Security mengatakan, serangan ransomware Bitcoin terjadi karena satu alasan dan hanya satu alasan: karena peretas menyukai Bitcoin.
Akankah Berhenti?
Menurut Ingalls, lonjakan serius dalam serangan ransomware Bitcoin selama beberapa tahun terakhir, karena peretas mencari cara untuk mendapatkan BTC secara cepat dan semudah mungkin. Ingalls mengatakan bahwa sekitar US$1,4 miliar dalam BTC telah “menguap”, karena serangan ransomware Bitcoin di Amerika Serikat (AS) saja.
Serangan-serangan itu terjadi ketika seseorang membuka komputer atau ponsel pintar mereka dan menemukan semua data mereka terenskripsi, tidak dapat diakses sama sekali.
Di layar pun muncul pesan yang mengatakan, hanya jika mereka membayar tebusan berupa Bitcoin, maka data itu dapat dipulihkan.
Salah satu korban terakhir dari serangan semacam itu adalah Fakultas Kedokteran di sebuah universitas di San Francisco, California. Suatu hari staf teknologi informasi menemukan bahwa semua server mereka telah dienkripsi.
Setelah bernegosiasi dengan para peretas, yang awalnya meminta US$3 juta, akhirnya pihak universitas membayar tebusan senilai US$1,14 juta.
“Aset kripto seperti Bitcoin berperan penting dalam rantai transfer kekayaan internasional ransomware dari korban kepada penjahat. Tidak semua peretas menggunakan aset kripto lain seperti Monero dan Zcash, karena tingkat likuiditas dan nilainya lebih rendah daripada Bitcoin,” kata Liat Shetret dari Elliptic. [livebitcoinnews/red]