Reku: Pasar Kripto Masih Berpotensi Rebound

Pasar kripto saat ini yang sedang lesu dan cenderung masih “gonjang-ganjing”, diprediksi oleh Reku masih berpotensi rebound secara signifikan.

Baru-baru ini, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) melaporkan, bahwa jumlah investor kripto di Indonesia telah mencapai 19,75 juta orang per Maret 2024.

Kenaikan angka ini juga diikuti dengan lonjakan volume transaksi kripto di Indonesia yang mencapai Rp103,58 triliun, naik 207,5 persen dibandingkan Februari 2024 secara month to month.

Minat Masyarakat Masih Tinggi dan Aturan Mumpuni

Merespon kondisi tersebut, Robby selaku Chief Compliance Officer (CCO) Reku sekaligus Ketua Umum Aspakrindo-ABI mengatakan, pencapaian tersebut menandakan besarnya minat dan antusiasme masyarakat terhadap aset kripto.

“Aset kripto semakin menjadi pilihan investasi masyarakat Indonesia. Terlebih, terkait halving tahun ini terbilang unik, sebab Bitcoin berhasil mencapai harga tertinggi sepanjang masa (all-time-high) di level Rp1 miliar bahkan sebelum momen tersebut terjadi. Itu juga berdampak positif terhadap pasar kripto secara keseluruhan, sekaligus kinerja Bitcoin tersebut menggambarkan kecocokan Bitcoin sebagai safe haven asset dan menjadikan Bitcoin semakin menarik untuk masyarakat,” jelas Robby belum lama ini dalam keterangannya kepada media.

Robby melanjutkan, pihaknya optimis terhadap pertumbuhan ketertarikan masyarakat terhadap aset kripto ke depannya.

“Dari sisi regulasi, aset kripto merupakan industri yang telah diatur secara menyeluruh dan lengkap, mulai dari panduan untuk mengatur perdagangan aset kripto, tindak pidana pencucian uang (TPPU), hingga Self-Regulatory Organization (SRO) yang terdiri atas lembaga bursa, lembaga kliring, dan lembaga penyimpanan dana/depositori. Dukungan penuh dari pemerintah ini menunjukkan keseriusan dalam melindungi investor aset kripto di Indonesia,” lanjut Robby. Selain itu, pada dasarnya aset kripto merupakan instrumen investasi yang dapat dimanfaatkan oleh investor jangka pendek, menengah, hingga panjang.

Tambah Robby lagi, menurutnya ini bukan sekadar trader saja yang bisa memiliki aset kripto. Walaupun dikenal sebagai kelas aset yang volatil, setiap aset kripto memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dioptimalkan oleh masing-masing tipe investor.

Ia mencontohkan, misalnya investor jangka menengah hingga panjang yang cenderung menghindari fluktuasi tajam, dapat mempertimbangkan stablecoin, serta aset kripto bluechip seperti Bitcoin. Sementara investor yang ingin memanfaatkan momentum dan potensi kenaikan nilai yang lebih signifikan, dapat memilih altcoin yang potensial sesuai dengan sektor yang diminati. Tentunya setiap keputusan investasi perlu dipertimbangkan dengan bijak dan cermat,” lanjut Robby.

Stablecoin USDC Circle Ungguli Petahana USDT Dalam Hal Volume Transaksi, Pertanda Apa?

Bertepatan dengan Bulan Literasi Kripto (BLK), Robby berharap pemahaman dan adopsi masyarakat terhadap pasar kripto bisa digenjot.

“Selama BLK di bulan Mei ini, seluruh stakeholders di ekosistem kripto bersama-sama menggencarkan literasi. Ini tentu bisa mendorong pertumbuhan ekosistem kripto ke arah yang lebih positif serta menjangkau lebih banyak masyarakat untuk melek dan berinvestasi kripto,” pungkasnya. Selain itu, Robby memaparkan walaupun pasar kripto saat ini tengah dalam kondisi landai atau sideways, optimisme pasar kripto untuk menghijau masih terbuka.

Optimisme Pasar Kripto dan Tips untuk Pemula

Di sisi lain, Crypto Researcher Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan hal ini dapat dilihat pada situasi saat ini di mana estimasi biaya rata-rata untuk menambang Bitcoin telah mencapai kenaikan yang signifikan.

Mengutip data macromicro.me, biaya rata-rata untuk menambang satu Bitcoin dalam beberapa hari pasca halving 20 April 2024 berada di kisaran angka US$90 ribu atau sekitar Rp1,5 miliar. Selanjutnya melansir data Asic Miner Value menunjukkan tren yang sama meskipun dengan tingkat biaya operasional yang lebih rendah.

“Biaya menambang yang lebih tinggi dari harga pasar Bitcoin tersebut menunjukkan tingginya optimisme para miner yang terus menambang Bitcoin terlepas dari berkurangnya reward pasca halving. Sementara data Asic Miner Value menunjukkan bahwa alat hardware untuk menambang Bitcoin keluaran terbaru, dengan biaya listrik US$0,12/KWh, kompak menunjukkan profitabilitas yang negatif. Masih relatif terjaganya hash rate atau kekuatan komputer yang menambang Bitcoin di situasi yang seperti ini turut menggambarkan resiliensi para miner yang juga dapat berimbas pada optimisme pasar terhadap kekuatan keamanan blockchain Bitcoin,” ujar Fahmi.

Lanjutnya, dengan harga Bitcoin yang secara historis selalu mengikuti pola pergerakan average mining cost dalam jangka waktu yang sedikit lebih lama, maka data-data ini tentu dapat memberikan optimisme terhadap arah harga Bitcoin ke depan. Apabila tren yang ada berlanjut dan average mining cost akan bertahan di level US$100 ribu pada hari-hari setelah ini, artinya kita sedang melihat terbukanya kemungkinan harga pasar Bitcoin untuk melampaui angka tersebut dalam beberapa bulan ke depan. Situasi tersebut tentu menjadi sebuah momentum menarik khususnya bagi investor pemula yang baru ingin mulai mengeksplorasi aset kripto.

“Tren positif yang ditunjukkan oleh Bitcoin dalam jangka menengah ke panjang dengan optimisme para miner tersebut dapat turut mendukung rally pasar kripto secara umum, mengingat saat ini Bitcoin adalah aset kripto terbesar yang pergerakan harganya seringkali dijadikan acuan para investor untuk menilai aset kripto lain,” ujarnya.

Fahmi melanjutkan, investor dapat memanfaatkan momentum Bitcoin yang ada saat ini di mana optimisme para penambang terhadap nilai Bitcoin ke depan relatif cukup tinggi.

“Investor pasar kripto dapat memahami perkembangan dan nature dari data tersebut untuk memetakan momentum, bukan hanya dari narasi atau ulasan positif. Misalnya seperti situasi saat ini dengan mining cost yang lebih tinggi dari harga Bitcoin di pasar, mengindikasikan tren bullish. Meskipun harga Bitcoin baru akan berpotensi terapresiasi signifikan dalam 6 bulan ke depan, setidaknya mempersiapkan investasi di periode tersebut akan jauh lebih mudah dibandingkan ketika periode pasar bearish,” ujar Fahmi.

Selanjutnya, investor perlu melakukan evaluasi strategi investasi secara berkala dengan memantau efektivitas dan akurasi dari strategi yang dijalankan.

“Investor juga bisa memanfaatkan fitur Investment Insight di Reku untuk memudahkan dalam memonitor performa tersebut. Investment Insight Reku menjadi fitur yang dapat memudahkan investor dalam memantau rangkuman performa portofolio investasi. Fitur tersebut menyajikan detail alokasi di setiap aset, holding period, harga rata-rata pembelian, hingga kalender untung dan rugi tanpa investor perlu mencatat secara manual,” ujarnya. [ps]

Terkini

Warta Korporat

Terkait