Lebih dari 10.810 investor di Korea Selatan tercatat memiliki aset kripto bernilai lebih dari KRW 1 miliar, setara lebih dari Rp11 miliar.
Berdasarkan laporan media lokal, nilai rata-rata kepemilikan para investor tersebut mencapai KRW 2,2889 miliar per orang, atau sekitar Rp26,9 miliar.
Angka itu 200 kali lipat lebih besar dibandingkan kepemilikan rata-rata pengguna biasa di lima bursa kripto utama Korea, yaitu hanya KRW 10,27 juta, sekitar Rp120 juta. Data ini menegaskan jurang ketimpangan antara pemilik modal besar dan investor ritel di pasar aset digital Korea.
Investor Usia 50-an Mendominasi, Generasi Muda Pimpin Rata-Rata Aset
Berdasarkan distribusi usia, investor berumur 50-an tahun mendominasi daftar whale dengan jumlah 3.994 orang, disusul kelompok usia 40-an sebanyak 3.086 orang, 60 tahun ke atas 2.426 orang, serta investor 30-an yang mencapai 1.167 orang.
Meski jumlahnya jauh lebih sedikit, investor berusia 20-an justru mencatatkan rata-rata kepemilikan tertinggi. Dari total 137 orang di kelompok ini, rata-rata portofolio mereka mencapai KRW 2,6887 miliar atau sekitar Rp31,6 miliar.
Temuan ini menandakan bahwa sebagian generasi muda berhasil membangun eksposur signifikan di pasar kripto, meskipun basis jumlah investornya kecil.
Sementara itu, distribusi kepemilikan yang tinggi pada usia 50-an memperlihatkan bahwa mayoritas pelaku utama di pasar kripto Korea berasal dari kelompok investor mapan, yang memiliki modal besar untuk bersaing dengan volatilitas aset digital.
Upbit Jadi Basis Utama Whale Korea SelatanÂ
Dari lima bursa kripto terbesar di Korea Selatan, Upbit menempati posisi teratas sebagai platform utama bagi investor besar. Sebanyak 76 persen whale atau sekitar 8.242 orang tercatat aktif di bursa tersebut. Persentase ini jauh melampaui pangsa pengguna umum Upbit, yang hanya sekitar 52 persen dari total investor di lima bursa besar.
Dominasi ini menunjukkan bahwa Upbit tidak hanya unggul dari sisi jumlah pengguna, tetapi juga menjadi pilihan utama bagi investor bermodal besar dalam melakukan transaksi dan menyimpan aset kripto mereka.
Hal ini menegaskan peran penting bursa tersebut dalam mengendalikan arus modal kripto di Korea Selatan.
Perdebatan Regulasi Stablecoin
Di tengah lonjakan jumlah investor besar, Korea Selatan juga menghadapi perdebatan regulasi terkait stablecoin. Sekitar tiga minggu lalu, parlemen mengajukan rancangan undang-undang yang memberikan izin kepada perusahaan non-bank untuk menerbitkan stablecoin yang dipatok ke won.
Tujuannya adalah menjaga aliran modal tetap berada di dalam negeri serta mengurangi dominasi stablecoin berbasis dolar AS, yang menurut data telah memicu arus keluar modal lebih dari US$19 miliar hanya dalam kuartal pertama tahun ini.
Namun, langkah ini mendapat tentangan keras dari Bank of Korea. Bank sentral menilai penerbitan stablecoin oleh perusahaan non-bank dapat mengganggu stabilitas keuangan dan menambah kerentanan nilai tukar.
Bank of Korea menekankan bahwa hanya bank komersial yang sebaiknya diberi wewenang menerbitkan stablecoin berbasis won. Meski begitu, sektor swasta dilaporkan tetap mengembangkan produk stablecoin serupa dan menargetkan peluncuran paling lambat pada tahun 2026. [st]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.