Ripple Donasikan US$25 Juta Lewat Stablecoin Buat Bantu Guru

Sementara proyek stablecoin lainnya masih sibuk mencari penerapan praktis, Ripple justru membuat langkah nyata. Baru-baru ini, perusahaan blockchain tersebut mengumumkan donasi senilai US$25 juta, setara Rp412,5 miliar, kepada dua organisasi nirlaba pendidikan ternama di AS, yakni DonorsChoose dan Teach For America.

Yang membuatnya unik, sebagian besar dana tersebut disalurkan melalui Ripple USD (RLUSD), stablecoin besutan Ripple sendiri yang baru saja diuji coba di jaringan XRP dan Ethereum.

Langkah ini bukan hanya soal filantropi, tetapi juga sebuah eksperimen dunia nyata yang melibatkan teknologi blockchain dan sistem donasi. Bukan lagi teori di whitepaper, ini implementasi langsung dan penerima manfaatnya adalah ribuan guru dan siswa di berbagai penjuru AS.

Donasi Ripple yang Turut Membuka Jalan Baru

Dalam struktur pendistribusian dana, DonorsChoose akan menerima sekitar US$15 juta dan sisanya, US$10 juta, akan dialokasikan ke Teach For America. Keduanya sepakat menerima sebagian besar dana tersebut dalam bentuk RLUSD.

Ini sekaligus menjadi kali pertama bagi kedua organisasi tersebut membuka pintu untuk menerima stablecoin sebagai alat bantu donasi.

“Ripple selalu memperjuangkan akses finansial dan pendidikan untuk semua orang, dan kami bermitra dengan beberapa organisasi yang paling berdampak, [yakni] DonorsChoose dan Teach For America, untuk memberi manfaat bagi ribuan ruang kelas di seluruh AS,” ujar CEO Ripple Brad Garlinghouse, dilansir dari siaran pers.

Lebih lanjut lagi, program ini diluncurkan bertepatan dengan Pekan Apresiasi Guru di AS, yang biasanya menjadi momen refleksi dan dukungan terhadap dunia pendidikan.

Melalui RLUSD, Ripple berharap proses donasi jadi lebih cepat, murah, dan transparan. Tapi yang lebih penting, hasil akhirnya benar-benar bisa dirasakan langsung oleh guru dan murid.

Guru yang Tak Lagi Harus Mengorbankan Dompet

Di sisi lain, CEO DonorsChoose, Alix Guerrier, memberikan gambaran yang sangat manusiawi soal kondisi para guru di lapangan.

“Para guru berusaha keras demi pendidikan siswa mereka, bahkan menghabiskan ratusan, terkadang ribuan, dolar AS dari kantong mereka sendiri untuk kelas mereka,” ujar Alix Guerrier.

Memang, tak sedikit guru yang harus merogoh kocek pribadi untuk membeli buku, alat peraga, hingga keperluan sederhana seperti kertas warna. Maka, ketika bantuan datang dengan model seperti ini, rasanya seperti ada nafas baru yang masuk ke ruang kelas.

“Melalui inisiatif mereka, Ripple secara langsung menyediakan sumber daya yang dibutuhkan siswa mereka untuk pendidikan terbaik bagi para guru. Siswa tidak hanya akan mendapatkan materi yang akan meningkatkan pembelajaran mereka, tetapi mereka juga akan memiliki alat untuk membantu mereka menuju masa depan yang cerah,” tambah Alix.

RLUSD Bukan Sekadar Token Digital

Kalau biasanya stablecoin dikaitkan dengan DeFi, bursa kripto, atau sistem pembayaran, kali ini RLUSD justru menunjukkan bahwa ia bisa menjadi jembatan langsung menuju ruang kelas.

Dengan bantuan platform donasi berbasis kripto, The Giving Block, dana dalam bentuk RLUSD bisa dikirim dengan cepat tanpa biaya besar atau waktu tunggu lama. Bandingkan dengan metode tradisional, yang kadang penuh birokrasi dan lamban.

Namun demikian, dampaknya tak berhenti di proses transfer. Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung proyek ruang kelas, memperluas program bimbingan belajar nasional, mendorong tantangan inovasi STEM dan memperkuat literasi keuangan di kalangan pelajar.

Bahkan, anggota baru Teach For America juga akan mendapat bantuan finansial selama masa pelatihan mereka.

Teknologi Bertemu Aksi Nyata

Sejak 2018, Ripple telah menyumbang lebih dari US$200 juta ke berbagai inisiatif global, mulai dari pendidikan, bantuan kemanusiaan, hingga pelatihan blockchain. Namun, integrasi stablecoin ke dalam sistem donasi pendidikan adalah babak baru.

Mungkin akan muncul pertanyaan, mengapa repot-repot menggunakan stablecoin? Jawabannya sederhana. Karena dengan stablecoin, semua orang bisa melacak kemana dana mengalir, berapa besar yang diterima penerima manfaat dan seberapa cepat mereka bisa menggunakannya. Ini transparansi yang belum tentu bisa ditandingi sistem tradisional.

Bagi para siswa, mungkin mereka tidak peduli dana itu datang dari token, rekening bank, atau kotak amal. Tapi mereka pasti peduli ketika akhirnya mendapat mikroskop baru untuk laboratorium atau laptop bekas tapi masih layak pakai untuk belajar pengkodean. Dan jika teknologi bisa mempercepat semua itu, kenapa tidak? [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait