Wacana potensi resesi belum usai, kini wacana kemungkinan terjadi depresi hebat di AS digaungkan oleh Robert Kiyosaki, menegaskan pendapatnya selama ini, selain ramalan penulis James Rickards tahun 2020 lalu. Beginilah skenario Bitcoin dan kripto lain jika depresi hebat terjadi di masa depan.
Apa Itu Depresi Hebat?
Dalam ranah ekonomi, depresi hebat atau the great depression adalah penurunan aktivitas ekonomi yang parah dan berkepanjangan. Depresi umumnya didefinisikan sebagai resesi ekstrem yang berlangsung selama tiga tahun atau lebih atau yang menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB) riil setidaknya 10 persen.
“Dalam satu tahun tertentu. Depresi relatif lebih jarang daripada resesi yang lebih ringan, dan cenderung disertai dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan inflasi yang rendah,” tulis jurnalis independen, Daniel Roberto di Investopedia.
Dalam sejarah umat manusia, depresi hebat kali pertama terjadi di Amerika Serikat dari tahun 1929 hingga 1939. Itu dimulai setelah jatuhnya pasar saham pada Oktober 1929, yang membuat Wall Street panik dan menguapkan uang jutaan investor. Depresi hebat itu menjadi puncak era “Roaring Twenties“, era keemasan AS yang ditandai dengan tingginya inovasi teknologi di segala sektor (mobil, kedirgantaraan, televisi), tumbuhnya film-film dan kebudayaan lainnya yang berpengaruh global, dampaknya dari kebijakan suku bunga rendah untuk merangsang ekonomi agar bangkit dari efek Perang Dunia I.
Sejarah mencatat, suku bunga menurun tajam selama tahun 1921 dan masih lebih rendah pada paruh pertama tahun 1922. Kebijakan suku bunga rendah itu karena The Fed membantu pemerintah AS untuk membiayai Perang Dunia I, lewat penerbitan dan penjualan surat utang pada tahun 1917. Perang Dunia I yang terjadi pada Agustus 1914 di Eropa itu memang memicu krisis keuangan.
Situs The Fed mencatat depresi hebat terjadi antara tahun 1929 hingga 1941 dan itu berdampak pula ke negara lain.
Pada tahun 2002, Ben Bernanke, yang saat itu adalah anggota Dewan Gubernur Federal Reserve, mengakui The Fed kala itu punya peran besar terjadinya depresi.
Biang kerok depresi hebat adalah hilangnya kendali negara dan otoritas di AS dalam menertibkan bank-bank komersial kala itu untuk memberikan pinjaman kepada nasabahnya. Kala itu adalah era kebijakan suku bunga, sehingga biaya meminjam uang (bunga) di bank sangatlah murah, sehingga mendorong banyak warga, perusahaan, termasuk bank sendiri untuk berinvestasi dan trading saham.
Hingga akhirnya pelaku pasar menyadari pasar sudah menggelembung, karena nilai perusahaan jauh lebih rendah daripada nilai sahamnya, investor pun beramai-ramai menjual kepemilikan sahamnya. Sementara bank mengalami kredit macet, karena peminjam gagal membayar akibat merugi dari pasar saham itu.
Sejak depresi hebat itu pula, nilai dolar terkikis 99 persen terhadap emas hingga tahun 2011. Dan pada tahun 1933 itu Presiden Roosevelt mendevaluasi dolar AS sebesar 70 persen terhadap emas. Penurunan dolar diperparah AS dari sistem standar emas yang pada tahun 1971. Kini dolar dibiarkan mengambang bebas, berdasarkan hukum pasar.
Di era pelonggaran kuantitatif (mencetak dolar tanpa batas) sejak krisis 2008 yang untuk saat ini masih terbukti mencegah resesi yang sangat dalam, hasilnya sebagian besar tidak diketahui, namun justru berpotensi mengarahkan ekonomi ke dalam resesi dan depresi hebat.
Menurut Sheen Brett di Seeking Alpha, AS tidak punya pilihan selain mendevaluasi mata uangnya untuk membayar kembali utang nasionalnya yang besar, yang telah meningkat lima puluh kali lipat selama 50 tahun terakhir, lebih dari US$17 triliun.
Wacana kemungkinan terjadi depresi hebat terjadi di Amerika Serikat (AS) semakin mengemuka. Setidaknya itu terjadi sejak tahun 2020 ketika pandemi COVID-19 melanda yang membuat roda ekonomi global mandek. Penulis James Rickards dalam bukunya The Great New Depression (2021) meramalkan AS akan mengalami depresi hebat keduanya dan mungkin lebih masif daripada sebelumnya.
Rickards mengalahkan kebijakan suku bunga rendah oleh The Fed yang berlangsung sejak tahun 2008 hingga tahun 2020, sebagai biang keroknya. Suku bunga rendah dipandang sebagai penggenjot inflasi tinggi yang membawa ekonomi ke dalam resesi parah dan menjadi depresi.
Lazimnya resesi terjadi, ketika pertumbuhan ekonomi sebuah negara turun dua kuartal berturut-turut. Pada tahun 2021, Rickards yakin, bahwa AS sesungguhnya sudah berada di era resesi dan bersiap menuju depresi hebat.
Robert Kiyosaki tentang Nasib Bitcoin
Mengingat relasi positif pasar kripto dan pasar saham semakin erat dan mencapai puncak pada akhir tahun 2021, jika depresi hebat terjadi di AS, maka itu akan berdampak buruk pada lebih parahnya pasar saham dan pasar kripto.
Gejalanya sudah muncul sebelum November 2021, ketika pasar saham dan pasar kripto sama-sama mengalami kenaikan nilai dan berpuncak pada akhir tahun itu, ketika The Fed berencana menarik pasokan dolar dan menaikkan suku bunga acuan, guna mengerem inflasi. Dan itu terjadi sejak Januari 2022 dan direncanakan sampai tahun 2023 hingga inflasi bisa ditekan menjadi 2 persen dari saat ini 9,1 persen per Juni 2022.
Robert Kiyosaki Menanti Harga Bitcoin Semakin Murah, Siapkan Uang Tunai untuk Serok
Namun bagi Robert Kiyosaki, belum lama ini, kebijakan suku bunga ketat sudahlah terlambat, karena justru akan menciptakan resesi dan pada ujungnya terjadi depresi.
“Waspadalah inflasi tinggi dapat menyebabkan depresi yang lebih besar. Sejak tahun lalu rumah yang disita oleh bank sudah naik 700 persen, pemutusan hubungan kerja sudah dimulai.
Ini bukan pertama kalinya Robert Kiyosaki memperingatkan tentang depresi hebat yang akan datang.
“Setiap 90 tahun, ada kehancuran pasar saham yang diikuti oleh depresi. 90 tahun yang lalu adalah tahun 1929 diikuti oleh depresi hebat yang berlangsung 25 tahun hingga 1954. Akankah sejarah terulang? Saya percaya begitu,” katanya pada Agustus 2020 di Twitter.
Pada April 2022 Kiyosaki memperingatkan tentang potensi hiperinflasi dan depresi. Ia juga meramalkan bahwa nilai dolar AS menurun. Di lain masa dia menegaskan lagi bahwa depresi akan tiba dan bahwa nilai saham dan obligasi jatuh.
Pekan lalu, dia mengatakan telah menyiapkan uang tunai untuk membeli real estate dan Bitcoin, karena harganya akan semakin murah. Bulan lalu, dia mengungkapkan bahwa dia sedang menunggu harga Bitcoin hingga US$1.100.
Resesi bagi pelaku pasar kripto adalah tanda awal, bahwa The Fed justru akan bersikap melunak untuk tidak menaikkan suku bunga pada FOMC Juli 2022 nanti atau setidaknya hanya 75 bps dan tidak sampai 100 bps (sebagaimana konsensus pasar).
Wacana resesi sudah ditegaskan sebelumnya, tak lama setelah FOMC The Fed Juni 2022, tepatnya pada 19 Juni 2022, kita lihat Gubernur The Fed dan Menteri Keuangan AS langsung memberikan pernyataan kepada publik, mereka juga khawatir akan datangnya resesi, jika kebijakan moneter dan kebijakan fiskal tidak dapat dikendalikan.
Suku Bunga The Fed Tinggi, Ray Dalio: Kita Menuju Stagflasi!
Jika FOMC bulan ini The Fed sedikit melunak, maka kemungkinan besar dolar AS kian melemah lagi (sejak 18 Juli 2022), karena indeks dolar (DX) sudah masuk teritori di bawah Moving Average (MA) 50 pada time frame 4 jam, jatuh dari tertinggi 109 dan sekarang di 106.
Berikutnya jika resesi di AS benar-benar terjadi dan mungkin saja stagflasi (inflasi+pertumbuhan ekonomi melemah), maka The Fed mungkin terpaksa menurunkan suku bunganya dan ini membuat dolar melemah dan menjadi angin yang sang baik bagi pasar saham dan pasar kripto, karena kedua pasar ini cenderung berkorelasi positif.
Pun di sisi teknikal, pasar Bitcoin saat ini sudah benar-benar oversold dan dimulai sejak akhir Juni 2022 lalu, sebagai isyarat kuat, bahwa aksi jual mulai reda. [ps]