Sayonara Terra (LUNA), hari ini sah jadi abu alias jadi nol rupiah, setelah berdarah-darah lalu kehilangan nyawa. Inilah penjelasan sederhana yang lengkap soal sebab-musababnya.
Terpantau hari ini, Jumat (13/5/2022) di Coinmarketcap.com, harga LUNA jatuh 99,97 persen di harga US$0,00005523. Memang masih ada tersisa sekian persen, tetapi sejatinya ia sudah mati. Itu terbukti dari keputusan Binance dan Crypto.com dan beberapa bursa kripto lainnya memutuskan untuk men-delisting-nya. Bahkan di bursa kripto Bityard pada dini hari tadi, detik-detik rontoknya harga LUNA ke titik nol tampak sangat jelas.
Tidak sedikit para penghuni lama di dunia kripto yang terperanjat dengan peristiwa ini, apalagi para penghuni baru. Pasalnya, LUNA yang lahir di Korea Selatan tahun 2019 ini dianggap menjanjikan dan berprestasi, karena bertahan cukup lama sebelumnya di 10-20 besar versi Coimarketcap.com, berdasarkan kapitalisasi pasarnya. Apa sesungguhnya yang terjadi? Apakah bisa pulih kembali? Dan apakah kripto lain bisa bernasib serupa?
Secara umum, jatuhnya LUNA ke titik nadir adalah peringatan tentang volatilitas harga kripto, khususnya pasca The Fed menaikkan suku bunga acuan dan berdampak pada menguatnya dolar AS.
Apa Itu Terra (LUNA)?
Terra adalah nama kripto untuk blockchain Terra yang dirancang oleh tim di Terraform Labs pada tahun 2019. Kripto Terra punya simbol perdagangan (ticker), yakni LUNA.
Apa Itu Blockchain Terra?
Blockchain Terra dibuat dengan teknologi blockchain COSMOS SDK sebagai jaringan sistem transaksi kripto LUNA. Ketika Anda melakukan jual-beli LUNA, maka blockchain inilah yang memungkinkan Anda menerima dan mengirimkan kriptonya. Dipadukan dengan smart contract di dalamnya, memungkinkan proses penerbitan kripto lain di bawahnya, disebut token.
Tujuan khusus blockchain Terra oleh Pendirinya Do Kwon dan kawan-kawannya adalah membuat sistem transaksi keuangan kripto stablecoin. Kripto jenis ini meniru sistem nilai mata uang fiat, misalnya dolar AS, won Korea, euro dan sebagainya. Selain itu, biaya dan waktu transaksi bisa lebih cepat dibandingkan sistem konvensional seperti di bank atau fintech biasa untuk mengirimkan dana.
Seperti istilahnya, stablecoin dirancang agar nilainya tetap stabil, 1 banding 1 terhadap nilai mata uang fiat yang asli. Misalnya 1 dolar di stablecoin harus tetap setara 1 dolar AS.
Apa Itu TerraUSD (UST)?
TerraUSD atau UST adalah stablecoin utama di blockchain Terra ini yang nilainya setara 1 dolar AS. Ada pula stablecoin lain, bernilai won Korea, tugrik Mongolia hingga “uang” IMF yakni Special Drawing Rights (SDR). Semua stablecoin itu disebut token, karena menggunakan blockchain Terra dan bersinggungan erat dengan kripto LUNA.
Namun UST tidak menggunakan pendekatan seperti pada stablecoin popular lainnya, seperti USDC ataupun USDT. Tether, perusahaan penerbit USDT misalnya nilai stablecoin-nya berdasarkan nilai aset asli, seperti dolar AS di rekening bank atau kelas aset lain, seperti saham atau obligasi yang setara dengan nilai dolar.
Teknologi yang diterapkan pada UST disebut dengan istilah “algoritmik”. Sederhananya, agar nilai UST tetap stabil sama dengan 1 dolar, dibuat berdasarkan kode program. Ini dirancang di smart contract di blockchain.
Mekanisme dasarnya seperti ini. LUNA di-burn untuk menerbitkan (minting) UST agar ia tetap stabil, ketika UST kehilangan pasaknya (peg) terhadap dolar.
Misalnya, jika harga UST adalah 0,99, maka sejumlah kecil LUNA akan di-burn. Dan sebaliknya, jikalau harga UST mencapai 1,01, maka sejumlah kecil UST akan di-burn.
Mengapa nilai UST dan LUNA naik dan turun, tentu saja karena sama-sama berdasarkan hukum permintaan dan penawaran. Ketika nilai UST jatuh, maka semakin sedikit yang menggunakannya untuk transaksi dan sebaliknya.
Meniru Sistem Moneter Bank Sentral
Mekanisme burn dan minting ini sebenarnya meniru prinsip sistem moneter bank sentral, di mana jumlah dolar yang ada di pasar, berdasarkan naik turunnya pasak aset yang ada di neraca keuangan bank sentral, yakni berupa obligasi ataupun aset lain yang setara dengan jumlah dolar itu. Dalam hal ini di Terra, dolar adalah UST dan pasaknya adalah LUNA.
Kalau di sistem moneter bank sentral, jikalau mereka ingin menambahkan dolar ke ekonomi, maka mereka melakukan pembelian aset ke neracanya, misalnya surat utang pemerintah. Ini disebut mekanisme expansion alias pelonggaran kuantitatif.
Sebaliknya, jikalau ingin menarik kembali dolar itu di pasar agar inflasi tidak terlampau tinggi atau sudah terlalu tinggi, maka bank sentral menjual asetnya, sekaligus menaikkan suku bunga alias besaran biaya meminjam uang di bank. Ini yang disebut dengan pengetatan kuantitatif alias contraction dan ini sedang terjadi di Amerika Serikat sejak Maret 2022 dan kelak akan diikuti oleh bank sentral negara lain.
Terra Dijual Terlalu Banyak, UST Jadi Tak Stabil
Lantas Mengapa Harga LUNA bisa amblas dan UST kehilangan kestabilannya? Itu pertanyaan paling utama. Di awal, kita dikembalikan pada kunci proses burn dan minting itu. Agar tetap stabil, UST selalu memerlukan LUNA.
Jikalau LUNA kehilangan nilai akibat aksi penjualan yang lebih besar daripada yang disanggupi sistem untuk menerbitkan UST, maka nilai UST jauh lebih kecil daripada 1 dolar. Itu juga terjadi sebaliknya jikalau banyak sekali UST yang dijual ke aset yang berbeda (alias semakin sedikit yang menggunakannya).
Salah satu use case UST adalah lewat Anchor Protocol, aplikasi simpan pinjam, dengan imbalan 20 persen APY dengan men-staking UST. Aplikasi ini adalah komponen mirip “perbankan” seperti di sebuah negara untuk sistem perputaran uang.
Inilah yang terjadi di awal-awal harga LUNA jatuh, yakni Anchor Protocol kehilangan banyak UST dalam waktu sangat cepat.
Dugaan penyebab ini adalah yang ditengarai akibat aksi manipulasi pasar oleh 2 perusahaan besar, yakni BlackRock dan Citadel dan 1 perusahaan bursa kripto asal AS, Gemini. Caranya adalah dengan menjual 25 ribu dolar dari 100 ribu dolar Bitcoin mereka dengan UST, lalu menjual semua BTC itu termasuk UST secara cepat. Itu yang menyebabkan kepanikan pasar dan berujung pada penjualan UST dan LUNA lebih banyak lagi.
BlackRock sendiri punya investasi besar di Circle, perusahaan penerbit stablecoin USDC bersama Coinbase. Ketiga perusahaan langsung menyangkal kabar miring bahwa mereka yang melakukan manipulasi pasar.
Do you think it is true that Blackrock and Citadel attacked $ust and crashed #crypto? Current rumor pic.twitter.com/xuq9kPITH8
— Lark Davis (@TheCryptoLark) May 11, 2022
Dugaan itu sebenarnya rumor yang beredar di Internet yang diyakini benar adanya pada dua hari lalu. Ceritanya seperti ini yang digemakan oleh pendiri Cardano, Charles Hoskinson di Twitter. Sayangnya cuitan itu dihapus, tetapi banyak disalin oleh pengguna lain. Anda bisa membaca kisah selengkapnya di artikel ini.
Bagaimana Berikutnya?
Hingga artikel ini ditulis, sejumlah bursa kripto besar seperti Binance enggan memfasilitasi perdagangan LUNA, karena kripto itu sudah kehilangan likuiditasnya, dan tentu saja ribuan orang pun merana.
Binance will suspend spot trading for the following trading pairs at 8:30am UTC, May 13 2022:
🔸 LUNA/BUSD
🔸 UST/BUSDhttps://t.co/U8u7bNWuZT— Binance (@binance) May 13, 2022
Sebelumnya, Tim Terraform Labs sudah mengaktifkan kembali blockchain mereka setelah beberapa jam dipadamkan. Sejumlah besar kripto LUNA pun diterbitkan dari sebelumnya 400 milyar LUNA menjadi 6.530 milyar LUNA. Sedangkan UST hari ini jadi “coin tak stabil”, hanya US$0,1. Sementara itu Komisi Bursa dan Sekuritas (SEC) AS disebut-sebut mungkin sudah menyelidiki kasus ini yang memungkinkan Do Kwon dipanggil.
Itulah adalah langkah darurat dari Do Kwon untuk menyelamatkan kripto mereka dan mencoba untuk membangkitkan keyakinan publik yang sudah “nangis darah”. Itu bisa terjadi, jikalau memang bursa kripto besar akan memperdagangkannya kembali, jikalau tidak, ya ucapkan sayonara Terra (LUNA).
Tinggal sekarang tak mudah mengembalikan kepercayaan publik kepada LUNA, karena sistemnya dengan UST sangat mudah dimanipulasi dan memberikan label yang buruk kepada stablecoin jenis algoritmik ini. [ps]