Scott Melker dari BlockWorksGroup mengatakan, bahwa memiliki Bitcoin bermakna untuk melindungi nilai kekayaan dari hiperinflasi, bukan ketika ekonomi dan pasar saham sedang runtuh.
Pernyataan Melker itu menanggapi sikap sejumlah trader dan investor Bitcoin yang menilai Raja Aset Kripto itu sebagai aset safe haven selama krisis ekonomi saat ini. Selain itu, banyak yang berkesimpulan, bahwa naiknya harga Bitcoin berkorelasi positif dengan pasar modal terbesar di Amerika Serikat, misalnya.
“Bitcoin tidak dilahirkan sebagai pelindung nilai ketika pasar modal runtuh. Seharusnya ia hanya berperan sebagai pelindung nilai kekayaan Anda ketika uang fiat (uang yang diterbitkan dan dikenalikan oleh negara-Red) runtuh dan adanya hiperinflasi,” katanya dalam podcast di TheDailyChain, beberapa waktu lalu.
Menurut salah seoarang pendiri BlockFi, Flori Marque, agar Bitcoin dapat berperan sempurna dalam waktu dekat, ia harus berhenti berkorelasi positif dengan pasar modal.
Apa Itu Hyperinflasi?
Dalam situasi krisis ekonomi, seperti saat ini, pasar modal memang mengalami pelemahan yang parah. Investor menjual saham-sahamnya, karena roda bisnis perusahaan tidak berputar. Daya beli konsumen pun melemah.
Ini yang memaksa negara melalui bank sentral dan pemerintah menstimulus ekonominya agar tak bertambah parah.
Stimulus itu bisa berupa penambahan jumlah uang fiat ke dalam pasar, melalui mekanisme pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) oleh bank sentral.
Bank Sentral Amerika Serikat alias The Fed misalnya, melakukan pelonggaran kuantitatif dengan cara membeli surat utang negara (goverment bond) yang berjangka panjang di pasar terbuka (open market). The Fed bisa juga melakukan pembelian saham-saham perusahaan agar harganya naik.
Dengan cara itulah, jumlah uang yang beredar bertambah dan mendorong pinjaman dan investasi. Pembelian itu juga berfungsi untuk menurunkan suku bunga bank.
Dengan suku bunga yang murah diharapkan banyak masyarakat dan perusahaan menggunakan uang itu dengan cara meminjamnya dari bank, sehingga investasi dan bisnis terus berjalan.
Namun, dalam situasi yang parah, mekanisme itu bisa mengarah pada hiperinflasi, di mana uang fiat menjadi sangat tak bernilai, karena pasokan uang (supply) lebih banyak daripada demand (permintaan/penggunaan). Dan di saat yang sama harga barang dan jasa menjadi mahal. Proses inflasi seperti ini biasanya berlangsung sangat cepat.

“Terkait hyperinflation, hanya terjadi ketika beberapa kebijakan lagi dari The Fed, kemungkinan sampai US$10 triliun. Dan lagi, ketika main street (UMKM) sudah bisa bekerja seperti semula, barulah inflasi itu mulai terasa. Diperkirakan 1-2 tahun lagi semenjak Unlimited QE itu diluncurkan,” ujar Douglas Tan Pendiri BullWhales beberapa waktu lalu perihal nasib ekonomi global setelah pelonggaran kuantitatif tak terbatas oleh The Fed. [red]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.