Crypto exchange di Indonesia, Pintu, Tokocrypto, dan Reku menyatakan siap menerapkan kebijakan skema pajak kripto terbaru mulai 1 Agustus 2025. Namun demikian ada sejumlah catatan khusus atas perubahan itu dari sudut pandang pelaku industri.
Tiga crypto exchange terkemuka di Indonesia, Pintu, Reku, dan Tokocrypto, menyatakan kesiapan mereka dalam menerapkan kebijakan pajak baru atas transaksi aset digital, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang mulai berlaku 1 Agustus 2025.
PPh Transaksi Jual Naik Menjadi 0,21 Persen!
Pintu menginformasikan bahwa sesuai ketentuan tersebut, transaksi pembelian aset kripto kini tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sementara penjualan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,21 persen dari nilai transaksi, sedangkan PPh untuk transaksi beli dihapuskan dari sebelumnya sebesar 0,11 persen. Kebijakan ini selaras dengan Pasal 2 dan Pasal 12 dalam PMK tersebut, yang menyatakan bahwa aset kripto diklasifikasikan sebagai surat berharga, sehingga bebas PPN namun tetap dikenai PPh final.
BACA JUGA: PPh Kripto Naik Jadi 0,21 Persen, Berlaku Mulai Agustus 2025
“Penyesuaian tarif pajak akan diberlakukan di platform Pintu dan Pintu Pro Spot, namun tidak berlaku untuk layanan Pintu Futures,” tulis manajemen Pintu dalam pengumuman tertanggal Selasa (30/7/2025). Sebagai bagian dari transisi, seluruh open limit order di Pintu (kecuali di Pintu Pro) akan dibatalkan secara otomatis pada 31 Juli 2025 pukul 22.00 WIB.

Pintu juga mengimbau seluruh pengguna untuk menyesuaikan strategi transaksi mereka agar sesuai dengan skema biaya baru yang ditetapkan pemerintah.
Sementara itu, Tokocrypto menyampaikan bahwa skema pajak yang diterapkan pemerintah juga mencakup tarif PPh sebesar 1 persen untuk transaksi yang dilakukan melalui platform luar negeri. CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyambut baik kebijakan ini dan menyebutnya sebagai langkah maju dalam pengakuan aset kripto sebagai bagian dari sistem keuangan digital nasional.
“Skema ini membawa kepastian dan efisiensi bagi investor, dengan PPN dihapus dan hanya PPh final saat terjadi penjualan,” ujar Calvin.
Calvin mencatat, kebijakan perpajakan atas aset kripto di Indonesia memiliki perbedaan mencolok dibandingkan beberapa negara lainnya. Di India, misalnya, pemerintah masih memberlakukan tarif pajak yang sangat tinggi, yakni sebesar 30 persen, dan belum memberikan ruang bagi peluncuran ETF Bitcoin.
Sementara di Amerika Serikat, mantan Presiden Donald Trump mengusulkan penghapusan pajak atas capital gain dari transaksi kripto sebagai bagian dari upaya mempercepat adopsi aset digital.
Berbeda lagi dengan Thailand, yang mengambil langkah insentif dengan membebaskan pajak penghasilan pribadi bagi pengguna platform kripto lokal hingga tahun 2029, demi memperkuat posisinya sebagai pusat industri kripto di kawasan Asia Tenggara.
Pendiri Reku: Transaksi Masih Kurang Kompetitif
Di kesempatan terpisah kemarin, Rabu (31/7/2025), Pendiri Reku yang juga Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), Robby Bun secara prinsip menghormati keputusan itu, dan siap menerapkannya, namun dengan sejumlah catatan.
BACA JUGA: Mulai 2026, Penambang Kripto Kena PPh Final dan Tarif Umum
“Ya, kami menyambut baik peraturan terbaru soal pajak kripto tersebut. Hanya saja, meskipun PPN dihapuskan, sebenarnya akan lebih baik jika tarif PPh tidak mengalami kenaikan seperti yang diatur dalam regulasi. Sebab dengan pungutan yang ada saat ini, membuat struktur transaksi perdagangan kripto di Tanah Air menjadi kurang kompetitif dan sulit untuk berkompetisi dengan perdagangan global,” ujar Robby kepada jurnalis Blockchainmedia.id melalui pesan WhatsApp.
Perlu Masa Transisi
Masih menurut Calvin, ia menilai tarif pajak kripto masih belum sebanding dengan pasar modal, serta menyoroti kekurangan dari skema PPh final yang tetap berlaku meskipun investor mengalami kerugian. Menurutnya, ke depan, sistem perpajakan kripto perlu mengadopsi pendekatan yang lebih adil seperti capital gain tax.
Tokocrypto juga menekankan pentingnya masa transisi minimal satu bulan guna memberikan waktu penyesuaian sistem dan edukasi kepada pengguna. Di samping itu, pengawasan terhadap transaksi di platform luar negeri perlu diperkuat agar industri lokal dapat bersaing secara setara.
Sementara itu pemerintah melalui regulasi itu berharap kebijakan ini menjadi landasan bagi pertumbuhan ekosistem kripto nasional yang sehat dan kompetitif secara global. [ps]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.