Sentimen positif terhadap altcoin tampak meningkat, sementara harga Bitcoin diprediksi bisa menembus US$70 ribu, dengan penghalang terbesar adalah US$65 ribu.
Altcoin mencuri perhatian investor di tengah koreksi Bitcoin yang masih berlangsung, karena pelaku pasar perlahan tinggalkan Bitcoin untuk sementara. Pergeseran minat ini tampak jelas dari meningkatnya volume perdagangan altcoin secara global menurut kajian terkini dari 10x Research.
Laporan terbaru dari 10x Research yang diterbitkan pada 24 September 2024 oleh Markus Thielen mencatat adanya peralihan signifikan dari Bitcoin ke altcoin, terutama di kalangan trader di Korea Selatan.
“Volume perdagangan altcoin telah melonjak drastis, dan Bitcoin, yang sebelumnya menjadi pilihan utama di Agustus, kini mulai ditinggalkan demi alternatif yang lebih spekulatif di pasar di Korea Selatan,” ungkap Thielen dalam laporannya.
Menurutnya, banyak investor cerdas yang mulai mengalihkan portofolio mereka dari Bitcoin ke altcoin berisiko tinggi, namun berpotensi memberi imbal hasil besar.
Pergeseran ini tidak terlepas dari volatilitas yang dialami Bitcoin sejak pertengahan Maret 2024. Bitcoin menghadapi koreksi yang ditandai dengan empat puncak harga yang lebih rendah, yang menyebabkan para trader berhati-hati terhadap aset digital ini.
Namun, laporan tersebut juga menambahkan bahwa Bitcoin masih berpeluang untuk kembali menguat jika berhasil menembus level US$65.000.
“Jika Bitcoin bisa menembus level ini, kemungkinan besar harganya akan kembali menargetkan level di atas US$70.000,” tambah Thielen.
Investor Tak Menanti Momentum Bitcoin, Memilih ke Altcoin Terlebih Dahulu
Meski demikian, menurut 10x Research, investor tampaknya tidak ingin menunggu momentum Bitcoin kembali, dan memilih untuk beralih ke altcoin.
Sebagaimana dinyatakan dalam laporan tersebut, altcoin bernilai pasar besar seperti Ethereum (ETH), Solana (SOL), dan altcoin spekulatif lainnya telah menarik perhatian investor.
“Altcoin telah mengungguli Bitcoin sejak pertemuan FOMC pada 18 September, ketika pasar mulai menyerap dampak pemangkasan suku bunga oleh The Fed,” terang Thielen lebih lanjut.
Thielen juga mencatat bahwa dari sudut pandang teknikal, Bitcoin saat ini tampak dalam jenuh beli dalam jangka pendek setelah reli cepat pada 9 September 2024. Meskipun begitu, indikator pembalikan jangka menengah menunjukkan bahwa tren penurunan sudah berakhir.
“Dengan indikator teknikal yang mulai menunjukkan tanda-tanda bottoming out, kemungkinan besar Bitcoin akan segera mengalami breakout yang signifikan,” jelasnya.
Namun, dia memperingatkan bahwa meskipun Bitcoin mungkin mencapai harga tertinggi baru, altcoin yang sempat terkoreksi berpotensi mengalami pembalikan tajam dan mengungguli Bitcoin dalam waktu dekat.
Ethereum, sebagai salah satu altcoin utama, juga menghadapi situasi teknikal serupa dengan Bitcoin. Thielen menyoroti bahwa indikator teknikal Ethereum telah terkoreksi, meskipun dari sisi fundamental Ethereum masih menunjukkan kelemahan. Namun, dia optimistis bahwa Ethereum masih berpeluang mencatatkan kenaikan persentase yang signifikan.
“Kami belum melihat Ethereum akan mencapai rekor tertinggi baru, tetapi rebound yang signifikan sangat mungkin terjadi karena indikator teknikal sudah mencapai titik terendah,” kata Thielen.
Sentimen terhadap altcoin semakin kuat setelah pernyataan Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, yang dianggap memberikan dukungan terhadap pasar spekulatif. Powell, dalam sesi tanya jawab usai pertemuan FOMC, menyampaikan optimisme mengenai kondisi ekonomi AS, khususnya terkait pasar tenaga kerja yang kuat.
Komentar ini, menurut Thielen, mendorong investor untuk mengalihkan perhatian dari ketidakpastian politik di Amerika Serikat menuju peluang spekulatif di pasar aset digital.
“Likuiditas yang disuntikkan oleh bank sentral, terutama di Tiongkok dan Eropa, cenderung mengalir ke aset spekulatif seperti altcoin, mengingat lemahnya imbal hasil di ekonomi riil dan ketidakpastian politik yang tinggi,” kata Thielen.
Ethereum sendiri mencatatkan lonjakan pendapatan mingguan mencapai US$21 juta pada minggu terakhir September, yang merupakan pendapatan tertinggi sejak Juni 2024.
Pada 23 September, pendapatan Ethereum naik menjadi US$5,9 juta, mencerminkan momentum yang terus berlanjut. Kenaikan pendapatan ini juga disertai dengan peningkatan biaya gas di jaringan Ethereum, yang mencapai 20 Gwei selama dua hari berturut-turut, level tertinggi sejak April 2024.
Altcoin Lain yang Memantik Perhatian
Salah satu altcoin spekulatif yang menarik perhatian adalah ENA/USDT. Menurut laporan tersebut, trade pair ini mengalami lonjakan harga dari US$0,22 menjadi US$0,32 sejak pertemuan FOMC.
“Kenaikan ini mencerminkan tren altcoin yang terus mengungguli Bitcoin di tengah dominasi pasar Bitcoin yang menurun,” jelas Thielen.
Lebih jauh lagi, laporan ini menggarisbawahi peralihan preferensi investor dari token berbasis RWAÂ yang kurang menarik akibat pemotongan suku bunga, menuju altcoin yang lebih spekulatif.
Tokenisasi di sektor RWA, seperti obligasi surat utang AS, mengalami penurunan permintaan karena imbal hasil yang lebih rendah, memicu minat baru terhadap altcoin. Tren ini diperkuat oleh optimisme akan kebangkitan kembali sektor DeFi, di mana aset spekulatif diproyeksikan untuk memperoleh momentum tambahan.
Di tengah semua ini, investor yang bergerak cepat telah mulai mengakumulasi altcoin yang undervalued, seperti TAO, ENA, SEI, APT, SUI, NEAR, dan GRT, dengan harapan terjadinya reli besar di kuartal keempat 2024.
“Ada pergeseran yang jelas di antara para trader, dari fokus pada Bitcoin dan token yang menghasilkan imbal hasil, menuju persiapan untuk potensi kebangkitan kembali DeFi,” ungkap Thielen.
Dengan semakin banyaknya bank sentral yang mendukung perekonomian domestik mereka, Thielen menilai bahwa altcoin berpeluang besar untuk tetap mengungguli Bitcoin dalam waktu dekat.
Sentimen positif terhadap altcoin ini semakin menguat seiring dengan meningkatnya minat spekulatif dan dukungan kebijakan moneter yang lebih longgar.
Stimulus Tiongkok Jadi Fokus, Thailand Kucurkan Bantuan Langsung
Terkait ulasan altcoin dan Bitcoin itu, Bank Sentral Tiongkok dianggap telah menerapkan langkah-langkah stimulus yang dirancang untuk menopang ekonominya yang melambat, menyusul pemangkasan suku bunga Federal Reserve AS lalu dan dimulainya siklus pelonggaran kebijakan moneter global.
Gubernur Bank Rakyat Tiongkok Pan Gongsheng telah mengumumkan serangkaian tindakan stimulus “berani”, memangkas cadangan bank sebesar 50 basis poin dan mengurangi suku bunga hipotek untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
“Saya pikir ini adalah langkah yang cukup berani dari pihak bank sentral, kendati itu bukanlah stimulus yang masif. Langkah itu lebih ditujukan pada pasar keuangan dan mendukung sistem perbankan. Namun secara keseluruhan, bagi investor, ini adalah hal yang sangat menguntungkan,” kata Kyle Rodda, analis pasar keuangan senior di Capital.Com, mengatakan kepada Reuters .
Sementara itu, menurut QCP Capital di Telegram, situasi makroekonomi terus menunjukkan prospek yang semakin bullish untuk aset berisiko, termasuk kripto (altcoin).
“Kemarin, PBoC (People’s Bank of China) memperkenalkan serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk memulai kembali pasar perumahan mereka yang sedang lesu dan pasar ekuitas yang lemah. Kami percaya bahwa pelonggaran lebih lanjut akan datang dari PBoC, dikombinasikan dengan The Fed yang bergabung dalam siklus pemotongan global, semua bank sentral utama (kecuali BoJ) sekarang siap untuk menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke pasar,” tulis QCP Capital.
Tornado Pengeluaran Thailand US$14 Miliar
Sementara itu, program bantuan langsung kepada rakyat oleh Pemerintah Thailand yang dimulai pada Rabu (25/9/2024), menyiratkan stimulus ekonomi besaran-besaran lain dari Asia Tenggara.
Pemerintah Thailand pada Rabu meluncurkan tahap pertama dari skema stimulus unggulan senilai US$14 miliar, memberikan sekitar 10.000 baht kepada sekitar 45 juta orang, dengan harapan dapat memicu aktivitas ekonomi.
“Uang tunai akan diberikan ke rakyat Thailand dan menciptakan ‘tornado pengeluaran’. Akan ada lebih banyak langkah stimulus, dan kami akan melanjutkan kebijakan dompet digital dalam penyaluran bantuan itu,” kata Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dilansir dari Reuters. [ps]