Blockchain Ethereum Classic yang beraset kripto ETC diserang dan dibajak lagi pada Sabtu, 29 Agustus 2020. Ada sekitar 7 ribu block yang “reorganized“, menurut Bitfly.
Salah satu komunitas besar di balik Ethereum Classic, ETC Labs, masih belum menerapkan strateginya untuk melindungi jaringan dari serangan itu, dengan cara menstabilkan hashrate yang anjlok. Belum diketahui pasti berapa ETC yang berhasil di-double spend.
Sebelumnya, pembajakan lewat 51 percent attack pada blockchain “pecahan” dari blockchain Ethereum (ETH) itu terjadi pada akhir Juli dan awal Agustus 2020. Pada serangan itu, pelaku diperkirakan berhasil melakukan double spend sebanyak 800 ribu ETC (setara US$5,6 juta, Rp81 miliar). Sedangkan biaya serangan setara dengan 17,5 BTC (US$204.000, Rp2,9 miliar).
Serangan pada Sabtu itu, dilansir dari Coindesk, Stevan Lohja Koordinator Teknologi ETC Labs mengatakan dia menemukan serangan terjadi hanya sehari setelah pertemuan pengembang Ethereum Core mengenai “inovasi agresif” untuk Proof-of-Work.
“Kami telah mengindentifikasi serangan itu dan bekerja dengan pihak untuk menguji dan mengevaluasi solusi secepat mungkin,” sebut pendukung lain, ETC Cooperative.
Setelah dua serangan pertama (akhir Juli dan awal Agustus 2020), bursa aset kripto OKEx mempertimbangkan untuk menghapus aset kripto itu di platform-nya, karena kurangnya keamanan jaringan.
Coinbase juga mengambil tindakan cepat dengan memperpanjang waktu konfirmasi setoran dan penarikan untuk ETC menjadi sekitar dua minggu.
Menyusul serangan terbaru, bursa derivatif FTX akan mempertimbangkan kembali kontrak berjangka ETC-nya. Menurut mereka ketidakamanan blockchain Ethereum Classic berdampak kecil pada produk berjangkanya itu.
Déjà vu US$400 ribu
Jauh sebelum serangan terbaru itu, Ethereum Classic pernah bernasib serupa pada 5 Januari 2019 silam. Kala itu sang peretas berhasil melakukan sebelas reorganisasi rantai blockchain dan double spend sebesar 88.500 ETC senilai US$400 ribu. Sebagai respons terhadap serangan tersebut, harga ETC tersungkur dan layanan terkait kripto itu dihentikan.
Permasalahan reorganisasi pada blockchain menggunakan teknik 51 percent attack mengangkat isu kerentanan kripto yang memiliki jaringan proof-of-work berskala kecil, sehingga lebih mudah diserang dibanding blockcbain besar seperti Bitcoin.
Per 30 Agustus 2020, berdasarkan data dari Crypto51, peluang blockchain Bitcoin diserang dan dibajak menggunakan cara 51 percent attack hanya 1 persen dengan biaya per jam mencapai US$564.452 (Rp8,2 miliar). Serangan pun harus digelar secara masif, terkoordinir dan terstruktural.
Sedangkan untuk menyerang Ethereum Classic jauh lebih murah, yakni Rp100 jutaan per jam. Peluang serangan mencapai 346 persen. Besaran itu berdasarkan penyewaan data komputasi jaringan menggunakan NiceHash. [red]