Setelah kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS, dunia kini mengantisipasi penerbitan Undang-undang Bitcoin di Negeri Paman Sam. Jika Trump menandatangani RUU yang diajukan oleh Senator Cynthia Lummis pada 31 Juli 2024 lalu, langkah AS untuk menimbun Bitcoin hingga sebanyak 1 juta BTC bisa semakin memperkuat taji dan dominasi dolar.
Salah satu pihak yang mengantisipasi itu adalah perusahaan Coinshare melalui artikelnya, Kamis (7/11/2024). Menurut mereka, jika diterapkan, Undang-undang Bitcoin dapat mendorong minat institusional dan pemerintah yang besar terhadap Bitcoin, yang berpotensi mempercepat pertumbuhannya dan mendorong nilainya ke tingkat yang lebih tinggi.
“Salah satu perkembangan yang paling diantisipasi di bawah pemerintahan Trump adalah prospek pengesahan Undang-undang Bitcoin. Usulan ini akan menetapkan Bitcoin sebagai aset cadangan strategis, dengan pemerintah AS menyasar hingga 5 persen dari total pasokan Bitcoin. Langkah tersebut akan menempatkan Bitcoin dalam peran yang mirip dengan emas, memberinya posisi yang diakui dalam cadangan nasional dan menandakan tingkat legitimasi yang bersejarah,” tulis mereka.
Pernyataan itu hampir bersamaan dengan pernyataan Senator Cynthia Lummis di X. Dia secara singkat mencuit, bahwa AS siap membangun cadangan Bitcoin strategis. Lummis sendiri adalah Senator AS asal Wyoming yang mengajukan RUU itu pada 31 Juli 2024 lalu.
Membalas cuitan itu, tokoh industri telah menunjukkan dukungan untuk inisiatif ini. Samson Mow memperingatkan tentang “dampak besar dalam geopolitik” jika harga Bitcoin melampaui US$500.000, dan menyarankan pentingnya memiliki Bitcoin sebelum harganya mencapai US$100.000. Michael Saylor, salah seorang pendiri MicroStrategy, dan Pierre Rochard, Wakil Presiden Riset di Riot Platforms, juga mendukung rencana cadangan dari Lummis.
Cadangan strategis yang diusulkan ini bertujuan untuk mengurangi setengah utang nasional pada 2045, menjadikan AS pemimpin inovasi keuangan, serta sebagai perlindungan terhadap inflasi. Presiden terpilih Trump sebelumnya mendukung gagasan agar AS menjadi “negara adikuasa Bitcoin” dan mendukung pembentukan cadangan Bitcoin nasional.
Donald Trump sendiri sejak awal kampanye menggaungkan diri sebagai pembela Bitcoin dan kripto dan memang berniat menjadikan Bitcoin sebagai aset baru yang menguntungkan posisi AS di sektor ekonomi. Dia pun berniat untuk mencopot segera Ketua SEC Gary Gensler, karena dianggap terlalu ketat mengatur industri kripto di negeri itu.
Nama RUU ini tampak memang sengaja dibuat menyerupai nama Bitcoin dan seolah punya kepanjangan, yaitu Boosting Innovation, Technology, and Competitiveness through Optimized Investment Nationwide Act of 2024 atau disingkat dengan Bitcoin Act of 2024. RUU ini berfokus pada pengelolaan Bitcoin yang transparan dan strategis, serta pemanfaatan dana dan sumber daya Federal Reserve (Bank sentral AS) untuk menanggung biaya dari program ini.
Di situs resmi Kongres AS, RUU itu memang masih dalam tahap pengajuan dan perlu persetujuan senat, DPR, lalu diteken presiden Trump dan segera menjadi peraturan yang mengikat. Namun, sangat besar peluang RUU itu lolos di parlemen, karena partai Republik yang mengusung Trump, mendominasi kursi.
Dalam analisis ini, kita akan mengupas tujuan dan potensi dampak dari RUU ini bagi perekonomian global, serta bagaimana kebijakan ini dapat mengubah lanskap keuangan internasional, khususnya posisi dolar AS di mata dunia dalam sebuah skenario paling masuk akal.
Rencana Menimbun 1 Juta Bitcoin
Program ini memungkinkan pemerintah AS untuk membeli hingga 200.000 Bitcoin per tahun selama lima tahun, dengan tujuan mengumpulkan sebanyak satu juta Bitcoin.
Bitcoin yang dibeli akan disimpan di “Strategic Bitcoin Reserve” dan tidak bisa dijual selama minimal 20 tahun, kecuali untuk membayar utang negara. Sasaran 1 juta BTC itu setara dengan 4,76 persen dari total pasokan 21 juta BTC.
Dalam skenario itu, menteri keuangan akan merilis laporan publik setiap kuartal mengenai cadangan Bitcoin ini, yang akan diaudit oleh pihak ketiga independen untuk memastikan keakuratannya.
Negara bagian dapat ikut berpartisipasi dalam program ini dengan menyimpan Bitcoin mereka di Strategic Bitcoin Reserve dalam akun terpisah, dan mereka berhak menarik atau mentransfer Bitcoin tersebut sesuai dengan kesepakatan yang ada.
Sedangkan untuk urusan pembelian Bitcoin akan didanai sebagian dari surplus dana yang berasal dari bank-bank Federal Reserve serta pendapatan yang diterima oleh kementerian keuangan.
RUU ini juga memastikan bahwa hak individu untuk membeli, menyimpan, dan mentransfer Bitcoin tetap terlindungi, tanpa ada kemungkinan penyitaan Bitcoin pribadi oleh pemerintah.
Hingga saat ini baru El Salvador yang melakukan seperti ini secara nyata, lewat program pembelian 1 BTC setiap hari yang dicanangkan sejak September 2024, berkat Undang-undang Bitcoin yang berlaku sejak tahun 2020.
3 Skenario Utama Memperkuat Dominasi Dolar AS
Salah satu bagian menarik dari RUU itu adalah bahwa dengan AS menimbun BTC sebanyak itu, dapat memperkuat posisi dolar AS dalam sistem keuangan AS.
“Bitcoin, sebagai aset digital yang terdesentralisasi dan terbatas jumlahnya, menawarkan sifat-sifat unik yang melengkapi cadangan nasional yang ada, serta memperkuat posisi dolar Amerika Serikat dalam sistem keuangan global,” tertera di RUU itu.
Jika Amerika Serikat sukses mengadopsi rencana besar ini, dengan mengintegrasikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan keuangan, hal ini dapat memperkuat posisi dolar AS dengan beberapa cara.
Pertama, Bitcoin dapat meningkatkan daya tarik dolar AS dengan menambahkan aspek keamanan dan stabilitas tambahan. Karena Bitcoin memiliki pasokan yang terbatas (hanya 21 juta kelak di tahun 2140 dari saat ini, per Jumat (8/11/2024) sudah mencapai 19,7 juta BTC), menambahkannya ke dalam cadangan nasional dapat memperkuat nilai dolar AS sebagai mata uang yang didukung aset digital yang langka.
Jadi, jika AS mengadopsi Bitcoin, negara-negara lain mungkin akan memandang dolar sebagai aset yang lebih terpercaya (ada legitimasi super besar), terutama ketika ketidakpastian global meningkat.
Kedua, dengan memasukkan Bitcoin ke dalam ekonomi AS, dolar dapat tetap dominan dalam ekosistem mata uang digital global. AS dapat mengintegrasikan Bitcoin melalui regulasi dan teknologi pembayaran berbasis blockchain, memperluas penggunaan dolar dalam transaksi kripto.
Hal ini dapat mendorong banyak entitas internasional, termasuk perusahaan dan individu, untuk lebih mengandalkan dolar dalam aktivitas berbasis Bitcoin, menjadikannya pilihan utama dalam transaksi digital.
Ini mungkin sedikit lebih dekat dengan gagasan “Bitcoin Standard” dipopularkan melalui buku The Bitcoin Standard: The Decentralized Alternative to Central Banking karya ekonom Saifedean Ammous pada tahun 2018, di mana BTC dapat dijadikan alat transaksi harian mengganti atau bersamaan dengan uang fiat.
Ketiga, AS juga akan mendapat keuntungan sebagai pengendali pasar yang lebih dominan terhadap Bitcoin, memanfaatkan posisinya untuk mengawasi pergerakan pasar yang terkait dengan aset digital wahid ini dan mencegah fluktuasi besar yang berisiko.
Sebagai pemegang Bitcoin yang kuat, AS dapat mempengaruhi harga pasar Bitcoin dan menggunakannya sebagai alat diplomatik untuk menjaga stabilitas finansial serta mempertahankan pengaruhnya dalam pasar internasional.
Pun lagi pasar Spot Bitcoin ETF terbesar saat ini adalah di AS, mengalahkan Kanada yang menjadi perintis, lalu belakangan Hong Kong membuat ETF serupa. Di AS, BlackRock adalah nomor satu yang mengakumulasi BTC untuk perusahaannya IBIT dalam konteks ETF bernilai kripto itu.
Negara Lain Bisa Ikut AS Timbun Bitcoin
Jika Amerika Serikat menimbun 1 juta BTC dan menyimpannya selama minimal 20 tahun dengan kebijakan hanya boleh menjual ketika berada dalam keadaan defisit, skenario ini bisa menjadi strategi yang kuat untuk memperkuat ketahanan ekonomi AS dan memperpanjang dominasi dolar AS dalam jangka panjang.
Pertama, strategi penimbunan ini dapat menciptakan kelangkaan Bitcoin di pasar global, karena 1 juta BTC setara dengan sekitar 5 persen dari total suplai maksimum Bitcoin yang ada.
Dengan Bitcoin yang langka, nilainya akan cenderung meningkat seiring waktu, sehingga cadangan yang dimiliki AS juga akan mengalami apresiasi besar dalam nilai dolar. Ini memberi AS cadangan aset digital bernilai tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai hedge atau pelindung nilai terhadap inflasi dan ketidakstabilan ekonomi global.
Kedua, rencana penjualan BTC hanya saat AS mengalami defisit dapat memperkuat stabilitas fiskal AS. Ketika menghadapi kondisi defisit anggaran yang kritis, AS dapat menjual sebagian dari cadangan Bitcoin untuk menutupi kekurangan dan mencegah penurunan kepercayaan terhadap dolar.
Ini seperti “dana darurat” yang hanya diakses saat benar-benar diperlukan, yang membantu menjaga keseimbangan fiskal tanpa harus terlalu bergantung pada pinjaman luar negeri atau mencetak uang berlebih.
Ketiga, penyimpanan BTC selama minimal 20 tahun juga dapat memberi AS posisi yang kuat dalam diplomasi keuangan global.
Dengan memiliki cadangan Bitcoin yang signifikan, AS dapat memperkuat pengaruhnya dalam ekonomi digital dan mengembangkan regulasi yang sesuai untuk memastikan stabilitas pasar kripto.
Ini bisa membuat banyak negara lain mengikuti langkah AS atau memilih dolar sebagai mata uang internasional untuk transaksi berbasis Bitcoin, yang memperkuat status dolar sebagai mata uang cadangan global di era ekonomi digital.
Skenario AS timbun Bitcoin ini dapat meningkatkan daya saing ekonomi AS, mempertahankan kekuatan dolar, dan menciptakan ketahanan finansial yang lebih baik dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa depan.
Belum lagi dalam hal persaingan bisnis penambangan BTC, di mana AS mencoba mendominasi Tiongkok. Di sisi lain, Rusia mencoba mengejar ketertinggalan mereka, setelah pada 1 November 2024, Putin mengizinkan bisnis penambangan kripto di negeri itu dan memungkinkan dipadukan dengan BRICS.
AS Timbun Bitcoin, Negara Lain Bisa Bergantung?
Jika Amerika Serikat menimbun 1 juta BTC dan menyimpannya dalam jangka panjang, ada beberapa implikasi signifikan yang mungkin akan dirasakan oleh negara-negara lain, terutama dalam hal stabilitas ekonomi dan geopolitik global.
Pertama, negara-negara lain yang lebih lambat mengadopsi Bitcoin atau aset digital dapat menghadapi ketergantungan yang lebih besar pada dominasi ekonomi AS. Dengan menguasai cadangan Bitcoin yang sangat besar, AS akan memiliki kekuatan pengaruh yang lebih besar terhadap pasar Bitcoin global.
Negara-negara yang belum mengakumulasi Bitcoin atau yang mengandalkan dolar dalam cadangan mereka akan semakin rentan terhadap keputusan ekonomi AS terkait Bitcoin, baik dalam hal kebijakan penjualan atau penggunaannya sebagai alat stabilisasi fiskal.
Hal ini bisa memperkuat ketergantungan mereka pada dolar AS, mengurangi fleksibilitas kebijakan ekonomi mereka sendiri.
Kedua, negara-negara yang memiliki rencana untuk mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran atau cadangan, seperti El Salvador, mungkin mengalami tekanan lebih besar akibat kenaikan harga Bitcoin.
Jika Bitcoin menjadi semakin langka akibat aksi AS timbun BTC, negara-negara ini akan menghadapi biaya yang lebih tinggi untuk mengakumulasi atau mempertahankan cadangan Bitcoin.
Hal ini dapat menciptakan kendala ekonomi, terutama bagi negara berkembang yang ingin beralih ke mata uang digital tetapi tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk bersaing dengan pembelian AS.
Ketiga, implikasi geopolitik mungkin lebih terlihat dengan meningkatnya kekuatan diplomasi ekonomi AS. Dengan cadangan Bitcoin yang besar, AS dapat menawarkan bantuan atau pinjaman kepada negara lain menggunakan dolar atau bahkan Bitcoin, tetapi dengan persyaratan yang mungkin memprioritaskan kepentingan AS.
Jika kelak AS timbun Bitcoin, ini bisa memberi AS keunggulan dalam membentuk aliansi atau kemitraan strategis yang berbasis ekonomi digital, yang dapat membatasi kebijakan ekonomi independen bagi negara-negara yang menerima bantuan.
Bagi negara-negara pesaing, seperti Tiongkok atau Rusia, ini mungkin akan memperburuk persaingan ekonomi dan mendorong mereka mencari alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada dolar, seperti dengan mengembangkan mata uang digital nasional atau meningkatkan aliansi perdagangan antar sesama negara non-AS, misalnya dalam BRICS.
Pun mantan Wakil Menteri Keuangan Tiongkok pernah berkata agar Negeri Tirai Bambu itu segera mengambil langkah strategis, karena AS punya rencana besar soal kripto.
Tiongkok Panik! Tidak Ingin Tertinggal oleh AS dalam Industri Kripto
Rencana penimbunan Bitcoin oleh AS dapat menguatkan posisi ekonomi dan geopolitiknya, sementara negara lain mungkin akan mengalami dampak ketergantungan yang lebih besar, kenaikan biaya akumulasi Bitcoin, dan tekanan untuk beradaptasi dengan ekonomi digital yang semakin didominasi oleh AS.
Ditambah kemenangan Trump yang didukung oleh Elon Musk, juga menyiratkan skenario menarik lainnya, di mana Trump bisa saja menjadi menteri di departemen baru, yang digaungkan olehnya di media sosial, yakni Department of Government Efficiency (D.O.G.E.) yang kelak akan mengurus rencana AS timbun Bitcoin sebanyak 1 juta.
Sebelumnya di CNBC, Anthony Pompliano menyatakan bahwa jika Trump membentuk cadangan strategis Bitcoin, hal ini akan menjadi dorongan besar bagi adopsi Bitcoin secara global dan akan memicu efek domino di seluruh dunia.
Dengan kata lain, langkah AS ini akan mengirim sinyal kuat kepada negara-negara lain bahwa Bitcoin bisa menjadi aset strategis penting, sehingga mendorong mereka untuk mempertimbangkan langkah serupa.
Pompliano percaya bahwa inisiatif AS timbun Bitcoin ini akan memulai sebuah “game theory” global, di mana negara-negara akan merasa terdorong untuk mengikuti jejak AS agar tidak tertinggal dalam persaingan ekonomi dan finansial yang semakin beralih ke aset digital.
Dalam skenario ini, kepemilikan Bitcoin oleh sebuah negara tidak hanya berfungsi sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetapi juga sebagai alat untuk mempertahankan kekuatan ekonomi dan pengaruh global.
Sebagai pelopor, rencana AS timbun BTC akan menarik perhatian pasar global, memancing reaksi dari negara-negara lain yang mungkin takut tertinggal jika tidak segera menyusun kebijakan serupa. Inilah yang disebut Pompliano sebagai “tailwind” atau angin pendorong, di mana kebijakan AS menimbun BTC berpotensi mempercepat tren adopsi Bitcoin dalam skala internasional. [ps]