Stablecoin, kripto bernilai fiat money, bakal diatur lebih ketat. Lembaga internasional IOSCO dan BIS menyiapkan rancangan peraturannya. Batas akhir konsultasi publik dimulai tahun depan dan setiap negara anggotanya harus menerapkannya.
Sejak tahun 2014, stablecoin Tether (USDT) yang bernilai dolar AS, menjadi bagian senyawa di pasar kripto. Tether kini berlalu-lalang lintas blockchain.
Stablecoin utama itu tak hanya memanfaatkan blockchain Bitcoin lewat OMNI Layer, tetapi Ethereum dan blockchain bersistem Proof-of-Stake lainnya. Nilai yang diwakilinya juga beragam, tak hanya dolar AS, juga euro hingga yen.
Stablecoin lainnya, seperti Circle, bermain di ranah serupa, sebagai pesaing berat Tether.
Kegundahan publik lewat regular terhadap aksi uang digital itu adalah kurangnya pengawasan dan lemahnya informasi, apakah nilai token itu benar-benar memiliki underlying asset sungguhan, seperti surat utang, uang tunai hingga saham.
Tether misalnya sejak tahun 2020 berhadapan dengan pengadilan Amerika Serikat untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar memiliki aset setara dengan jumlah unit stablecoin yang digunakan setiap hari. Circle juga baru-baru ini dipanggil oleh SEC di AS.
USDT misalnya saat ini beredar lebih dari 68,2 milyar USDT, berdasarkan data dari Coinmarketcap. Pasar aset kripto sangat bergantung pada nilai pasokan USDT untuk menukar beragam kripto mereka.
Stablecoin Diawasi Ketat oleh IOSCO dan BIS
Inilah yang menjadi sorotan oleh IOSCO (International Organization of Securities Commissions) dan BIS (Bank for International Settlements).
Dilansir dari Reuters, (6/10/2021), dua lembaga internasional itu mengatakan, bahwa stablecoin harus mematuhi peraturan yang serupa dengan bisnis lain yang serupa yang konvensional.
IOSCO dan BIS memang tidak menyebutkan bisnis konvensional seperti apa. Namun, jika boleh menduga, tentu saja adalah bisnis remitansi oleh perbankan, fintech seperti PayPal ataupun pemain lama seperti Western Union.
Soal patuh terhadap peraturan lembaga itu menyorot ambisi Facebook dengan proyek blockchain-kripto Diem (dulu bernama Libra).
Facebook dan belasan perusahaan dan organisasi lain membentuk yayasan khusus untuk itu, di mana penerbitan stablecoin bernilai uang fiat adalah satu misi khusus.
Ambisi itu sampai detik ini masih ditentang oleh regular di AS, dan Diem masih menanti lampu hijau.
IOSCO dan BIS mengatakan, bahwa aturan saat ini untuk layanan kliring, settlement dan pembayaran utama juga harus diterapkan pada semua stablecoin.
Kebijakan baru ini menurut mereka adalah permintaan dari sejumlah regulator di banyak negara, bahwa aturan yang sama untuk jenis bisnis yang sama dan risiko yang menyertainya.
Konsultasi publik sudah dimulai dan akan berakhir pada tahun depan. Setelah itu, aturan final akan diterapkan dan setiap negara anggota harus menerapkannya.
Pengelola Stablecoin Harus Berbadan Hukum
Disebutkan pula, aturan itu kelak mengharuskan perusahaan pengelola dan penerbit stablecoin harus mendirikan badan hukum yang menjelaskan bagaimana itu diatur dan mengelola risiko operasional seperti potensi peretasan.
“Kebijakan ini menandai kemajuan signifikan dalam memahami dampak pengaturan stablecoin untuk sistem keuangan dan memberikan panduan yang jelas dan praktis tentang standar yang harus mereka penuhi untuk menjaga integritasnya,” kata Ketua IOSCO Ashley Alder dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Reuters.
IOSCO berhak menerbitkan peraturan terkait sekuritas alias pasar modal (efek) dan BIS terkait kebijakan moneter oleh bank sentral
Sebagai catatan, Indonesia adalah anggota IOSCO sejak tahun 1984 yang diwakili oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan juga anggota BIS sejak tahun Juli 2020 lewat Bank Indonesia. [ps]