Perkembangan teknologi finansial sering melahirkan kekhawatiran, terutama saat melibatkan negara dan valuasi yang sangat besar. Di tengah pergeseran ekonomi dunia, kripto, emas, dan utang kini kembali menjadi topik panas yang tak bisa dipisahkan. Dari geopolitik, strategi moneter, hingga blockchain, semuanya menunjukkan keterhubungan yang makin jelas.
Strategi Rahasia AS Hapus Utang Lewat Kripto
Pernyataan mengejutkan disampaikan oleh Anton Kobyakov, penasihat senior Presiden Vladimir Putin, dalam Eastern Economic Forum yang digelar di Rusia pada awal September lalu.
Kobyakov menuding Amerika Serikat tengah merancang langkah untuk memindahkan sebagian besar utang nasionalnya ke ekosistem kripto. Menurutnya, ini bukan sekadar teori, melainkan strategi yang dijalankan secara sistematis.
“AS sekarang berusaha menulis ulang aturan pasar emas dan kripto. Ingatlah utang mereka yang mencapai US$35 triliun. Kedua sektor ini—crypto dan emas—adalah alternatif bagi sistem mata uang global tradisional,” ujar Kobyakov.
Ia menambahkan, AS ingin mendorong dunia masuk ke dalam apa yang ia sebut sebagai ekosistem yang terstruktur, yang akan digunakan untuk mendevaluasi pasar dan secara perlahan menghapus utang Amerika.
“Tindakan Washington menyoroti salah satu tujuan utamanya, yaitu mengatasi menurunnya kepercayaan terhadap dolar seperti yang terjadi pada tahun 1930-an dan 1970-an. Kali ini mereka mendorong semua orang menuju ‘crypto cloud’,” tegas Kobyakov.
Amerika Serikat selama beberapa dekade telah memanfaatkan inflasi untuk menurunkan nilai riil utang. Ketika suplai uang digandakan tanpa peningkatan produksi barang, harga naik, daya beli turun, dan utang tampak lunas secara nominal meski nilainya tergerus.
Dalam versi modernnya, stablecoin menjadi alat yang memperluas efek ini secara global. Token seperti USDT dan USDC, yang berbasis surat utang pemerintah AS, memungkinkan pengguna di berbagai negara secara tidak langsung ikut membiayai utang Amerika.
Jika inflasi terjadi, kerugian daya beli tidak hanya dirasakan warga AS, tetapi juga pemegang stablecoin di luar negeri. Kobyakov menyebutnya sebagai “trik lama dalam kemasan baru”, karena kontrol berada di tangan Washington melalui kebijakan dan lembaga penerbit itu sendiri.
Strategi “Pintu Belakang” AS dalam Mengakumulasi Bitcoin
Selain stablecoin, dugaan penggunaan BTC sebagai alat strategis juga semakin mencuat. Meskipun AS tidak secara terbuka membeli Bitcoin, banyak pihak menduga bahwa strategi “pintu belakang” sedang dijalankan. Strategy, misalnya, telah menjadi semacam proxy publik Bitcoin dengan kepemilikan ratusan ribu BTC.
Skenario ini pernah diungkapkan oleh Tom Lee pada awal Agustus lalu. Ia menjelaskan bahwa pemerintah AS bisa saja mengambil alih sebagian kepemilikan perusahaan strategis seperti Strategy milik Michael Saylor, tanpa menimbulkan kehebohan di pasar.
Demi Misi 1 Juta BTC, Pemerintah AS Bisa Akuisisi Perusahaan Strategy
Bagi sebagian analis, langkah AS menuju sistem digital bukan sekadar kemungkinan, tetapi proses yang sudah dimulai secara bertahap. Bentuk akhirnya mungkin tidak seperti narasi ekstrem yang disampaikan Rusia, melainkan lebih halus dan gradual.
Apa pun bentuknya kelak, satu hal jelas: mata uang kripto dan juga stablecoin kini bukan lagi sekadar inovasi biasa, melainkan instrumen geopolitik yang sedang naik ke level tertinggi. [dp]
Disclaimer: Konten di Blockchainmedia.id hanya bersifat informatif, bukan nasihat investasi atau hukum. Segala keputusan finansial sepenuhnya tanggung jawab pembaca.