John Ratcliffe, Direktur Intelijen Nasional AS disebutkan telah menulis surat kepada Securities and Exchange Commission (SEC) tentang keprihatinannya atas pengaruh Tiongkok soal mata uang digital, termasuk yuan digital.
Dilansir dari Washington Examiner, surat yang diterima oleh Kepala SEC Jay Clayton itu menyoroti kemajuan teknologi negara itu dalam hal mata uang digital.
Ratcliffe menawarkan agar SEC terus memperhatikan perkembangan uang digital dan mempertimbangkan aspek keamanan yang berasal dari dominasi Tiongkok dalam penambangan Bitcoin Cs, serta kemajuan negara dalam mendigitalkan yuan.
Surat Ratcliffe juga tampaknya mendorong Clayton memastikan bahwa perusahaan ase kripto AS tetap kompetitif.
Yuan digital sendiri sudah diteliti dan dikembangkan oleh Bank Sentral Tiongkok sejak tahun 2014 dalam sistem Digital Currency/Electronic Payment (DC/EP).
Ia kemudian diumumkan resmi pada April 2020 dan diujicoba berulang kali di sejumlah kota besar. Bank sentral mengklaim sebanyak 2 miliar yuan digital sudah diproses dalam 4 juta transaksi.
Menurut Ratcliffe Tiongkok adalah sentra bagi lebih dari separuh dari operasi penambangan global aset kripto, termasuk Bitcoin. Cambridge Centre for Alternative Finance menyebutkan bahwa Tiongkok menyumbang sekitar 65 peren dari hash rate Bitcoin.
Sebelumnya dikabarkan,
Bank Sentral Tiongkok mengklaim bahwa nilai transaksi yuan digital kini sudah mencapai 2 miliar yuan atau setara dengan US$300 juta dalam 4 juta transaksi.
Yi Gang, Gubernur Bank Sentral Tiongkok (PBOC) mengatakan Tiongkok masih dalam tahap awal mengembangkan mata uang digital bank sentralnya bahkan saat penggunaan yuan digital berkembang pesat di kota-kota Tiongkok.
Yi mengatakan penggunaan yuan digital telah meningkat pesat selama beberapa bulan terakhir dan telah digunakan dalam 4 juta transaksi senilai 2 miliar yuan (US$300 juta) dalam uji coba di empat kota di Shenzhen, Suzhou, Xiong’an dan Chengdu.
Angka tersebut menunjukkan bahwa percontohan yuan digital telah berkembang 21 persen dan 82 persen dari 3,3 juta transaksi yang masing-masing bernilai 1,1 miliar yuan baru-baru ini, akhir Agustus.
“Sejauh ini, percobaan dan program percontohan telah berjalan dengan cukup lancar,” kata Yi dalam diskusi panel virtual yang berlangsung pada jambore teknologi keuangan tahun ini di Hong Kong, dilansir dari South China Morning Post (SCMP), 2 November 2020.
Yuan digital dianggap ampuh guna mempercepat perjalanan negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu, menuju masyarakat tanpa uang tunai dengan meningkatkan jumlah konsumen yang membayar barang dengan dompet elektronik, bukan uang kertas dan koin.
Menurut perusahaan konsultan iResearch, dengan adanya yuan digital, maka transaksi pembayaran digital Tiongkok diperkirakan akan melonjak menjadi 412 triliun yuan pada tahun 2025, naik dari 201 triliun yuan pada tahun lalu.
Yuan digital juga dapat meningkatkan kemampuan bank sentral untuk memantau aktivitas ekonomi secara real-time.
Kendati Tiongkok kini tercatat sebagai negara pertama di dunia yang menerbitkan mata uang digital, Yi belum bisa memastikan peluncuran resminya, pasca sejumlah ujicoba.
Yuan digital pun masih menanti pengesahan, pasca diterbitkannya rancangan undang-undang khusus pada bulan lalu.
Namun Yi menegaskan kembali ujicoba berikutnya akan digelar pada Olimpiade Musim Dingin 2022.
Namun, tak semua terkesan dengan yuan digital. Undian berhadiah yuan digital kepada masyarakat Shenzhen, Tiongkok beberapa waktu lalu, memang membuat sejumlah pengamat terkesan, tetapi yang menggunakan uang itu sebaliknya, kurang puas.
Hadiah yuan digital senilai US$1,5 juta kepada warga Shenzhen berakhir pada hari Minggu lalu dipuji oleh sejumlah pengamat.
Namun adalah sejumlah keraguan dari beberapa pengguna. Mereka mengatakan mereka lebih suka menggunakan uang elektronik seperti Alipay, karena fitur dan imbalannya dirasa lebih lengkap.
Selama sepekan Bank Sentral Tiongkok (PBOC) memberikan 200 yuan (US$29,75) kepada masing-masing 50.000 warga yang dipilih dalam undian dalam “amplop merah digital”, sebagian bagian dari uji coba yuan digital yang sebagian berteknologi blockchain.
Bank Sentral Tiongkok Klaim Yuan Digital Sudah Capai 3,13 Juta Transaksi
Yuan digital itu bisa diakses dengan aplikasi dompet khusus di ponsel pengguna, tanpa perlu rekening bank.
Untuk berbelanja, pemerintah sudah menyediakan beberapa gerai di kota itu yang menerima transaksi yuan digital, mulai dari toko barang mewah hingga toko makanan ringan.
Uji coba terbesar itu membuat sejumlah pengamat terkesan sebagai langkah maju bagi Tiongkok, mempraktikkan konsep mata uang digital bank sentral alias CBDC (Central Bank Digital Currency) pertama di dunia.
“Program bagi-bagi duit minggu lalu itu benar-benar bermakna bahwa yuan digital telah berpindah dari pengujian internal teoritis ke praktik dunia nyata,” kata Wang Shibin, salah seorang pendiri bursa aset kripto HKbitEX.
Tetapi ini telah memicu kekhawatiran dari beberapa pengamat luar negeri, bahwa jika yuan digital, yang beroperasi di luar infrastruktur keuangan yang ada seperti SWIFT, memenangkan daya tarik internasional, maka itu dapat merusak dominasi dolar AS dari sistem pembayaran global.
Awal bulan ini, tujuh bank sentral termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Jepang, menetapkan prinsip-prinsip utama untuk menerbitkan mata uang digital.
Raymond Yeung, Kepala Ekonom ANZ di Tiongkok, mengatakan yuan digital akan memiliki pengaruh yang lebih besar di dalam negeri, karena dengan memungkinkan pihak berwenang untuk memantau peredaran mata uang lebih dekat.
Itu juga akan membantu mencegah pencucian uang. Ini juga dapat memungkinkan kebijakan moneter yang lebih bertarget atau, secara ekstrim, mengenakan suku bunga negatif pada uang tunai.
Di distrik Luohu di Shenzhen, lebih dari 3.000 toko dari Dolce & Gabbana hingga supermarket menerima yuan digital sebagai metode pembayaran.
Bank Sentral Wajib Simak Prinsip Dasar Mata Uang Digital Ini
Reaksi skeptis di antara beberapa penerima di Shenzhen mengatakan, bank sentral dan pemerintah memiliki pekerjaan yang harus dilakukan untuk meyakinkan konsumen tentang manfaat dari yuan digital yang didukung bank sentral itu.
“Alipay dan WeChat Pay sebenarnya sudah lama tidak beroperasi. Jadi, mata uang digital baru ini sebenarnya mirip dengan yang lain yang sudah ada. Menurut saya ini cukup terlambat untuk memulai uji coba,” kata Zhong pengguna yuan digital yang mengaku seorang akuntan.
Zhong mengatakan dia mungkin mempertimbangkan untuk beralih ke mata uang baru itu di masa depan, tergantung pada seberapa nyaman dan aman rasanya.
Menarik pengguna akan sangat bergantung pada insentif untuk memikat pelanggan seperti yang dilakukan oleh Alipay atau WeChat Pay.
Warga Tiongkok memang sudah terbiasa sejak lama membeli barang-barang kebutuhan pokok hingga produk keuangan menggunakan cara itu, kata seorang analis.
“Jadi, sangatlah penting untuk menawarkan kemudahan dan manfaat lain untuk mempromosikan penggunaan yuan digital,” kata G. Bin Zhao, Ekonom Senior PwC di Tiongkok.
Ia mencontohkan, Bank Sentral Tiongkok mungkin bisa mencoba sejumlah cara agar yuan digital bisa lebih diterima, misalnya untuk keperluan subsidi, rekening pensiun atau gaji PNS.
Katanya lagi, agar yuan digital lebih popular, bank dan lembaga lain perlu berinvestasi besar-besaran dalam penerapan, pemasaran dan edukasi [red]