Tak Perlu Yen! Properti di Jepang Bisa Dibeli dengan Aset Kripto

Mata uang kripto semakin menarik perhatian berbagai institusi besar. Kini, cryptocurrency bukan lagi sekadar aset spekulatif, tetapi juga mulai digunakan sebagai alternatif pembayaran di berbagai sektor, termasuk real estate.

Salah satu perusahaan yang ikut mengadopsi aset kripto dalam transaksinya adalah Open House Group, perusahaan properti ternama asal Jepang. Langkah ini sejalan dengan posisi mereka yang terus berkembang di industri ini. 

Dilansir dari data terbaru pada platform StockViz, Open House Group memiliki valuasi sekitar US$4,5 miliar atau setara dengan Rp74 triliun, dengan keuntungan tahunan mencapai US$1,4 miliar.

Sejak Januari lalu, Open House Group sudah menerima Bitcoin dan Ethereum sebagai opsi pembayaran. Namun, mereka kini memperluas dukungannya dengan menerima aset digital lain.

Dalam pengumuman resminya yang dirilis pada 21 Maret 2025, perusahaan tersebut mengkonfirmasi kepada para calon pembelinya bahwa mereka akan mulai menerima tiga aset kripto baru.

“Kami kini menerima pembayaran dalam Ripple (XRP), Solana (SOL), dan Dogecoin (DOGE), selain Bitcoin dan Ethereum yang sudah tersedia sebelumnya,” jelas pihak Open House Group.

Tak hanya menambah opsi pembayaran mata uang kripto, perusahaan ini juga semakin agresif memperluas jangkauan pasar dengan merancang portal khusus yang mempermudah pembeli global dalam bertransaksi.

Dengan langkah ini, Open House Group tampaknya makin serius dalam mengadopsi teknologi blockchain dan menghadirkan pengalaman baru dalam transaksi real estate berbasis cryptocurrency. 

Mengapa Perbankan Lirik Tokenisasi Real Asset?

Mereka mengungkapkan bahwa opsi pembayaran dengan aset kripto kini bisa digunakan untuk membeli berbagai jenis properti, mulai dari rumah tinggal, kondominium, hingga apartemen satu kamar.

Meski begitu, perusahaan tetap menegaskan bahwa pelanggan yang ingin membayar dengan aset digital harus mematuhi regulasi kripto yang berlaku agar terhindar dari risiko penyitaan atau pembekuan aset.

“Harap diperhatikan bahwa dalam beberapa kasus, pembayaran dengan mata uang kripto mungkin tidak dapat dilakukan karena kondisi jaringan, regulasi internasional, atau alasan lain di luar kendali kami. Bergantung pada regulasi di masing-masing negara, aset kripto juga dapat dikenakan penyitaan,” demikian pernyataan dalam pengumuman resmi mereka.

Langkah Open House Group ini sejalan dengan tren global, di mana adopsi mata uang kripto terus berkembang, tidak lagi sebatas investasi spekulatif, tetapi juga mulai diterapkan di berbagai sektor.

Dengan semakin banyaknya perusahaan yang menerima cryptocurrency sebagai alat pembayaran, transaksi properti hanyalah salah satu contoh bagaimana aset digital dapat diterapkan dalam sektor tradisional. [dp]

Terkini

Warta Korporat

Terkait