Total konsumsi listrik tambang Bitcoin kini hampir setara Belanda, yakni 103,36 Terawatt jam per tahun.
Capaian itu sekaligus adalah rekor terbaru tertinggi sepanjang masa, melampaui 9 Juli 2019 (63,16 Terawatt jam per tahun).
Angka itu berdasarkan data terkini dari Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index yang diterbitkan oleh Judge Business School, Universitas Cambridge.
Data konsumsi listrik negara dilansir Cambridge dari data terakhir tahun 2016 oleh Central Intelligence Agency (CIA).
Menurut Cambridge, konsumsi listrik per tahun Belanda sekitar 108,80 Terawatt jam. Sedangkan Bitcoin sudah mencapai 103,36 Terawatt jam per tahun. Angka itu jauh melampaui Kazakhstan (94,23) dan Pakistan (92,33).
Kali pertama konsumsi listrik tambang Bitcoin menembus nilai tertinggi sepanjang masa adalah pada 6 November 2020. Ketika itu nilainya melampaui 9 Juli 2019 (63,16 Terawatt jam per tahun).
Peningkatan konsumsi terlihat melonjak sejak 22 November 2020 (92,78 Terawatt jam per tahun).
Dengan total konsumsi listrik global mencapai 20.863 TWh, maka saat ini total konsumsi listrik tambang Bitcoin setara dengan 0,47 persen.
Pada 12 Februari 2020 lalu, dengan sumber data berbeda, yakni dari BlockchainAnalytics, tambang Bitcoin di seluruh dunia mengonsumsi energi listrik lebih tinggi daripada Nigeria dan Selandia Baru. Dan kala itu setara dengan konsumsi energi listrik di Republik Cekoslowakia.
BACA SEMUA BERITA TENTANG TAMBANG BITCOIN
BlockchainAnalytics menyebutkan energi listrik dalam proses penambangan Bitcoin terus meningkat. Pada tahun 2017 mengonsumsi lebih banyak listrik daripada Jamaika. Pada tahun 2018 lebih banyak daripada Nigeria. Lalu, pada 2019 lebih banyak daripada Selandia Baru.
“Saat ini energi listrik yang dihabiskan oleh tambang Bitcoin secara global, sudah setara dengan konsumsi listrik di Republik Cekoslowakia,” sebut BlockchainAnalytics dalam keterangannya kemarin, Selasa (11 Februari 2020).
Tiongkok Masih Mendominasi
Masih berdasarkan data dari Cambridge, khusus aktivitas penambangan Bitcoin dunia, saat ini masih tetap didominasi oleh Tiongkok yang mencapai 65 persen.
Di bawahnya mengikuti Amerika Serikat (7,24 persen), Rusia (6,90 persen), dan Kazakhstan (6,17 persen). Malaysia sendiri berada di peringkat ke-4 (4,33 persen).
Khusus Tiongkok, Xinjiang mendominasi lebih dari 35 persen, disusul Sichuan (9,66 persen), lalu berturut-turut Nei Mongol (8 persen) dan Yunnan (1,73 persen).
Total konsumsi listrik tambang Bitcoin diperkirakan akan terus meningkat, seiring permintaan terhadap Bitcoin yang kian dianggap sebagai store-of-value setara dengan emas.
Meningkatnya permintaan akan menggenjot hash rate tambang Bitcoin saat ini yang juga sudah melampaui rekor tertinggi, yakni 161 Exahash per detik per hari (30 Desember 2020). [red]
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di Blockchainmedia.id, baik berupa artikel berita, analisis, opini, wawancara, liputan khusus, artikel berbayar (paid content), maupun artikel bersponsor (sponsored content), disediakan semata-mata untuk tujuan informasi dan edukasi publik mengenai teknologi blockchain, aset kripto, dan sektor terkait. Meskipun kami berupaya memastikan akurasi dan relevansi setiap konten, kami tidak memberikan jaminan atas kelengkapan, ketepatan waktu, atau keandalan data dan pendapat yang dimuat. Konten bersifat informatif dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat investasi, rekomendasi perdagangan, atau saran hukum dalam bentuk apa pun. Setiap keputusan finansial yang diambil berdasarkan informasi dari situs ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Blockchainmedia.id tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung, kehilangan data, atau kerusakan lain yang timbul akibat penggunaan informasi di situs ini. Pembaca sangat disarankan untuk melakukan verifikasi mandiri, riset tambahan, dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan profesional sebelum mengambil keputusan yang melibatkan risiko keuangan.