Universitas Maastricht, Belanda, pada Rabu (5 Februari 2020) mengatakan, bahwa pihaknya telah membayar tebusan sebanyak 30 Bitcoin (BTC) atau senilai 200 ribu euro (Rp3 miliar) kepada peretas. Hal itu dilakukan sebagai upaya membuka blokir yang menyerang sistem komputernya pada 24 Desember 2019.
Serangan Ransomware yang meminta tebusan dalam Bitcoin kini kian lazim. Kantor berita Reuters menyebutkan, perusahaan asuransi pun meningkatkan premi keamanan siber sebanyak 25 persen pada tahun 2019.
Ransomware utamanya menyerang sistem komputer perusahaan, kantor pengacara, lembaga pemerintahan, rumah sakit hingga bandar udara.
Wakil Presiden Universitas Nick Bos mengatakan universitas telah memutuskan untuk membayar uang tebusan itu, daripada harus membangun kembali sistem teknologi informasi dari awal lagi.
“Serangan itu sangat berdampak buruk bagi aktivitas kami, mulai dari mahasiswa, dosen, peneliti, staf. Ini sesuatu yang belum kami hadapi sebelumnya,” katanya.
Menurut Nick, peretasan itu mungkin terjadi akibat kelalaian seorang staf universitas. Staf itu secara tak sengaja membuka sebuah surat elektronik yang berisi peranti lunak berkemampuan phising.
Biasanya peranti lunak seperti itu mampu memantau aktivitas pengguna komputer tertentu, termasuk melihat secara langsung file di komputer dalam jarak jauh.
Karena peranti lunak itu mampu juga mengendalikan sistem komputer secara keseluruhan, sistem enkripsi pun bisa ditanamkan. Alhasil, pihak universitas sama sekali tidak bisa mengakses semua file di dalamnya.
Perusahaan kemanan siber, Fox-IT, yang membantu universitas mengkaji kasus itu mengatakan peretas dikeatahui berjuluk TA5050, sebuah kelompok kriminal di wilayah Rusia.
Serang Argentina
Bitcoin ransomware menyerang data milik pemerintah Argentina. Peretas meminta tebusan 50 BTC atau setara dengan US$370.000 (Rp5 Miliar).
Ransomware diketahui menyerang sebuah data center pada Senin, 25 November 2019 lalu. Namun, baru diungkap kepada publik pada awal Desember 2019.
Menurut surat kabar lokal di Argentina, ada ribuan GB data yang terjangkiti, di sebuah data center. Sebagian dari data itu adalah milik pemerintah.
Rugikan Panti Jompo
Ransomware Bitcoin mengancam tersendatnya distribusi obat ke 100 panti jompo di Amerika Serikat, setelah 80.000 komputer diserang beberapa waktu lalu. Peretas meminta tebusan hingga US$14 juta (Rp197,3 miliar).
Perusahaan penyedia sistem informasi itu, Virtual Care Provider memastikan bahwa ransomware Bitcoin berjenis Ryuk itu menginfeksi 80.00 komputer. Komputer itu memfasilitasi manajemen informasi distribusi obat kepada ratusan panti jompo di 45 negara bagian di Amerika Serikat. [Reuters/Red]