Dubai kembali bikin gebrakan di dunia properti. Selama bulan Mei 2025 saja, nilai transaksi penjualan properti di kota ini mencapai angka yang belum pernah disentuh sebelumnya, yakni US$18,2 miliar.
Berdasarkan laporan Ecoinimist, angka ini melonjak 44 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini bukan sekadar naik karena faktor musiman atau promosi besar-besaran, tetapi karena satu hal yang makin mencuri perhatian, yakni tokenisasi.
Tokenisasi adalah proses mengubah kepemilikan properti fisik menjadi bentuk digital yang bisa dibagi-bagi dalam bentuk token di jaringan blockchain. Dengan kata lain, seseorang tidak perlu lagi punya US$300.000 untuk beli satu apartemen di Dubai.
Sekarang, cukup dengan modal jauh lebih kecil, siapa pun bisa punya ‘sepotong’ dari apartemen itu. Mirip seperti membeli satu lembar saham di perusahaan, tapi kali ini di dunia properti.
Dari Pajangan Mewah ke Properti Terbuka untuk Semua
Dulu, beli properti di Dubai identik dengan orang super kaya. Ibarat melihat toko perhiasan dari balik kaca, kita bisa kagum, tapi dompet tidak bisa ikut masuk. Namun sekarang, berkat tokenisasi, batas itu mulai luntur.
Investor kecil yang dulunya hanya bisa menonton, kini ikut bermain. Efeknya terasa langsung ke angka. Dalam 44 hari kerja pertama tahun ini, total transaksi sudah tembus AED 100 miliar, atau sekitar US$27 miliar, menurut data lokal.
Di sisi lain, lonjakan minat ini juga tidak lepas dari pertumbuhan populasi Dubai sendiri. Permintaan akan tempat tinggal, ruang usaha, hingga properti sewa terus meningkat. Tokenisasi hadir di waktu yang pas—ketika kebutuhan tinggi dan teknologi sudah cukup matang.
Tokenisasi Bukan Sekadar Tren, Tapi Perubahan Sistem
Ada yang bertanya, “Apa bedanya tokenisasi dengan jual beli properti biasa?” Jawabannya sederhana, yaitu kecepatan dan likuiditas. Dalam sistem tradisional, beli rumah bisa makan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Itu pun dengan tumpukan dokumen dan biaya legal yang kadang bikin pusing.
Lewat tokenisasi, transaksi bisa terjadi dalam hitungan menit. Token bisa diperdagangkan di platform seperti aset digital lain, membuat pasar properti lebih hidup.
Namun demikian, bukan berarti semuanya mulus. Masih ada tantangan dari sisi regulasi, kepercayaan investor, dan perlindungan hak kepemilikan. Tapi, melihat antusiasme yang ada, arah masa depan tampaknya sudah cukup jelas.
Dubai Menjadi Contoh Dunia untuk Tokenisasi Properti
Menariknya, bukan hanya pelaku lokal yang terlibat. Investor dari Eropa, Asia, bahkan Tiongkok, mulai melirik pasar properti digital di Dubai. Mereka melihat kota ini bukan hanya sebagai tempat berlibur atau bisnis, tetapi juga sebagai pintu gerbang menuju inovasi finansial yang nyata.
Beberapa perusahaan pengembang bahkan sudah mulai membangun proyek-proyek baru yang memang sejak awal didesain untuk sistem tokenisasi.
Lebih lanjut lagi, kehadiran tokenisasi ini mendorong transformasi sistem kepemilikan secara global. Jika berhasil diterapkan luas, bukan tidak mungkin negara-negara lain, dari AS hingga Singapura, akan meniru langkah Dubai. Siapa sangka, apartemen di Dubai bisa jadi investasi global yang dimiliki ribuan orang dari berbagai belahan dunia?
Kalau dulu orang tua kita menabung bertahun-tahun untuk beli rumah, generasi sekarang mungkin bisa memiliki properti lintas negara hanya lewat ponsel. Tokenisasi membuka peluang kepemilikan properti jadi lebih inklusif, cepat dan fleksibel.
Bayangkan punya token properti di tiga kota berbeda, satu di Dubai, satu di Bali, satu lagi di Tokyo, semua dibeli dari satu dompet digital.
Namun yang lebih menarik lagi, model ini berpotensi mentransformasi cara kita memandang kepemilikan. Properti tidak lagi harus utuh dan tak terjangkau.
Seperti halnya kita menikmati film secara streaming daripada beli DVD, mungkin nanti kita juga “menyewa” ruang hidup lewat token daripada punya sertifikat panjang. Siap atau tidak, perubahan itu sudah di depan pintu. [st]