Utang AS Diproyeksi Tembus US$31 Triliun, Kripto Ikut Kena Imbasnya?

Bayangkan Anda sedang duduk di meja makan, mencoba menghitung utang keluarga, lalu tiba-tiba angkanya melonjak jadi US$31 triliun. Itulah kira-kira yang tengah dihadapi pemerintah AS pada 2025.

Angka ini bukan sekadar statistik, tapi mencerminkan tekanan nyata yang bakal mengguncang pasar keuangan global, termasuk aset digital seperti kripto.

Menurut laporan Binance Research, Departemen Keuangan AS diproyeksi akan menerbitkan lebih dari US$31 triliun dalam bentuk obligasi sepanjang tahun ini. Jumlah itu sudah termasuk pembiayaan ulang utang lama alias refinancing.

utang as

Untuk memberi gambaran, nilai tersebut setara dengan sekitar 109 persen dari proyeksi Produk Domestik Bruto AS tahun 2025 dan sekitar 144 persen dari total pasokan uang beredar (M2).

Bandingkan dengan seseorang yang punya utang lebih besar dari seluruh penghasilannya ditambah semua simpanannya, tekanannya jelas terasa.

Permintaan Asing dan Risiko Tak Terduga

Di balik angka besar tersebut, ada satu faktor penting yang kerap jadi perhatian, yakni siapa yang bersedia membeli obligasi tersebut? Sekitar sepertiga dari utang AS saat ini dimiliki oleh investor asing.

Artinya, ketertarikan mereka memegang surat utang ini akan sangat menentukan apakah bunga (yield) tetap terkendali atau justru melonjak tajam.

Masalahnya, permintaan dari luar negeri tidak bisa dijamin terus stabil. Ketegangan geopolitik, seperti hubungan yang tegang dengan Tiongkok atau pergeseran portofolio oleh bank sentral negara lain, bisa memicu gelombang penjualan.

“Bahkan jika permintaan tetap stabil, skala penerbitan obligasi merupakan tantangan struktural. Keringanan aset berisiko baru-baru ini, yang mungkin terkait dengan optimisme seputar pembicaraan perdagangan, tidak banyak membantu mengimbangi tekanan berkelanjutan yang ditimbulkan oleh jaringan pasokan besar ini pada pasar suku bunga sepanjang tahun 2025,” ungkap laporan tersebut.

Ketika itu terjadi, pemerintah terpaksa menawarkan bunga lebih tinggi demi menarik pembeli, dan itu bisa menular ke seluruh sektor keuangan, termasuk pinjaman rumah, kredit usaha, hingga… ya, pasar kripto.

Pasokan Melimpah, Minat Tetap?

Namun demikian, bahkan jika investor global tetap bersedia membeli obligasi tersebut, volumenya yang besar tetap menimbulkan tekanan tersendiri.

Pasar keuangan bukanlah kantong tanpa dasar. Ketika terlalu banyak pasokan membanjiri sistem, entah dalam bentuk surat utang, saham, atau token kripto, nilai dari masing-masing bisa tergerus, apalagi jika permintaan tak bertambah seiring waktu.

Beberapa analis melihat bahwa optimisme pasar baru-baru ini, seperti yang terlihat pada aset-aset berisiko, mungkin dipengaruhi oleh harapan akan membaiknya hubungan dagang atau ekspektasi suku bunga yang mulai turun.

Tapi tetap saja, realitas pasokan US$31 triliun itu tak bisa begitu saja disingkirkan. Itu ibarat mencoba berlari cepat sambil membawa ransel seberat 50 kilogram.

Apa Implikasinya Bagi Pasar Kripto?

Ini bagian yang menarik, dan mungkin agak rumit. Di satu sisi, tekanan suku bunga yang lebih tinggi sering kali membuat aset berisiko seperti kripto terlihat kurang menarik.

Investor cenderung memilih aset yang dianggap aman dan memberi hasil pasti, seperti obligasi negara, dolar AS, reksadana pasar uang dan emas, atau dalam konteks utang AS, US treasury adalah yang pasti.

Namun di sisi lain, ada kemungkinan jalan lain yang diambil pemerintah jika tekanan pembiayaan terus meningkat, yakni mencetak uang baru atau dalam bahasa kerennya, debt monetization.

Ketika pemerintah mulai mengandalkan pencetakan uang untuk membiayai defisit, efeknya mirip dengan menambahkan air ke dalam sup, terlihat lebih banyak, tapi rasanya makin hambar.

Nilai mata uang bisa melemah, inflasi mengintai, dan dalam kondisi seperti itu, aset yang pasokannya terbatas seperti Bitcoin bisa jadi makin menarik. Apalagi bagi mereka yang khawatir terhadap pelemahan nilai tukar dalam jangka panjang.

Satu Tahun yang Layak Diwaspadai

Melihat skala penerbitan obligasi AS yang belum pernah sebesar ini, pasar tidak bisa berpaling begitu saja. Efek domino-nya bisa menjalar dari bunga pinjaman rumah tangga hingga pendanaan startup berbasis blockchain.

Jika imbal hasil obligasi melonjak terlalu tinggi, bukan tidak mungkin Gedung Putih dan The Fed harus mengambil langkah-langkah yang tidak popular. Apapun bentuknya, tahun 2025 akan menjadi panggung besar untuk menguji daya tahan sistem keuangan global, dan kripto adalah salah satu pemain yang akan ikut menerima dampaknya. [st]

Terkini

Warta Korporat

Terkait