Ketika Google memperkenalkan Veo 3 ke publik, rasanya seperti menyaksikan kamera video digital pertama dilempar ke tengah-tengah dunia perfilman era 90-an. Hanya saja, kali ini yang dilempar bukan kamera, melainkan otak digital yang bisa membuat film sendiri hanya dari teks dan gambar.
Bayangkan saja, Anda cukup mengetik “dua mata-mata yang bertukar informasi rahasia di stasiun yang ramai dana ada penjaga di dekatnya…,” dan dalam hitungan detik, video berkualitas sinematik muncul, lengkap dengan efek suara, musik, bahkan gerakan kamera yang terasa manusiawi, seperti video di bawah ini.
Teknologi ini tidak lagi sekadar proyek kecil, tapi benar-benar sudah mulai digunakan oleh kreator, brand, bahkan agensi pemasaran.
Tapi di balik semua kegembiraan ini, ada hal lain yang mulai bergolak pelan-pelan, yakni sektor kripto, khususnya proyek-proyek yang sudah sejak lama mencoba menghubungkan titik-titik antara kecerdasan buatan (AI) dan blockchain.
Veo 3 dan Perubahan Cara Dunia Memandang Video
Seperti yang disorot oleh India Times, Veo 3 bukan hanya soal video yang tampak nyata. Lebih dari itu, alat ini membuka kemungkinan menciptakan video panjang dengan narasi yang utuh, dialog yang sinkron dan visual yang sulit dibedakan dari produksi film tradisional.
Di layar ponsel, banyak orang bahkan mengira mereka sedang menonton video manusia sungguhan, tanpa ada yang janggal.
Lebih lanjut lagi, beberapa video dari Veo 3 yang viral di internet memperlihatkan “aktor digital” yang bertanya-tanya tentang eksistensi dan siapa yang menciptakan mereka.
Tidak hanya menghibur, ini juga mulai menimbulkan diskusi hangat soal batas realitas, etika, dan apakah kita bisa membedakan video yang dibuat manusia dan yang lahir dari algoritma.
Tapi tunggu dulu, ini baru awalnya saja. Sebab di sisi lain, ketika dunia terpukau oleh kecanggihan visualnya, para investor dan pengembang di sektor kripto kemungkinan mulai tersenyum penuh arti.
Kripto AI: Yang Tadinya Hening Kini Menjadi Sorotan
Banyak proyek kripto berbasis AI yang selama ini berjalan senyap, seperti Render, Fetch.ai, Ocean Protocol, Theta Network dan AIOZ Network, kini mulai dilirik ulang. Bukan karena mereka tiba-tiba jadi popular, tapi karena dunia butuh infrastruktur digital untuk menyokong tren baru, yaitu video AI.
Render, misalnya, sejak awal memang menawarkan jaringan desentralisasi untuk rendering GPU, tepat seperti apa yang dibutuhkan jika Veo 3 ingin berkembang lebih luas tanpa bergantung pada pusat data tradisional.
Di sisi lain, Fetch.ai mengembangkan agen otomatis untuk menjalankan tugas-tugas digital secara mandiri. Bayangkan jika agen itu bisa memilih video mana yang harus diproduksi, lalu Render yang menjalankan proses teknisnya. Seolah-olah kita sedang menciptakan pabrik video otomatis.
Ocean Protocol pun tak mau kalah. Ia menawarkan sistem untuk menjual dan membeli data secara aman. Dan kita tahu, tanpa data, tak akan ada AI. Apalagi jika nantinya pengguna ingin menjual video hasil kreasi mereka atau bahkan data yang digunakan untuk melatih AI seperti Veo 3, maka Ocean bisa menjadi pasar yang sangat relevan.
Sementara itu, Theta dan AIOZ bersaing dalam menyediakan jaringan video streaming yang tidak lagi bergantung pada server pusat. Dengan ledakan video AI, distribusi akan menjadi tantangan utama. Dan jika bisa ditangani dengan biaya lebih murah, siapa yang tak mau?
Saat Dunia Nyata dan Digital Tak Lagi Bisa Dibedakan
Kita mungkin belum berada di titik di mana video dari Veo 3 bisa menggantikan seluruh industri perfilman, tapi satu hal yang pasti, pintunya sudah terbuka.
Dan setiap langkah yang diambil oleh Google dengan Veo 3 bisa mengarahkan industri video, kreator konten, bahkan edukasi dan marketing, menuju arah baru yang lebih mudah, otomatis dan murah.
Apakah ini kabar baik? Mungkin. Tapi seperti halnya saat ojek online kali pertama muncul dan menimbulkan protes dari tukang ojek pangkalan, semua tergantung bagaimana kita beradaptasi.
Dunia berubah dan blockchain mungkin menjadi fondasi penting untuk menjaga ekosistem baru ini tetap transparan, adil dan, siapa tahu, lebih manusiawi. Toh pada akhirnya, meski videonya dibuat oleh mesin, penontonnya tetap manusia juga, bukan? [st]