Wall Street Journal (WSJ) melaporkan lebih dari 46 bursa kripto di seluruh dunia “membantu” kriminal melakukan pencucian uang sejumlah lebih dari US$88 juta selama dua tahun terakhir, seperti dilansir CCN.
Penyelidikan WSJ melacak dana dari 2.500 wallet yang ditandai terlibat kegiatan ilegal oleh sidang pengadilan. WSJ bekerjasama dengan perusahaan forensik blockchain Elliptic yang berbasis di London untuk melacak dana dari wallet ke bursa. Selain itu, untuk mengidentifikasi portofolio sementara yang mungkin dimiliki bursa kripto, WSJ mengunduh dan membandingkannya ke alamat wallet bursa yang menjadi tersangka.
Laporan tersebut menyebut ShapeShift AG, yang berkantor di Amerika Serikat, sebagai penerima dana gelap terbesar. ShapeShift diduga memroses US$9 juta dari total US$88 juta uang ilegal selama dua tahun terakhir. Perusahaan bursa kripto yang didirikan di Swiss tersebut adalah tempat di mana orang bisa menukar Bitcoin dengan uang digital lainnya secara anonim. Tetapi, belakangan ini ShapeShift mengumumkan akan memenuhi persyaratan standar KYC (know your customer) mulai Oktober untuk mengurangi aktivitas itu.
WSJ tampak terus “memburu” ShapeShift walau sudah ada rencana mematuhi aturan KYC tersebut, dan terus menuduh ShapeShift memfasilitasi transaksi ilegal. Khususnya, laporan WSJ menyorot CEO ShapeShift, Eric Voorhees, yang berulang kali menyatakan dukungannya terhadap anonimitas. Secara pribadi, Voorhees tidak setuju dengan hukum anti pencucian uang serta aturan yang mewajibkan bursa melakukan KYC terhadap setiap pelanggan demi menangkap jika ada pelaku kriminal. Sikap inilah yang disorot oleh WSJ untuk “membuktikan” keterlibatan ShapeShift dalam pencucian uang.
WSJ juga memperlihatkan bukti dari periset keamanan yang mengungkap para kriminal memakai ShapeShift untuk menukar Bitcoin menjadi Monero, sebuah kripto yang unggul soal fitur anonimitas. Menyusul serangan ransomware WannaCry, di mana peretas dari Korea Selatan memeras jutaan dolar dari berbagai pemerintahan dan bisnis, penyelidikan WSJ melacak Bitcoin hasil pemerasan tersebut ke ShapeShift. WSJ menulis, ShapeShift tidak mengubah kebijakannya tentang KYC/AML setahun setelah serangan tersebut, dan terus memroses dana kriminal sehingga tidak dapat dilacak.
Sebagai contoh lain, WSJ mengungkit ICO yang berhasil menggalang US$2,2 juta dalam bentuk ETH dari investor lalu kabur dengan dana tersebut. Setelah melacak uang hasil curian itu, WSJ menemukan sebagian dialihkan ke bursa kripto KuCoin yang berbasis di Asia, dan sekitar US$517 ribu langsung dilarikan ke ShapeShift, untuk kemudian ditukar dengan Monero.
“Bahkan penipu yang mencuri dari pelanggan ShapeShift dengan cara membuat situs palsu mirip ShapeShift yang asli, menggunakan ShapeShift asli untuk mencuci uang hasil curian mereka,” tulis laporan tersebut berdasarkan data yang terbuka untuk publik.
WSJ memberikan semua alamat kripto yang diduga terkait kegiatan kriminal, dan ShapeShift melarang semua alamat tersebut menggunakan layanan bursanya. Veronica McGregor, penasihat hukum ShapeShift, berkomentar pihaknya siap mematuhi regulasi AML dan KYC yang berlaku demi menjadi lebih baik di masa depan. Ia berkata sikap pribadi CEO ShapeShift terpisah dari kebijakan yang akan diterapkan ShapeShift, sekaligus berkata bahwa Voorhees “tidak pro pencucian uang”.
Voorhees sendiri mengkritik laporan penyelidikan WSJ tersebut. Ia menekankan faktanya ditebang pilih, dan transaksi yang dituduh ilegal hanya sekitar 0,2% dari total volume transaksi ShapeShift.
“Kami tahu akan laporan WSJ yang diriset secara lemah itu. Data yang ditampilkannya tidak jujur dan menyesatkan.Penulis menebang pilih data, tidak melihat data yang menunjukkan sebaliknya. US$9 juta lebih kecil dari 0,2 persen volume kami selama kurun waktu yang dilaporkan. Sementara pencucian uang melalui bank mencapai 2-5 persen,” tulis Voorhees melalui akun Twitternya. [ed]