Di penghujung Mei 2025, investor global kembali melirik Timur, bukan untuk sekadar menyusun rencana liburan ke Tokyo, melainkan untuk mencermati lonjakan mengejutkan pada pasar obligasi Jepang.
Yield atau imbal hasil dari obligasi pemerintah negeri sakura itu, terutama untuk tenor jangka panjang, tiba-tiba naik seperti mie instan yang baru disiram air panas. Kenaikan ini tidak hanya mengejutkan para pelaku pasar tradisional, tetapi juga memberikan efek riak yang sampai ke dunia kripto.
Berdasarkan laporan Reuters, yield obligasi 10 tahun Jepang kini berkisar di angka 1,55 hingga 1,57 persen. Namun yang paling membuat alis para ekonom terangkat adalah yield 20, 30, hingga 40 tahun yang melonjak ke kisaran 2,6 sampai 3,6 persen.
Ini adalah level yang tidak terlihat sejak awal milenium, saat ponsel lipat masih keren dan belum ada yang tahu apa itu NFT.
Di sisi lain, pasar kripto seperti Bitcoin dan Ethereum justru sempat agak limbung. Para investor, terutama yang terbiasa bermain di lintas pasar, tampak mulai gelisah. Lantas, apa hubungan antara yield obligasi pemerintah Jepang dan harga Bitcoin? Jawabannya lebih kompleks dari sekadar naik-turun grafik candlestick.
Carry Trade Mulai Goyah
Selama bertahun-tahun, banyak investor global memanfaatkan bunga rendah di Jepang untuk melakukan carry trade, alias meminjam dalam yen yang murah, lalu mengalihkan dana ke aset berisiko tinggi seperti saham dan, tak jarang, kripto.
Namun dengan naiknya yield obligasi Jepang, kenyamanan skema ini mulai menguap. Bunga pinjaman tidak lagi murah, dan hasil investasi di Jepang kini terasa lebih menarik, bahkan bagi investor domestik.
Bayangkan kamu biasa beli durian impor karena murah dan lezat, tapi tiba-tiba durian lokal naik kualitas dan turun harga. Lama-lama, kamu pasti mikir, “Ngapain jauh-jauh?” Hal serupa terjadi dengan uang.
Investor Jepang kini lebih memilih pulang kampung secara finansial, mengalihkan dana ke obligasi dalam negeri yang akhirnya membuat aset global, termasuk kripto, ditinggal sepi.
Pasar Kripto Kena Getahnya
Lonjakan yield Jepang ini membawa konsekuensi yang tidak main-main bagi pasar aset digital. Dengan daya tarik baru dari obligasi yen, aset-aset seperti Bitcoin mulai kehilangan sebagian pamornya.
Dalam beberapa hari terakhir, terlihat tekanan jual yang cukup konsisten, sebuah sinyal bahwa investor sedang mereposisi portofolio mereka.
Lebih lanjut lagi, mata uang yen yang mulai menguat terhadap dolar AS membuat harga Bitcoin dalam denominasi dolar AS menjadi relatif lebih berat untuk naik.
Ini seperti orang yang mencoba berlari naik bukit, butuh tenaga ekstra, dan kalau lelah, risiko tergelincir makin besar. Ketika dolar AS mulai melemah karena perpindahan arus dana kembali ke Jepang, efek dominonya bisa sampai ke dapur pasar kripto.
Bank of Japan Tidak Bergegas, Tapi Jelas Arah Tujuannya
Meski Bank of Japan belum secara resmi menaikkan suku bunga atau melakukan intervensi langsung, arah angin kebijakan moneter mereka mulai bergeser.
Pernyataan yang cenderung ‘pasif tapi waspada’ dari para pejabat BoJ memberi sinyal bahwa era bunga super-rendah akan segera berakhir. Jika kondisi ini berlanjut, tidak menutup kemungkinan pasar kripto akan melihat tekanan lebih lanjut dari sisi permintaan.
Masyarakat mungkin bertanya, “Kenapa pasar kripto terpengaruh oleh hal yang tampaknya jauh di Jepang?” Karena dunia investasi saat ini terhubung seperti Wi-Fi di kafe, semua saling terhubung, kadang lambat dan sering tak terduga.
Adakah Sisi Terangnya?
Tentu saja, tidak semua pihak melihat ini sebagai kabar buruk. Beberapa pelaku pasar justru berspekulasi bahwa jika lonjakan yield Jepang memicu ketidakstabilan di pasar obligasi global, Bitcoin bisa tampil sebagai pilihan alternatif, layaknya cadangan tenda saat camping di musim hujan.
Apalagi jika ketegangan fiskal Jepang memunculkan ketidakpercayaan terhadap mata uang fiat secara umum, narasi Bitcoin sebagai ‘emas digital’ bisa kembali menarik simpati.
Namun demikian, pasar kripto dibuka cukup hijau di awal pekan ini, di mana kita masih perlu mengamati perkembangan dan kebijakan ekonomi lainnya di luar Asia, khususnya AS. [st]